Dikenalkan Sebagai Istri

"Neng saja terkejut melihat diri sendiri, apalagi orang lain. Kalau mau menghapus air mata itu pakai sapu tangan dan pelan-pelan saja, " ujar Bi Mira, terkekeh melihatku. 

Aku cuma bisa nyengir dan meminta maaf pada perias yang sudah susah payah mendandani ku dan harus rusak dalam hitungan detik. 

"Gak apa-apa, masih bisa diperbaiki, Mbak. Plis, jangan sampai mengecewakan Pak Rayhan. Bisa-bisa dia gak memakai jasaku lagi," balas perias cantik itu, tersenyum tulus. 

Dengan gerakannya yang lihai, ia merapikan riasanku. Tak menunggu lama, semuanya sudh siap sehingga aku dan Bibi langsung menuju mobil yang sudah menunggu sesuai instruksi calon suamiku. 

Jantungku berdetak lebih kencang karena akan ada seorang pria yang akan memikul tanggung jawab terhadapku. Aku bukan Nara yang dulu lagi, melainkan istri seorang pengusaha. Aku sudah menyiapkan hati jika nanti akan semakin banyak isu miring menerpa hubungan kami. Biarkan sajalah, memang banyak orang luar yang sibuk mengomentari hidup orang lain sampai tak sadar dengan masalah hidupnya yang lebih parah. Begitu bersimpati dengan orang yang belum tentu mengatakan kebenaran melalu sosial media, tapi keluarga yang jelas didepan mata tidak dipedulikan. 

Jadi, aku tidak akan ambil pusing dengan komentar netijen lagi, asalkan tidak membahayakanku  saat berada di luar. 

Tak terasa, kami sudah sampai di sebuah mesjid yang dihadiri beberapa orang saksi. Mas Rayhan sepertinya terperangah menatapku hingga menelan lidah berkali-kali. Dengan lantang Mas Rayhan menyebut namaku dan juga mendiang Ayah setelah penghulu mengucapkan ijab. 

Aku tak mampu menahan air mata. Mungkin jika keluargaku masih ada, Ayah dan Ibu akan malu dengan posisiku sekarang yang menjadi istri kedua. Menikah di tempat tertutup dan tidak dihadiri keluarga suami. 

Aku bisa apa? Aku ini cuma orang miskin. Andai saja ada keluarga untuk bernaung, mungkin tawaran Mas Rayhan masih bisa kutolak. Ada keluarga yang akan membelaku. Tapi semuanya cuma kenangan. Nyatanya aku tak punya apa-apa dan beruntung dipersunting seorang pangeran. 

Setelah acara selesai, semuanya bubar. Bibi duluan pulang dan aku akan pergi bersama suamiku. 

"Mau kemana kita, Mas?" tanyaku heran karena ini bukan arah ke apartemen. 

"Hari ini ada pertemuan bisnis yang dihadiri banyak pengusaha dan Mas akan memperkenalkanmu sebagai istri."

"Apa?" pekikku. Mas Rayhan terkejut dan menghentikan mobil mendadak. 

"Kamu tidak mau dikenalkan?" cecarnya, menatap mataku. 

"Mau, Mas. Tapi apakah ini tidak terlalu cepat? Dan apa Mas gak malu mengatakan kalau gadis kampungan ini sebagai istri Mas?"

Aku balik bertanya. Aku tak menyangka kalau akan dikenalkan sebagai istrinya di hadapan  banyak orang. Apa aku sanggup melihat tatapan marah atau menghina orang lain karena aku ini seorang pelakor? 

"Kita kan sudah komitmen sejak awal kalau ini untuk membalas mantan pacarmu dan Sarah yang sudah mengkhianati kita. Mas akan membelamu dari siapa saja yang berusaha menyakiti hati dan fisikmu. Dan aku siap mencintaimu jika memang kamu kuat berada dalam posisi sulit bersamaku. Aku hanya takut kalau suatu hari kamu menyerah dengan keadaan."

Aku mengambil sapu tangan dan menekan sudut mata dengan pelan agar riasanku tidak luntur. Kata-kata Mas Rayhan membuatku terharu. Andai saja kami bertemu sebelum dia menikahi Sarah, pasti hidupku jauh lebih bahagia. 

"Apa pun yang terjadi, aku akan setia menemanimu, Mas. Aku tidak akan pernah menyerah dan akan mempertahankan hubungan ini," balasku. 

Mas Rayhan tersenyum dan mencium pucuk kepalaku, lantas melajukan kenderaan roda empat miliknya ke sebuah toko pakaian. 

"Baru kemarin kita beli baju banyak, Mas. Apa mesti beli baju lagi?"

"Iya, karena kamu akan jadi pusat perhatian hari ini. Gak mungkin pakai baju akad. Kamu istri yang istimewa. Kemarin sudah Mas pesan agar mereka mencarikan baju yang membuat semua orang takjub padamu," balasnya. 

Aku menurut saja, terhanyut dalam perhatian lelaki yang kini jadi suamiku. 

Tak sampai setengah jam, aku sudah siap dengan dress lengan pendek, tapi panjangnya di atas mata kaki. Warnanya salem dengan sedikit pernak-pernik yang membuatku merasa semakin bercahaya. 

Sepanjang perjalanan menuju lokasi pesta bisnis, Mas Rayhan hanya diam dan sesekali melirikku. Aku memang terlihat lebih cantik dari sebelumnya, tapi istri pertamanya sudah menawan sejak dahulu. Kenapa Mas Rayhan malah terpesona padaku? Entahlah. 

Sebuah hotel mewah menjadi tujuan kami. Seumur-umur, baru pertama kali aku ke sini dan datang bersama suamiku yang juga milik orang lain. 

Mas Rayhan merenggangkan lengan, memberikan kode agar aku mengamit lengannya. 

"Jangan cemas, semuanya akan baik-baik saja," lirih Mas Rayhan sembari mengusap-usap punggung tanganku. 

Beberapa orang yang berpapasan dengan kami memandangku dengan tatapan yang sulit kuartikan. 

"Siapa dia, Pak Rayhan? Kenapa gak datang dengan Bu Sarah? Apa kalian bertengkar gara-gara kejadian yang viral itu?" cecar seseorang dengan suara pelan. Apa mereka tak mengenalku? 

Suamiku tersenyum, lantas mengajakku ke podium. 

"Saya mau mengklarifikasi tentang kejadian kemarin yang sempat diviralkan istriku dan ditanyakan beberapa pihak tentang kebenaranya. Saya mau bilang kalau itu cuma salah paham. Ini Nara,dia bukan pelakor, tapi istri keduaku. Semuanya pasti tahu kalau beristri dua lebih baik daripada beristri satu tapi selingkuh berujung zina."

Mas Rayhan bicara tegas menggunakan pengeras suara. Duh, meleleh hatiku, Mas. 


Komentar

Login untuk melihat komentar!