kuikuti dia ke luar kota
"Kalo begitu pecat saja aku jika memang itu maumu," tantangnya sambil mengusap wajahnya yang berbekas merah oleh gambar tanganku.

"Oh, kau pikir aku aku akan segan padamu? jika memang kau punya harga diri silakan ambil semua barang-barangmu dan ditinggalkan kantor ini secepatnya," jawabku.

"Bagaimana kalau aku tidak mau? Kau pikir mudah saja memecat pegawai tanpa alasan? Dan kau pkikir aku akan diam? kau tidak bisa berbuat semena-mena kepadaku," jawabnya.

"Pokoknya sore ini aku harus mendapatkanmu sudah pinta ke ruang kepala office boy, dan juga, kau jangan lagi pake kemeja dan jas."

"Lalu aku pake apa?"

"Seragam office boy, tentunya," jawabku sengit sambil berlalu meninggalkannya yang berdiri terpaku, menatap kosong dan entah apa yang dia rasakan."

**

Dua hari berlalu setelah pertengkaran itu.
 Aku memintanya untuk pergi ke luar daerah untuk mengecek stok di gudang dari cabang kantor kami.

Ia tak banyak bicara atau menentang perintahku saaat itu, mungkin ia menyadari bahwa jika karirnya hancur tentu akan sulit memulihkannya seperti semula, lagi pula untuk mencapai jenjang karir tertentu dia harus menempuh beberapa jalan dan bersabar selama bertahun-tahun.


[Mbak, hari ini aku sakit ] Ada pesan dari gundik suamiku yang mengatakan dia sedang sakit.

[Kok tumben kamu sakit, apakah karena kau tahu jika, Mas Derry tak akan masuk kantor? ]

[Saya sama sekali tidak tahu tentang itu, Bu ]

[Mengapa kamu Tmtak bisa konsisten menyebutku antara sebutan Ibu atau Mbak, ingat aku bukan kakakmu!]

[Maafkan saya, Bu ]

[Kamu harus masuk esok hari jika tak mau gaji kamu dipecat dan mendekam dalam penjara. Iya kan?]

[Iya, Bu. Saya akan ingat itu, dan saya akan berusaha untuk masuk secepatnya]

[Ingat Firda, jika kau berencana untuk menyusahkan atau merugikanmu, maka sebaiknya hapus semua harapan itu, aku tak akan membiarkan harapanmu terjadi dengan mudah. Lagipula ... beraninya kau mendambakan suamiku.]

[Itu tidak lagi, Mbak]

Ah, Mbak lagi!

**

Aku mengutus seseorang untuk mengikuti suamiku ke luar daerah, akun tahu, sebagai pria jiwa petualangannya, sangat keras, semakin dilarang semakin akan tertantang jiwa beraninya.

Pria yang kutugaskan mengikutinya, melaporkan bahwa Mas Derry,   menginap di hotel yang disediakan perusahaan dan belum kemana mana setelah kembali dari  tugasnya.

Hingga beberapa waktu berselang, ia mengirimkan sebuah video, yang pertama Mas Derry masuk ke dalam lift dan di pemberhentian berikutnya di lantai bawah seorang wanita masuk, dan dari rekaman kamera tersembunyi yang dibawa mata mataku, kebetulan ia mengikuti Mas Derry, dari rekamannya dia adalah Firda. Ia memeluk Mas Derrry dan lelakiku membalas dengan dekapan, dan menjatuhkan kepalanya  mesra di bahu wanita tu.

Sesaat kemudian mereka salinh menngecup dan saling memandang dengan penuh  rasa cinta.

Tentu, menyaksikan itu dadaku jadi panas, urat-urat kepalaku menegang, tanganku mencengkeram kuat ponsel dan rasanya aku ingin meledak seketika.

Mereka terlihat keluar dari lift dan kamera terus mengikuti mereka hingga masuk ke dalam.kamar Mas Derry. Pintu tertutup dan rekaman berakhir.

[ Bagaimana pun caranya, tolong rekam aktivitas di dalam ruangan itu.]

[Baik, Nyonya.]

[Aku akan mengandalkanmu]

Lima menit berikutnya, rekaman live streaming kembali tersambung di ponselku.
Mata mata yang kuurus terlihat mengetik pintu dan Mas Derry membukakannya denha senyuman.


"Maaf Pak. Saya izin mengganti Handuk di kamar mandi," ujar pria itu.

"Oh, baik." Mas Derry mempersilakannya.

Di momen itulah ia meletakkan sebuah kamera di dekat wastafel dan segera meletakkan handuk tak jauh dari itu.

"Terima kasih, ya Mas," ujar Mas Derry sambil menyodorkan selembar uang.

"Sama-sama, Pak."

"Tapi ... Saya ingin tanya, kok kamu gak pake seragam kayak petugas hotel lain?" tanya Mas Derry yang terlihat curiga.

"Saya ... sebenarnya baru masuk, sedikit terlambat, namun maafkan saya, ya Pak," jawab utusanku itu.

"Oh, tapi ...."

"Sudahlah sayang, biarkan Masnya pergi, dia mau kerja," ujar Firda dengan manja.  

Kini posis wanita itu duduk bersandar manja di sofa warna merah. Mas Derry mendekat dan memeluk wanita itu hingga posisi mereka jatuh dan suamiku menindih tubuh sintalnya.

Wanita itu mengeluh manja dan suamiku malah mendaratkan kecupan mesra. Mereka lantas berkasih kasihan, lalu beberapa menit kemudian Mas Derry mengangkatnya dan mereka berpindah ke tempat tidur.

Menyaksikan adegan vulgar secara live, dengan tokoh adalah suami sendiri rasanya dadaku kian tertekan, seolah ada batu besar yang menindih dada ini, aku bisa merasakan bahwa saat ini dadaku sesak dan tanganku gemetaran menahan emosi.

Sementara adegan bercinta terus berlangsung aku berusaha menelpon Mas Derry namun ia mematikan ponselnya.

"Ya Allah, sebegini liarkah dia?"

Mereka terlihat saling melepas dari rengkuhan, dengan senyum puas. Dan tak lama kemudian Mas Derry  mengangkat kekasihnya, ia menggendong wanita itu ke kamar mandi dalam keadaan tanpa sehelai benang pun menutupi kulit mereka.  Ya Allah ... keterlaluan.

Sepertinya kali ini aku sudah berada di puncak rasa jijik sebagai istri yang sudah banyak berkorban dan mendukungnya.

Mungkin aku memang kasar dalam menanggaoi masalah ini, namun jika ini terjadi pada orang lain,  akuntak bisa membayangkan apakah sang istri akan diam dan bersikap elegan atau malah tidak tahan untuk menahan emosi sepertiku. Yang pasti respon seseorang memang berbeda tergantung kepribadian masing-masing dan khusus untuk masalah ini, aku memilih untuk tidak mengalah dan berhenti bersikap lembut padanya.

Lagipula, ia sudah dimabuk cinta,  jadi untuk menyadarkan orang yang jatuh cinta kurasa, nyaris mustahil. 

Ingin rasanya berkendara ke kota itu, memergoki mereka dan melabrak mereka dengan kasar, membawa segerombolan Pol PP dan menahan mereka di dinas sosial, tapi sayang jarakku amat jauh dari mereka.

Jadi biarlah, untuk sementara, aku akan menunggu Mas Derry pulang dan memberinya pelajaran. Juga Firda, wanita menjijikkan itu, aku akan mencekiknya!