Sepanjang perjalanan menuju rumah aku dengan gerak cepat menelpon mertua dan orang tuaku sembari mengundang mereka untuk datang ke rumah.
Mereka bertanya kepadaku dalam rangka apa aku mengumpulkan mereka secara tiba-tiba,dan kujawab hanya ingin makan malam dan membicarakan sesuatu saja.
Mobil diparkir oleh Pak Ridwan di garasi lalu aku keluar dengan langkah anggun menuju pintu utama dan masuk ke ruang tamu.
Di ruang tamu yang megah dengan sofa berwarna keemasan dan meja marmer seharga 36 juta yang dihiasi dengan vas bunga mawar segar, Mas Deri terlihat duduk dan gelisah menungguku. Melihatku datang dia segera bangkit dan ketika aku mendekat ia langsung menjatuhkan diri dan memeluk lututku.
"Kamu ada penjelasan tentang apa yang terjadi ini Mas?"
"Mohon jangan marah dan memukulku, aku hanya tidak sengaja melakukan semua ini," ujarnya gemetar.
"Bagaimana maksudmu tidak sengaja?" tanyaku pelan dengan maksud mengorek informasi darinya.
"Saat itu kami berjumpa di pertemuan manager antar perusahaan, di sanalah aku berkenalan dan semua itu berlanjut tanpa bisa aku kendalikan." Ia menunduk dalam.
Rasanya, mendengar itu tanganku tercengkeram kuat dan ada dorongan gemas dan ingin melayangkan sebuah tinjuan ke keningnya. Namun cara itu tidak akan berhasil jika aku semakin keras kepadanya.
"Aku yakin kau sangat mencintainya," ujarku sambil duduk dan melipat tangan menyilang ke dada.
"Aku hanya merasa sedikit ... bergairah ...,"ungkapnya lirih.
Ah, dadaku bergemuruh, berani-beraninya bilang bergairah seolah aku sampah yang tidak menggairahkan sisi kelaki-lakian, Timan!
Tentu saja aku semakin emosi mendengar semua itu, ingin rasanya aku cabut sepatu heels yang kukenakan ini lalu menusukkan bagian yang tajam ke atas ubun-ubunnya, namun aku tidak mau jadi kriminal gara-gara cinta segitiga.
Tak lama kemudian mertua dan orang tuaku datang dan langsung kipersilahkan mereka duduk di kursi yang tersedia.
"Ada apa kamu mengumpulkan kami, Wanda?" tanya ibu mertua sambil menatapku bergantian dengan anaknya.
"Silakan duduk, asistenku akan membawakan minuman dingin," ujarku sambil tersenyum.
"Derry terlihat khawatir, apakah ada sesuatu yang terjadi?" tanya ibuku.
"Begini Ibu, mohon dengarkan saya Ibu dan Ayah mertua, saya ingin membicarakan perihal kelakuan Mas Deri dan kelangsungan rumah tangga saya."
Kedua orang tua kami saling bertatapan satu sama lain, sementara Mas Derry terlihat tidak nyaman dan sedikit panik Ia terus memberi isyarat kepadaku agar tidak melanjutkan kata-kataku, ia terus menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju.
"Katakan apa yang terjadi Wanda, kami penasaran," kata ayah mertua.
"Aku sebenarnya tidak percaya dengan kenyataan ini, namun akhir-akhir ini Mas Deri sering menemui seorang wanita tanpa sepengetahuanku."
"Seorang wanita? Apa maksudmu?" tanya ibunda Mas Deri dengan gugup.
"Mas Derry berselingkuh dengan karyawati dari perusahaan yang bekerjasama dengan perusahaanku, aku sudah bicara dengan si wanita dan dia mengaku sangat mencintai Mas Deri."*
"Apa?! mana mungkin begitu!" kata ayah dari Mas Deri, ia murka dan langsung berdiri.
"Mas Deri pun terlihat sangat mencintai wanita itu, Ayah, jadi aku tidak bisa berbuat apa-apa," gumamku.
"Mana bisa begitu, Ayah tidak setuju," ujar Ayah mertua.
"Derry, yang benar kamu Nak? masak kamu mau meninggalkan istrimu yang berharga demi wanita yang tidak segan-segan menggodaa pria yang sudah menikah? apakah kamu yakin setelah dia mendapatkanmu, dia tidak akan berbuat rendah seperti itu lagi?" tanya Ibuku.
"Maafkan aku Ibu, mulai detik ini aku akan putus dengannya dan aku akan memperbaiki hubungan dengan Wanda," ujarnya yang memohon kepada orang tua kami.
"Tapi aku tidak sudi menerimamu lagi Mas Derry! aku jijik, apalagi teringat gombalan yang kau kirimkan di secarik kertas di dalam paket online itu."
"Itu bukan tulisanku, itu hanya ... sesuatu yang aku pesankan ke pihak penjual," sanggahnya sambil berkali-kali mengibaskan tangan ke udara tanda tidak mengakui perbuatannya.
Entah, bodoh atau konyol, suamiku sangat ingin membela dirinya. Hah!
"Meski kau tidak menulisnya tapi kau memesannya yang jelas-jelas itu adalah perbuatanmu, kau benar-benar tidak tahu malu," geramku.
Ibu mertua berdiri dan berusaha menangani kami,
"Wanda ... Nak ... Biar ibu yang bicara sama Deri, ibu akan memarahinya dan ibu akan memastikan bahwa dia tidak akan mengulangi perbuatan ini," kata Ibu mertua kepadaku.
Jelas mereka tidak akan setuju jika aku berpisah dengan anak mereka. Kenapa bisa begitu? karena aku telah menyokong 70% dari biaya hidup mereka yang mewah Jadi tanpa aku, mereka bukanlah apa-apa.
**
Keesoakan hari, pagi pagi sekali, aku mendapatkan nomor telepon di Firda dari Pak Ridwan yang memeriksa ponsel suamiku.Dia mengangkatnya dan aku langsung bicara.
"Aku ingin bertemu denganmu sore ini di cafe Great El," pintaku.
"Maaf, aku tidak bisa datang," jawabnya menolak.
"Bagaimana dengan video ini, mungkin jika aku mempostingnya ke sosial media,adegan jambak-jambakan dan seorang lelaki yang ditemukan di dalam lemari akan menjadi konsumsi publik yang menggelikan, kalian akan ditertawakan," ujarku dengan nada pelan namun tegas.
"Aku tidak takut, Mbak."
"Jangan berbohong! padahal di dalam hatimu merasa gentar, aku tahu kau tidak punya pendukung yang bagus di belakangmu, kau juga berasal dari golongan menengah ke bawah yang butuh uang untuk menyokong biaya hidup, jadi jangan munafik!"
"Apa yang sungguh Mbak inginkan?"
"Aku ingin membalas dendam kepadamu ... tapi aku akan menahannya, jika kau mampu meminta maaf dan bertanggung jawab atas yang telah kau lakukan."
"Apa maksudmu Mbak?" Kelihatannya dia tak mengerti.
"Kau harus mengganti semua benda-benda yang kau terima dari Deri."
"Aku tidak memintanya, tapi dia sendiri yang memberikanku," sanggahnya.
"Tetap saja kau harus mengembalikannya!"
"Mbak tidak bisa memaksaku, lagipula benda-benda yang diberikan kepadaku itu adalah hakku."
"Bicara tentang hak, aku bisa menjeratmu dengan pasal penipuan dan pemerasan kepada suami orang. Aku yakin setelah itu nama baikmu akan hancur dan kau akan kesulitan untuk melanjutkan hidup dan mencari pekerjaan," ujarku menyerang mentalnya.
"Lantas apa yang Mbak inginkan dariku?"
"Ganti uangku dengan cara bekerja di perusahaanku!"
"Apa maksudmu Mbak? Aku makin heran, kamu gak takut aku makin dekat sama Mas Derry?"
"Kudengar ayahmu mengalami gagal ginjal dan harus di dialisis setiap 2 minggu sekali, aku yakin kau bekerja sekuat tenaga untuk bisa membayar pengobatannya, betul?"
"Betul, namun jangan mengancamku!" Ia meninggikan suara.
"Kau masih ingin hidup, atau kau ingin hancur?!" bentakku keras, aku bisa bayangkan bagaimana ekspresinya di seberang sana.
"A-apa yang harus aku lakukan untukmu, Mbak?" tanyanya dengan suara tercekat dan nada yang putus-putus.
"Kau harus menjadi asistenku, asisten pribadiku. Dengan begitu aku bisa memaafkan perbuatanmu, serta ... Ayahmu tetap bisa hidup!"
"Maksudmu ... kau akan menjadikanku budak, Mbak?"
"Tak kusangka kau sangat pintar menebak arah pembicaraan. jadi, aku akan menunggumu di restoran sore nanti dan aku akan menerima tanda terima kontrakmu," ujarku santai.
"Kau yang mengerikan, Mbak, kau memerasku!" Dia terdengar menangis dari seberang sana.
"Aku masih berbaik hati dan akan menahan diri tidak membuat rekaman video ini bocor, jadi kau harus bijak menentukan pilihan," balasku sambil menutup pembicaraan dengan wanita murahan itu.