Memotret Perempuan Tangguh:
Suamiku 3 Loh!
(Pipiet Senja)
Wanchai, Jumat, 30 September 2011
Kutulis catatan ini di kawasan Mesjid Ammar Wanchai sambil menunggu teman yang mengundang Yam Cha. Yakni semacam sarapan dengan penganan berupa dim sung.
Jika kita mencermati tingkah-polah para perantau, tenaga kerja wanita, TKW alias BMI di negerinya si Jackie Chan, maka akan segera tersimpulkan sebagai berikut;
Kelompok pertama adalah para perempuan tangguh, apakah itu berjilbab ataupun tidak, mereka teguh memantapkan niat awalnya; demi kesejahteraan keluarga, mencari nafkah ke Hongkong.
Mereka sungguh memelihara kehormatan, harga diri sebagai perempuan baik-baik, salehah. Kebanyakan mereka tergabung pada organisasi keagamaan, LSM positif. Mereka inilah yang bakalan pulang ke Tanah Air dengan kebanggaan, kehormatan dan kesuksesan.
Pendidikan tinggi, meskipun awalnya hanya tamatan SD, memiliki bekal yang berlebih, pokoknya membanggakanlah!
Kelompok kedua adalah para perempuan yang kebablasan. Dalam artian, niat awalnya tak jelas yang penting menikmati hidup, kebebasan dan kemerdekaan, mengejar keduniawian semata.
Mereka banyak yang berubah seperti bunglon, umpamanya mengganti busana dan perilaku sebagai tomboy; anak TB, istilahnya.
Mereka bermunculan sebagai penggila kenikmatan sesaat.
Ada yang sungguhan memiliki pasangan cinta sejenis, bahkan sampai menikah secara resmi segala. Hongkong memungkinkan hal ini.
Acapkali saya menyaksikan bagaimana kegilaan kelompok ini. Berhura-hura, bersenang-senang dan indehoy seenaknya di Victoria Park ataupun Kowloon Park dengan bangsa Bangladesh atau lelaki sejenis si Sarukh Khan itu loh.
Pernah saya ngobrol dengan salah seorang perempuan (30-an), wajahnya memang ayu, bodinya pun aduhay bohay, lengkap dengan aroma parfum semerbak. Dia mau saja curhatan secara blak-blakan, bahkan dengan bangga bicara tentang kebinalan dirinya.
”Wheeei, aku punya suami tiga loh! Satu di Madiun, satu bos di Hongkong, dan satu lagi bos dari Taiwan!”
Gubraaaak!
Dia bicara demikian sambil tak henti merokok, menjepit sigaretnya dengan gaya artis. Sudahlah busananya pun modis, memperlihatkan bulu ketek kiwir-kiwir, sepatu hak tinggi.
Bicaranya campur baur, Inggris, Kantonis campursari dialek Jawa Timuran. Bedeuh!
Kemudian, ada lagi kelompok yang menamakan dirinya: Persib!
Jangan salah, ya, ini bukan Persatuan Sepakbola Bandung. Yang ini mengandung makna; Persatuan Istri Bule.
Mereka masih muda-muda, rata-rata berbodi tinggi ramping, rambutnya kebanyakan sudah dicat ada yang pirang, ungu, blonde, de-el-el.
Persib ini terkesan ekslusif, mungkin memang sudah punya komitmen dengan pasangannya, entah dinikahi resmi atau hanya kumpul kebo.
Pendeknya, perempuan yang tergabung di Persib ala Hongkong ini, biasanya memanfaatkan waktu untuk blanja-blanji, shoping dan menuntut ilmu di St. Mary’s, umpamanya. Maklum, banyak juga hanya lulusan SD atau SMP. Jadi, mereka ikut kejar Paket C dan Paket B, begitulah.
Terakhir, kelompok para korban. Apakah itu korban underpay atau gaji di bawah standar, dipecat, maupun korban penganiayaan dan pelecehan seksual.
Mereka inilah yang tinggal di shelter-shelter, menanti kasusnya masing-masing diurus oleh pemerintah Hongkong.
Maklum, pemerintah kita sendiri nyaris tak bisa diandalkan. Hmmm, sebegini dululah, ya, untuk sementara laporan dari negeri beton.
Eh, ini ditutup masih di kawasan Masjid Wanchai.
Kemanakah gerangan itu Mega Vristian dan Retno Uswatun?
Baiklah, sepertinya harus kucari sendiri ke dalam Masjid Ammar Wanchai yang dikelola oleh Islamic Union. Kebanyakan didominasi oleh bangsa Pakistan dan Mesir.
Chao, semangat; kayau!
@@@