Seorang ayah berpesan kepada anaknya sesaat sebelum berangkat ke tempat menimba ilmu. “Nak, hati-hati di jalan! Dan kalau sudah di tempat tujuan belajarlah dengan sungguh-sungguh”. Ada dua pesan yang disampaikan sang bapak kepada anaknya “hati-hati dan sungguh-sungguh”. Meskipun ia tidak memberi tahu alasan mengapa anaknya harus berhati-hati dalam perjalanan. Namun, pesan singkat ini telah memberikan sinyal bahwa dalam sebuah perjalanan tidak semudah melambaikan tangan. Mungkin, sang ayah tahu dalam perjalanan akan banyak halangan dan rintangan yang bisa menghambat anaknya untuk sampai pada tujuan. Sehingga titipan pesan yang disampaikan adalah “hati-hati”.
Begitu pula dengan kata “sungguh-sungguh”, tak ada alasan mengapa ia harus belajar sungguh-sungguh. Bukankah tidak sungguh-sungguhpun akan tetap dikatakan sebagai pelajar? Dan tidak hati-hati juga akan sampai pada tujuan? Namun, itulah rangkaian pesan yang tersirat sekaligus tersurat makna besar didalamnya. Ada sebuah harapan, keinginan, tantangan dan pembuktian dalam sebuah pesan. Ia bukan sekedar sebuah ungkapan semu tanpa makna dan bukan hanya sebuah kata atau kalimat tanpa maksud. Dan makna beserta maksud itu ditujukan untuk orang yang mampu mencerna dan menerapkannya dalam kehidupan.
Dalam kajian ilmu komunikasi, selain penyampai pesan (komunikator) dan penerima pesan (audiens), pesan itu sendiri (baik simbol maupun kata dan ucapan) merupakan syarat utama terjadinya komunikasi yang dapat melahirkan respon. Tanpanya tak disebut sebagai kegiatan komunikasi karena tujuan utama dari sebuah komunikasi adalah pesan itu sendiri. Kata “hati-kati dan sungguh-sungguh” adalah sebuah pesan yang dapat melahirkan respon, baik respon baik maupun sebaliknya. Sang anak akan merespon pesan ayahnya sesuai dengan kapasitas pengetahuan dan pengalaman hidupnya. Jika responnya adalah seperti pertanyaan di atas “Kenapa harus hati-hati padahal tujuan utamanya adalah sampai pada tujuan? Dan kenapa harus sungguh-sungguh dalam belajar, toh tidak sungguh-sungguhpun tetap disebut pelajar? Maka kemungkinan yang terjadi adalah ia akan ngebut dalam perjalanan dan tidak mengindahkan protokol keselamatan dan pada saat yang sama kemungkinan juga ia akan belajar ala kadarnya karena ia hanya menggugurkan kewajiban sebagai pelajar saja.
Namun, jika sang anak memperhatikan pesan yang disampaikan oleh sang ayah, maka ia akan mengingat dan menerapkan pesan-pesan yang dititipkan kepadanya. Ia mungkin mengetahui dan menyadari, bahwa dalam perjalanan banyak hal-hal yang dapat membahayakan dirinya. Sehingga ia betul-betul menerapkan protokol keselamatan disebabkan oleh pesan sang ayah. Begitu pula dengan belajar, dibalik kata “sungguh-sungguh” ada pesan tersirat yang ingin disampaikan oleh sang ayah kepadanya bahwa, hanya dengan bersungguh-sungguh ia akan mendapatkan apa yang diinginkan. Tidak ada pilihan lain bagi dirinya selain mengamalkan pesan tersebut saat belajar.
Kebiasaan memberikan pesan kebajikan kepada anak-anaknya dilakukan oleh para orang tua terdahulu, para nabi dan orang-orang sholeh. Salah-satu dialog penyampaian pesan yang diabadikan oleh Al-Qur’an adalah dialog Luqman dan anaknya yang kemudian dijadikan sebagai dalil oleh sebagian orang dalam mendidik anak di zaman sekarang. “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, "Wahai anakku! Janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS: Luqman: 13)
Pesan agar tidak menyekutukan Allah merupakan pesan pertama dan paling utama bagi generasi pelanjut estafeta perjuangan. Karena sehebat apapun manusia jika ia tidak meng-Esakan Allah niscaya dirinya akan merugi baik di dunia juga di akhirat kelak. Selain pesan tauhid, tentu pesan kebajikan yang menyangkut hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan semesta merupakan pesan kehidupan berikutnya. Ada kesinambungan dan saling membutuhkan satu sama lain. Idealnya, pemuda pejuang yang diharapkan adalah pemuda yang kuat akidahnya, kuat ilmunya, kuat fisiknya, kuat amalnya dan kuat finansialnya.
Dalam banyak riwayat Luqman adalah seorang hamba yang sangat sholeh, taat beribadah dan baik akhlaknya. Banyak orang yang kagum akan kebaikan akhlaknya sehingga orang-orang berbondong-bondong dan datang bergerumul disampingnya untuk mendengarkan pesan-pesan kebijaksanaan darinya. Bernama lengkap Luqman bin Unaqa’ bin Sadun seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wan Nihayah. Teladan bagi seorang ayah dalam mendidik anak dan mengantarkannya menuju kesuksesan.
Luqman adalah sosok orang tua yang mampu mengkomunikasikan pesan-pesan kehidupan yang berorientasi dunia dan akhirat kepada anak-anaknya. Orang tua yang mengetahui bahwa tujuan hidup adalah menghamba dan menciptakan karya, bukan sekedar hidup lalu punah ditelan masa. Manusia sholeh dengan tingkat ketauhidan sangat tinggi kepada Allah SWT. Sehingga wajar kalau Allah kemudian mengabadikan dirinya menjadi salah satu nama surah dalam Alquran dan pesan-pesan kehidupannya dicantumkan didalamnya. Allah ingin memberitahukan kepada siapa saja yang menginginkan anak keturunannya menjadi anak yang sholeh dan menjadi pemuda pejuang, tirulah Luqman.
Seperti tulisan diawal, Luqman sebagai penyampai pesan mengetahui dan menyadari bahwa tauhid merupakan syarat utama untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Sehingga pesan pertama yang disampaikan kepada anaknya adalah Laa Tusrik Billah (jangan menyekutukan Allah) bukan yang lain. Ia menyadari dalam perjalanan meniti kehidupan akan banyak godaan keduniaan yang dapat membinasakan anaknya dan ia tidak menginginkan hal itu terjadi. Pengalaman hidupnya dalam menghamba dan beramal dapat ditransformasikan ke dalam jiwa anaknya melalui pesan-pesan pendidikan. Pesan inilah yang kemudian membentuk karakter seseorang menjadi pemuda pejuang.
Luqman juga berpesan kepada anaknya agar senantiasa mendirikan sholat, berbakti kepada kedua orangtua, berbuat ihsan dan tidak menyombongkan diri. Pesan agar senantiasa mendirikan sholat merupakan pesan kehambaan yang disampaikan Luqman kepada putranya, Luqman tahu bahwa salah satu tujuan diciptakannya manusia ke muka bumi adalah dalam rangka beribadah kepada Allah SWT “Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah kepadaku.” (QS: Adz Dzariyat: 56) Melalui rangkaian sholat seseorang telah mengakui bahwa dirinya merupakan makhluk yang lemah tak berdaya, dihadapan-Nya ia tersungkur sujud memuji Allah SWT sembari memohon pertolongan.
Rangkaian sholat diakhiri dengan mengucapkan salam dengan menolehkan wajah ke kanan dan kiri, menandakan bahwa manusia bukan hanya punya kewajiban untuk mensholehkan pribadinya. Namun, ia harus menoleh ke kanan dan ke kiri apakah adalah saudaranya yang belum melakukan kebaikan, mereka butuh uluran tangan dan ajakan untuk lebih dekat kepada Allah SWT. Inilah yang disebut dengan ke sholehan sosial, tak mementingkan pribadinya saja namun juga sekitar. Sehingga pesan Luqman selanjutnya adalah berbuat baik kepada kedua orangtua. Luqman memilih kedua orangtua yang harus diperhatikan, dimuliakan dan didoakan sebelum yang lainnya. Karena kedua orang tualah yang telah berjasa mengantarakan anak-anaknya menjadi sosok hamba yang sholeh. Ada maksud tersirat dalam pesan ini, yakni jangan sampai peduli pada orang lain sedangkan kedua orang tuanya diabaikan. Setelah berbuat baik kepada orang tua, barulah kepada masyarakat yang lebih luas sehingga kerja menyeru kepada kebajikan dan mencegah dari perbuatan mungkar dapat dilaksanakan sebagai salah fungsi dari kekhalifahan seseorang di muka bumi.
Rendah hati dan penyabar merupakan pesan selanjutnya yang disampaikan Luqman kepada anaknya. Ia berpesan agar sifat rendah hati alias tidak menyombongkan diri terhadap pencipta, manusia dan alam semesta dapat terpatri dalam jiwa anaknya. Karena sejatinya apa yang kita miliki saat ini merupakan anugerah dari Allah dan hanya Allah-lah yang punya kehendak akan semuanya. Dengan sifat rendah hati akan mengantarkan seseorang pada sifat tawadhu’ dan qana’ah pada apa yang telah Allah berikan dan tidak merasa mampu menguasai segalanya tanpa seizin-Nya. Begitu pula dengan sifat sabar, banyak tanjakan dan kerikil tajam yang harus dilalui dalam kehidupan. Ujian senantiasa hadir dalam ruang kehidupan seseorang. Sehingga sabar merupakan sifat yang harus dimiliki oleh seseorang yang ingin menggapai kesuksesan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Sabar disini bukan saja saat ditimpa musibah namun, saat menerima kebahagiaan dan kesuksesan kesabaran itu justru harus lebih dominan agar hawa nafsu yang ada pada diri seseorang dapat dikendalikan.
Kisah Luqman dan anaknya ini tentu sangat manarik untuk diteladani, khususnya jika ingin melahirkan pemuda pejuang. Orangtua harus mampu memberikan pesan kehidupan yang dapat di ejawantahkan oleh anak-anaknya agar dapat selamat dunia dan akhirat. Betapa banyak generasi sekarang yang orientasi hidupnya hanya pada tataran duniawi saja. Sedangkan kehidupan akhirat di kesampingkan. Salah satu penyebabnya tak lain adalah pesan yang disampaikan oleh orang tua mereka kepada generasi pelanjut perjuangan adalah pesan keduniaan. Mereka diminta untuk mengejar pangkat dan kedudukan duniawi tanpa memikirkan urusan ukhrawi yang menyebabkan pada kekosongan jiwa dan melalaikan kewajiban sebagai hamba. Tak ada pesan agar mereka menjadi manusia yang bermanfaat bagi alam semesta, justru sebaliknya ia hanya memikirkan dirinya sendiri.
Artinya bahwa pesan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam melahirkan dan mengantarkan generasi pelanjut perjuangan menjadi sosok pemuda pejuang. Kesalahan memberikan pesan kehidupan akan berdampak pada hasil akhir dari sebuah perjalanan hidup. Pesan kehidupan yang mesti disampaikan kepada generasi pelanjut perjuangan adalah pesan yang berorientasi pada kehidupan yang abadi, buka kehidupan duniawi yang sementara. Sosok pemuda pejuang hanya akan lahir dari orang tua yang mampu mentrasnformasikan visi besar kehidupannya melalui pesan-pesan kehidupan yang disampaikan, seperti kisah Luqman yang termaktub dalam Alqur’an.