Sekian hari sudah sejak malam dimana Areez menyelamatkan Ratu. Semua berjalan seperti biasa. Ratu dan Areez masih sering bertemu di tongkrongan sore. Areez juga semakin sering mengantar Ratu pulang. Tentu saja keakraban mereka semakin lama semakin terbentuk dan bukan seperti teman biasa. Hal itu juga membuat Areez semakin jauh dari kawanan Srigala Muda yang dipunggawai Sugeng.
Areez sudah sangat jarang ikut aksi malak di terminal atau pasar. Areez juga tak pernah ikut minum-minuman keras lagi sejak kedekatannya dengan Ratu. Perlahan ia berubah menjadi orang yang meninggalkan keburukan. Namun, itu pula yang membuat Sugeng amat sangat kesal dan marah terhadap perempuan cantik bernama Ratu. Ratu telah menjauhkan Sugeng dari tangan kanannya, Areez.
Siang yang terik itu mampu menembus celah-celah pohon waru hingga sinar mentari mendarat di pipi putih Ratu yang sedang menunggu di depan sekolah. Namun orang yang biasanya muncul tak kunjung datang. Biasanya, ada sebuah vespa putih yang tiba-tiba berhenti di depannya dan sang pengendara memintanya naik. Ya. Tak lain adalah Areez. Namun hari itu entah kenapa sepertinya Areez tak datang.
“Pulang dengan aku aja, Ra.” Teman kelas Ratu, Ibnu, menawarkan tumpangan.
Ratu sebenarnya lebih nyaman jika pulang bersama teman dekatnya, Herman atau Satrio. Namun mereka sudah pulang berboncengan berdua. Sementara Lika sudah pulang duluan juga. Daripada lama menunggu, Ratu setuju pulang diantar Ibnu.
***
Berselang lima belas menit kemudian, Ibnu dan Ratu sampai depan rumah Surya, kakek Ratu. Ratu berterima kasih atas tumpangan yang diberikan Ibnu itu dan dijawab oleh lelaki berkulit agak gelap itu bahwa ia tidak perlu sungkan.
Sedangkan nun jauh di sana, di balik sebatang pohon Akasia, Areez menatapnya dengan mata cemburu. Seakan-akan darahnya menggelegak melihat Ratu diantar oleh laki-laki lain. Sedetik ia sadar bahwa selama ini dia bukanlah sesiapanya Ratu, namun kedekatan mereka yang lebih dari teman tentu saja sudah jelas kalau mereka memiliki hubungan khusus. Ada sebuah perasaan sebesar bukit yang membuat Areez berniat menemui Ratu dan menanyakan semuanya.
Areez mendekat ke gapura belakang rumah Surya. Kepalanya mendongak melihat jendela kamar Ratu yang setengah terbuka. Ia tidak mungkin langsung datang memanggil karena pasti akan dicurigai kakeknya. Jadi ia hanya bisa memberikan kode dan berharap Ratu melihatnya.
Benar saja. Ratu melihat Areez berdiri sendirian di depan gapura sambil melambai-lambaikan tangan ke kamarnya. Gadis cantik itu segera keluar dan menemuinya.
“Kamu ngapain, Reez?” tanya Ratu seraya mendekat ke Areez.
“Yang nganter kamu tadi siapa?” Mata Areez tampak serius, ada sepercik api di dua bola di kepalanya itu.
“Teman.”
“Kenapa kamu mau diantar sama teman cowok?”
“Dia yang mau anter kok. Aku ya mau aja.”
“Gak boleh.”
“Emangnya kenapa? Ya aku gak mau membatasi teman. Di teman, kamu teman.”
“Teman?” Areez mendekatkan wajahnya hingga berjarak hanya dua jengkal dari Ratu. “Aku ‘kan pacar kamu!”
“Pacar?” Ratu tertegun. Selama ini ia merasa memang sangat dekat dengan Areez, tapi tak pernah Areez menyatakan perasaannya sehingga ia tak menganggapnya pacaran. “Kapan kamu bilang suka sama aku, Reez? Kapan kita sepakat kalau kita pacaran?”
“Itu … itu ….” Areez tampak bingung. Memang selama ini ia tak pernah menyatakan cintanya pada Ratu. Tidak ada kesepakatan resmi diantara mereka. Mungkinkah hanya dirinya saja yang menganggap hubungan mereka istimewa? Hatinya mulai ragu dan bertanya. Matanya yang tajam mulai berkaca bening. Ada sebuah jarak bernama canggung diantara mereka.
Areez yang tak dapat menjawab apa pun membuat Ratu kesal hingga ia pun beranjak masuk ke dalam rumah. Areez terpaku sebelum pulang dengan keadaan kesal. Sebuah kaleng minuman di jalan menjadi korban kekesalannya, ia tendang dengan kerasnya.
***
Mentari hampir selesai melakukan tugasnya di cakrawala. Sore itu seperti biasa Ratu sedang nongkrong di perempatan dekat rumah Lika. Warung soto di sebelah sana tampak ramai, pelanggan masuk silih berganti. Salah satu teman Ratu bernama Wati ikut bantu-bantu Oom-nya di warung itu, melayani pelanggan. Sementara tak jauh dari mereka, serombongan anak lelaki tampak duduk-duduk dan salah satu diantara mereka sedang menenteng gitar, memetiknya pelan menyanyikan lagu Stasiun Balapan.
Salah satu lelaki di gerombolan itu adalah Areez. Melihat Ratu sedang duduk pula bersama Lika dan Ani, membuat Areez berinisiatif untuk melakukan sesuatu. Areez beranjak dari duduknya. Ia merasa harus menemui Ratu dan menjelaskan semuanya, menjelaskan tentang perasaannya selama ini. Ia tak bisa menunggu lebih lama lagi.
“Ra, tuh lihat.” Mata Lika memberi kode pada Ratu ketika Areez mendekat.
“Biarin aja.” Ratu berusaha tak acuh.
Tiba-tiba Areez sudah sampai di samping Ratu dan memegang lengannya. Ia tarik lengan perempuan tinggi itu.
“Eh, Reez, mau kemana?” tanya Ratu yang terkejut.
“Ikut ja dulu.” Areez kemudian membawa Ratu ke dekat warung soto. Areez sengaja mencari tempat yang bisa dilihat semua orang. Di tempat itu mereka berdua berdiri dan dapat dilihat oleh teman-temannya, pelanggan warung soto serta beberapa orang yang lewat.
“Mau ngapain, Reez?” Ratu masih memasang wajah heran.
“Aku cuma mau bilang kalau aku suka sama kamu, Ra!” Suara Areez sedikit lebih kencang dari biasanya. “I love you! Aku sayang kamu! Sejak pertama ketemu lalu aku udah punya perasaan ke kamu. Aku selalu perhatiin kamu. Aku cinta kamu, Ra!” katanya.
Ratu menelan ludah, tak percaya atas apa yang ia dengar barusan. Dia pun menoleh kiri kanan dan beberapa orang di warung soto itu melihat pada mereka. Termasuk Wati dan oom-nya. Lika, Ani, serta segerombol anak lelaki yang duduk disana juga tak mau kalah untuk menyaksikan.
“Apa?” Ratu tersekat.
“Aku gak akan mengulangi kata-kataku. Aku rasa sudah jelas dan kamu dengar semuanya.”
Badan Ratu terasa kaku. Seperti orang linglung, dia menatap mata Areez tapi pikirannya kosong. Seperti waktu berhenti dan tak terjadi apa-apa di dunia ini. Sejenak kemudian Ratu baru sadar kalau Areez sedang berkata cinta. Meski semua itu sedikit memalukan.
“Ra?”
“Apa katamu, Reez?” Aku termangu.
“Aku mencintaimu.”
“Sekali lagi, aku gak dengar ….”
Sekonyong-konyong bibir Areez mendarat di pipi Ratu dan membuatnya merona merah. Darah seperti bergejolak. Beberapa pelanggan di warung soto memandangi mereka seraya cekikikan. Ratu tak menyangka kalau Areez akan seberani itu untuk mengungkapkan perasaannya di depan semua orang. Ia sangat terkejut. Ada sedikit perasaan senang, namun sebagian besar ada pula rasa takut karena pasti hal itu sangat ditentang oleh kakeknya.
Apalagi, kekeknya orang terpandang di lingkungan itu. Akan jadi apa jika orang-orang bilang cucu dari seorang Surya Atmojo berpacaran dengan preman seperti Areez. Tentu saja akan banyak orang yang menggunjing dan itu bisa jadi buah bibir yang besar.
“Aku minta waktu untuk mempertimbangkan semua ini, Reez. Aku gak bisa jawab sekarang.”
“Iya, Ra. Aku ngerti. Aku tunggu jawaban kamu.”
***
Sore itu senja melepas siang dengan dingin yang lebih menusuk karena angin utara mulai berembus kencang. Senja itu cepat menjelma malam. Dan malam seperti menyelimuti hati yang bimbang, hati seorang gadis bernama Qasiratu At-Tarf. Dalam hati yang paling dalam, seyogyanya ia juga memiliki perasaan kepada Areez meski ia tahu kalau Areez adalah berandalan akut. Yang ia tahu Areez orang yang sangat baik terhadapnya.
Mungkin begitulah dunia bekerja. Gadis baik seperti Ratu harus jatuh cinta kepada pria gondrong dan tak jelas seperti Areez. Namun jika mata dan hati yang bertemu, tak ada alasan untuk menolak perasaan yang membunga di dalam dada.
Kebingungan Ratu terus menghantuiya selama tiga hari. Ia tak bisa berkonsentrasi saat masuk sekolah. Ia selalu terpikir akan Areez saat makan di kantin. Pun ketika waktunya belajar di rumah, ia juga hanya terbayang wajah dengan rahang tegas milik Areez itu. Saat bertemu Ani dan Lika, itu juga yang ia pikirkan. Terlebih lagi ketika makan soto di warung oomnya Wati, semakin mengingatkan kejadian pernyatan cinta itu.
“Melamun aja, Ra!” ujar Wati menegur. Perempuan itu membawakan pesanan soto Ratu dan segelas es jeruk, lalu duduk menemani temannya itu.
Ratu hanya menjawab dengan senyum tipis. Ia meraih sotonya dan mulai melahapnya.
“Kamu jadi menerima pernyataan Areez?” lanjut Wati.
“Aku nggak tahu, Ti.”
“Menurutku gak usah. Jangan pacaran sama dia, Ra.”
“Kenapa?” Ratu memasang wajah heran.
“Dia ‘kan kriminal. Dia itu suka nongkrong di terminal sama rombongannya Sugeng, malak, berantem, minum-minuman.”
Ratu menarik napas panjang. “Iya, emang. Tapi dia semakin berubah sekarang. Minuman keras udah dia tinggalkan. Semenjak deket sama aku dia gak pernah malak lagi. Cuma berantem sesekali aja.”
“Percaya sama aku, Ra. Jauhi Areez!”
“Aku gak tahu, Ti. Satu sisi aku suka sama dia.”
“Hah, suka?” Wati menyemburkan minuman yang baru diteguknya.
Ratu mengangguk dua kali.
“Gila kamu, Ra.”
Ratu hanya mengangkat dua bahu dan menghabiskan sotonya.
***
Pertemuan Ratu dan Areez selanjutnya adalah ketika esok harinya, di sore hari menjelang terbenamnya matahari, Ratu diantar pulang oleh Areez dari rumah Lika. Canggung, begitu kata yang dapat tergambar dari keduanya. Mereka berjalan tak banyak bicara. Areez menangkap selembar daun akasia yang jatuh, lalu meletakkan di mulutnya seperti orang merokok.
Ratu tiba-tiba menghentikan langkahnya membuat Areez pun menoleh ke belakang.
“Kenapa?” tanya Areez. Akhirnya ada juga kata yang terucap diantara mereka.
“Aku memberi jawaban dari pernyataan kamu di warung soto tempo hari, Reez.”
“Iya?”
“Aku … berat sebenarnya untuk menerimamu. Kamu tahu kakekku ‘kan?”
“Pak Surya?”
Ratu mengangguk.
“Kamu gak mau pacaran denganku karena kita beda kasta, Ra?”
“Bukan gitu, Reez. Kakekku ….”
“Aku paham, Ra. Kita jalani aja seperti ini dulu. Aku gak mau memaksamu untuk membuat hubungan kita berstatus. Lebih baik kamu jadikan dulu senyaman mungkin denganku. Tapi kamu juga jangan sekali-kali menjauh dariku, Ra.”
Dalam hening sore itu, tiba-tiba suara seorang lelaki dari kejauhan memanggil. “Areez!” Lelaki itu pun mendekat. Tidak, tidak hanya satu lelaki tapi beberapa orang. Cara berjalan mereka angkuh nan sombong. Rambut acak-acakan, beberapa beranting dan beberapa ber-tattoo.
“Jadi ini pacarmu, Reez? Dia yang buat kamu selama ini jarang kumpul sama kami lagi?” Sugeng menunjuk kea rah Ratu dengan mata memerah.
Jangan lupa kasih love dan komen ya.