Sabtu kemarin (tgl 31 Agustus 2019) saya ngisi training menulis di Pesantren Al-Multazam Kuningan. Seruuu plus saya merasa digaplok sama pimpinan pesantren.?
Bukan apa-apa, beliau ini ustadz yang sangat dihormati, ilmunya luas. Bahkan ketika beliau memberi sambutan, semua terdiam merenung mendengarkan. Termasuk saya.
Lantunan bahasanya tenang. Kalimatnya selalu efektif, nggak boros. Kata-katanya bernas, referensi yang ia katakan pun nggak main-main. Jujur, saya kagum dengan beliau.
Beliau menyebutkan penulis-penulis besar dari mulai penulis zaman sahabat sampai ke penulis-penulis kontemporer seperti Kang Abik, mba Asma, Tere Liye dan lainnya.
Mereka berbeda zaman, tapi ada satu hal yang membuat tulisan mereka menjadi fenomenal. Apa itu?
Beliau lanjutkan dengan kalimat yang buat saya merasa digaplok:
"Karya yang selalu monumental adalah karya yang selalu berkaitan dengan Al-Quran."
Deggg! Sampai kalimat ini saya kayak digaplok, ditabok, dilelepin ke air yang dalem yang panas.?
Rasanya malu sekali. Bukan malu sama ustadz. Tapi malu sama diri sendiri. "Kemana aja Ten? Kamu cari ide tulisan ke seantero dunia maya. Buku-buku referensi yang terkadang harus ngabisin rupiah yang nggak sedikit. Padahal dipojok, di antara buku yang bertumpuk di rak buku, kamu simpan kitab dengan segala macam ide yang orang-orang besar pun mengambil banyak ide darinya."
Kalau ada yang bilang "Susah nyari ide di Quran, kang." Jangan-jangan karena memang ilmu kita yang dangkal, atau Allah menutup hati kita untuk mencintai Al-Quran. Naudzubillah ...
Sampai sekarang di Indonesia dua buku motivasi yang sudah terjual sampai 1 juta eksemplar adalah buku-bukunya mas Ippho Santosa dan Pak Ari Ginanjar. Dan dua orang ini mengambil ide dari Quran.
Yang lain? Buanyaakkk. Sebut saja ust. Nasrullah, kang Dewa Eka Prayoga, Ardi Gunawan, ust. Andre Raditya, Indra Permana dan masih banyak lagi.
Begitu pun dengan buku-buku fiksi yang selalu menjadi fenomenal adalah salah satunya yang selalu mengandung nilai-nilai Quran di dalamnya.
"Tapi ada juga kan kang yang mengandung nilai-nilai Quran, nggak best seller?" Atau "Ada juga buku-buku yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan Quran tapi penjualannya gila-gilaan. Sampai best seller dunia malah. Gimana tuh kang?"
Untuk yang pertanyaan pertama, berarti memang ada yang kurang tepat secara penggarapannya. Dari teknik penyajian atau yang lainnya.
Nah gimana dengan buku-buku seperti Harry Potter dan lainnya? Ya nggak gimana-gimana. Beda nilai yang diusungnya saja cuy. Bahkan buku Ayat-Ayat Setan nya Salman Rusdhie sampai sekarang terkenal dan fenomenal. Sekali lagi yang membedakannya NILAI YANG DIUSUNG. Tinggal mau milih yang mana, Quran atau yang lainnya.
Jadi saran saya, buat kalian para penulis (penulis muslim terutama), coba deh buka Quran dan mulai kita santap berbagai macam ide yang ada di sana. Saya meyakini, mengamini, mengimani bahkan setiap ayat adalah sebuah ide yang bisa digarap. Kuncinya, pertajam panca indra kita.
Hmmm, itu dulu. Kalo ada waktu, nanti kita sambung lagi.
Sekian,
Tendi Murti