Pilih Siapa
Ratu yang merasa ketakutan lekas bersembunyi di belakang tubuh Areez.
“Jadi ini pacarmu, Reez? Dia yang buat kamu selama ini jarang kumpul sama kami lagi?” Sugeng menunjuk kea rah Ratu dengan mata memerah. 
“Jangan sentuh dia, Geng. Iya, dia pacar aku. Diantara kalian jangan ada yang berani macam-macam sama dia.” Areez meng-ultimatum kepada gerombolan preman Srigala Muda itu.
Mendengar ancaman dari Areez, Sugeng tampak semakin kesal. Namun ia tak mau ada keributannya dengan kaki tangannya sendiri. Ia dan preman lainnya memilih menghindar dari Areez dan Ratu. 
***
Memang tidak resmi pacaran, tetapi Ratu dan Areez semakin dekat. Meski Ratu tak langsung mengakui, tapi Areez tahu kalau wanita cantik itu mencintainya. Areez masih sering mengantar atau menjemput Ratu ke sekolah meski ia tak bersekolah lagi. Mereka menjalaninya secara diam-diam agar kakek Ratu tak sampai tahu meski sudah banyak orang yang tahu di lingkungan itu.
Kalau Ratu dan Areez ingin keluar bersama, maka Areez meminta tolong pada Lika untuk izin ke Surya, kakek Ratu dan Lika, dengan alasan belajar atau mengerjakan tugas di rumahnya. Dengan begitu, Surya mengizinkan Ratu untuk keluar sampai malam pun. 
Malam itu, Areez menjemput Ratu di depan gapura dengan vespa putih kakaknya. 
“Kemana, Mas?” tanya Ratu yang baru saja menghampiri lelaki muda yang rambutnya kini pendek, tak gondrong lagi itu.
“Kita ke pasar malam?”
Ratu kemudian menaiki di boncengan vespa dan mereka pergi bersama. Semilir angin malam menerpa wajah dan menggoyang-goyang rambut. Tujuan mereka satu : pasar malam. Sepuluh menit kemudian mereka sampai dan memarkirkan motor di tempat yang disediakan. Sampai di sana, tempat itu benderang oleh lampu yang warna warni. Banyak wahana bermain yang tersedia.
Ratu memilih naik kuda yang bergerak memutar, lalu wahana sangkar burung yang amat tinggi. Dari atas, mereka dapat menikmati keindahan kota Solo dan ribuan titik cahaya. Ditambah jutaan bintang di langit membuat titik cahaya itu semakin memesona.
Usai puas bermain dan sempat makan bakso di pasar malam, Areez mengajak Ratu pulang. 
“Ada yang ingin aku tunjukkan ke kamu, Ra.” 
“Apa, Reez?” Ratu tersenyum. Hari itu ia mendapat rasa senang tiada tara.
“Ayo.” Areez memegang tangan Ratu, membuat wanita itu menoleh ke wajah Areez dengan heran. Areez lalu menarik tangan itu dan membawa Ratu ke suatu tempat tak jauh dari pasar malam.
“Ke mana?”
“Melihat kunang-kunang.”
“Kunang-kunang?”
“Di bukitan dekat sana.” Areez menunjuk ke suatu arah sambil berjalan ke sana.
Areez membantu Ratu untuk naik ke bukit kecil. Ternyata di atas bukit itu ada tempat datar yang ditumbuhi rumput tipis. Hanya ada satu pohon besar disana. Sementara sekelilingnya ditutupi ilalang.
“Lihat!” ujar Areez. Ia menunjuk ke beberapa titik cahaya kuning yang berpendar dari bawah pohon itu. Areez berlari kecil menarik tangan Ratu ke bawah pohon itu dan Ratu langsung terpesona dengan apa yang ada.
Dari bawah pohon mereka dapat melihat, bahwa di tiap dahan pohon itu berpendar cahaya kuning. Cahaya yang saling menerangi hingga seperti lampu di pasar malam. Cahaya itu tak lain adalah ribuan kunang-kunang. Indah menawan seperti ribuan lampu dari rumah-rumah di kota Solo yang terlihat dari posisi paling atas wahana sangkar burung.
“Indah sekali.” Mata Ratu berbinar menatap atas, menatap tiap kunang-kunang yang tak padam satu pun. “Kamu sering kemari, Reez?”
“Gak juga. Hanya sesekali.”
Setengah jam mereka menikmati pemandangan kunang-kunang di dahan pohon itu. Hari semakin larut dan Areez mengajaknya pulang.
“Aku takut dimarahi kakek, Reez. Pasti nanti Kakek nyalahin Ibu dan Bapak kamu kalau tahu aku pergi denganmu.”
Areez melanjukan motornya dari parkiran di pasar malam. “Semoga dia gak tahu.”
“Kalau ada orang yang kasih tahu?”
Areez hanya terkekeh. Sepuluh menit kemudian mereka sampai di gapura rumah kakek Ratu. Areez lalu berpamitan pulang. Ratu meminta Areez untuk tidak mampir ke rumah Sugeng atau tempat lain dan langsung pulang ke rumahnya saja. Areez menuruti dan berjanji. Mereka menautkan kelingking sebelum Ratu masuk ke dalam rumah.
***
“Dari mana kamu, Ratu?” Surya yang mendapati cucunya pulang jam setengah sebelas malam masih duduk dengan menyilangkan kaki di sofa ruang tamu.
“Dari rumah Lika, Kek.” Ratu berbohong.
Surya berdiri dan mendekati cucunya. Lelaki dengan rambut beruban itu menatap tegas. Matanya seakan-akan mengancam dan penuh sorot tiada ampun. Kemudian mata tajamnya itu melirik arloji di lengan kirinya yang besar.
“Belajar? Oom kamu tadi bilang kamu gak ada di rumah Lika. Jujur sama Kakek, kamu kemana tadi? Kamu pacaran sama Areez itu ya?” Surya membesarkan dua bola matanya, membuat Ratu kian ciut.
“Awas kamu kalau Kakek sampai tahu pacaran dengan Areez. Anaknya Sri itu. Berandal dan gak diurus sama orang tuanya.” Surya kemudian menyebut-nyebut nama orang tua Areez, tentu saja dengan nada kesal dan mengumpat. “Masuk kamar, cepat tidur!”
“Iya, Kek.” Ratu tidak bisa menjawab apa pun. Ia pun menuruti perintah kakeknya dan beristirahat di kamarnya, hingga rasa letih membuatnya lelap begitu saja.
***
Langit kota Solo biru membentang bak kanvas raksasa. Beberapa titik awan kelabu menggantung, namun tak cukup untuk menahan terik sang mentari. 
“Ratu!” panggil Ani tergesa-gesa. Remaja yang masih mengenakan seragam sekolah itu terengah-engah mendekati temannya. Ratu menoleh heran padanya.
“Kenapa kamu kayak di kejar setan gitu?” tanya Ratu.
“Areez … Areez …!” tunjuk Ani ke suatu arah karena ingin memberi sesuatu. “Areez berantem lagi!”
Dua mata indah Ratu lekas membesar mendengar perkataan Ani itu. 
“Sekarang Areez dimana, Ni?”
“Di rumah Sugeng.”
“Aku susul kesana.”
Tanpa pikir panjang, Ratu yang juga masih mengenakan pakaian sekolah itu berlari menuju sebuah rumah, rumah dari ketua preman yang bernama Sugeng. Dengan napas ngos-ngosan akhirnya Ratu sampai di depan rumah itu.
“Areez! Mas Areez!” teriaknya memanggil ke dalam.
Sontak seseorang bertato dengan rambut acak-acakan serta beraroma tak sedap keluar dari rumah itu.
“Areez gak ada!” sergahnya.
“Sugeng, keluarin Areez. Jangan disembunyiin.”
“Kamu pulang aja. Areez gak ada disini.”
“Bohong. Areez, jangan diam di dalam, Sayang!”
Sugeng tiba-tiba mendekat ke Ratu dan mendorong tubuhnya hingga Ratu mundur beberapa langkah. Namun ia tidak berhenti untuk memanggil Areez.
“Kamu pilih aku atau teman-temanmu, Reez! Aku disini jemput kamu. Keluar, Reez, aku mohon!”
“Udah kubilang gak ada!” Mata lelaki bernama Sugeng memerah penuh semburat kemarahan. Napasnya mulai tak beraturan. Emosinya sudah menyentuh ubun-ubun. Namun Ratu bersikeras menunggu Areez keluar.
“Areez!” teriak Ratu lagi.
Sementara Sugeng siap melayangkan sebuah pukulan keras ke wajah Ratu. Namun sebelum itu terjadi, seseorang dengan muka lebam, bibir pecah dan berdarah, serta tampilan acak-acakan, keluar dari rumah itu dan membuat niat Sugeng terhenti. 
“Areez?” ujar Ratu pelan, meneteskan air mata melihat lelaki itu babak belur.

Jangan lupa love dan komennya ya... Senang kalo ada yang komen karyaku.

Komentar

Login untuk melihat komentar!