BAB 5
BANGGA MENGHAMILI DUA WANITA
PoV Ambar
Setelah melakukan akad sesuai permintaan keluarga Rika, keluarga besarku pun pulang ke rumah. Aku tak diperkenankan pergi oleh Rika, minimal satu minggu katanya. Itu pun aku tak boleh menemui Dewi. Ah, aturan macam apa itu?
Malam ini aku membaringkan diri di ranjang. Tubuhku cukup lelah hari ini, juga jiwa serta pikiran. Keluargaku juga sepertinya sudah kecewa berat dan tak mau lagi terlalu peduli dengan putra sulungnya ini.
Entahlah, sebenarnya malas digandeng tangan oleh Rika. Namun, aku tak bisa berbuat apa-apa. Memang benar semua ini salahku. Kedua wanita tersebut hamil sebab ulahku sendiri.
Ada hal yang membuat heran, aku bahkan tidak mengetahui kabar kehamilan Dewi. Ia belum mengatakannya. Ah, wanita itu terlalu lemah. Mengapa tak berterus terang saja kalau hamil sudah tiga minggu. Mungkin Dewi malu mengakuinya, karena ia pikir kami memang akan melangsungkan pernikahan. Ia mencoba menyembunyikan kehamilannya padaku dan semua orang.
Aku terperanjat, karena memang benar-benar tidak tahu kalau Rika ternyata hamil. Begitu juga dengan Dewi. Namun, harus tetap kuakui memang pernah melakukan zina dengan mereka berdua.
Kejadian dengan Rika merupakan ketidaksengajaan belaka. Saat malam nahas itu, aku sedang mabuk berat akibat dicekcoki miras oleh teman-teman. Tentu saja, aku ke bar tanpa sepengetahuan kedua orang tua. Yang kuingat saat itu Rika sedang menari dan hanyut dalam iringan musik disko. Kemudian, ia mendatangiku dan menyapa dengan nakal. Setelah itu, entah bagaimana aku tidak ingat lagi hingga pagi hari menjelang, kudapati kami tidur seranjang dengan keadaan tak berpakaian. Lokasi tersebut di hotel tak jauh dari bar tempat kami nongkrong sebelumnya.
Memang sejak lama Rika menyukaiku, tetapi aku menolak. Sebab, ia terlihat bak wanita nakal. Tempat tongkrongannya selalu saja bar, diskotik, kafe, dan salon. Ada sedikit keraguan saat mengingat semua hal buruk tentang Rika. Apakah benar bahwa janin itu adalah anakku?
Sepertinya memang anakku, ya? Ah, entahlah. Apa itu bayiku atau bayi lelaki lain. Namun, saat pagi ada noda di seprei putih hotel. Sudah cukup bukti untuk meyakinkan bahwa itu anakku, bukanlah anak jin. Jika ada jin, mungkin akulah jin tersebut.
“Mas,” tegur Rika.
“Hmm,” jawabku singkat.
“Kok ngelamun, sih?” Lagi-lagi wanita ini ingin terus dekat denganku. Memangnya siapa yang mencintainya? Aku hanya memikirkan nasib calon bayiku.
Dalam hidupku selalu berusaha agar tak pernah menyakiti wanita, lebih baik mengalah daripada melukai hati kaum hawa. Itu sebabnya, aku tak sampai hati untuk kasar pada Rika.
Eh, tunggu! Tetapi tadi aku sudah menyakiti hati Dewi, kan? Pasti ia sedang sedih sekali, sampai ia sempat pingsan tadi. Semoga dia masih bernapas! Astaga, aku ngomong apa! Dewi itu gadis yang sangat kucintai, semoga ia sehat selalu.
Dewi saja si gadis yang baik hati dan berilmu bisa jatuh begitu saja dalam pelukanku, bahkan dengan sifatku yang selalu mengalah dan tak pernah sekalipun menyakiti dia selama kami kenal pun mampu menggoyahkan imannya kala itu. Ah, aku lelaki hebat nan jantan.
“Tuh, kan ngelamun lagi,” sungut Rika.
“Memangnya ada apa?” tanyaku pelan. Walaupun dalam hati banyak cercaan terhadapnya. Biarkan saja, toh dia bukan dukun yang bisa mendengar suara hatiku.
“Mas.” Rika mendekati wajahku, hingga perut buncitnya menyentuh perutku.
Rika menyentuh kedua pipiku dengan lembut, perlahan ia******bajuku. Maksudnya apa coba? Wanita aneh.
“Rika, tidurlah. Sudah malam,” tepisku halus.
Perlahan aku menjauh darinya. Wanita ini memang bodoh rupanya. Bukankah harus akad lagi setelah ia melahirkan nanti? Itu artinya kami harus jaga jarak dulu.
“Mas!”
“Iya, Dewi,” ucapku.
Aduh, aku salah sebut nama. Memang hanya Dewi yang saat ini aku cintai. Wajahnya selalu terbayang dipelupuk mata. Mampus! Rika pasti akan marah padaku.
Plak!
Satu tamparan mendarat ke pipi kiri. Nah kan dia marah! Padahal aku Cuma keceplosan saja. Lumayan sakit juga tamparan wanita hamil ini. Untung saja dia perempuan, kalau lelaki pasti sudah kubalas tamparannya.
“Maafkan, aku Rika.” Aku pura-pura menyesal dengan memasang wajah sedih.
“Sakit sekali hatiku saat kau sebut nama itu!” Suara Rika mulai meninggi. Tentu saja wanita itu pasti cemburu berat.
Kutatap wajah marah Rika. Memangnya apa urusanmu? Aku kan memang mencintai Dewi, wajar saja ingatanku selalu tentang dia. Kau cemburu? Itu urusanmu, bukan urusanku. Aku terus menghardik dalam hati, tak tega kuungkapkan. Setelah kuperhatikan, Rika memang cantik. Mengapa aku baru menyadarinya sekarang?
“Iya, maaf. Apa yang kau risaukan? Bukankah sekarang aku sedang berada disisimu, Say?” Aku mencoba menenangkan wanita berambut sebahu ini.
Semoga saja Rika mau memaafkanku. Ya, walaupun sebenarnya dimaafkan atau tidak itu tidak penting bagiku. Hari ini bagaikan mimpi.
“Okelah,” jawab Rika singkat.
“Makasih, Say,” sahutku santai.
Akhirnya wanita ini menyerah. Entah karena ia sangat mencintaiku atau mungkin karena ia tersipu saat kupanggil dengan kata “Say” barusan itu?
Kulihat pipinya kini bersemu merah bak buah tomat matang. Ah, kena kau Rika! Dikiranya say itu “Sayang” padahal say itu menurutku adalah “Saython”. Aku tertawa geli dalam hati.
“Aku mau ke kamar mandi dulu,” pamitku.
Sebenarnya aku tak mau buang hajat, hanya ingin menghindari wanita hamil tersebut yang tampak liar. Aku duduk di kloset, memikirkan tentang hari ini.
Aku yang kini telah mempermalukan keluarga besar Tumenggung. Ayah sangat kecewa besar. Tak pantas lagi nama Tumenggung tertulis di belakang nama Ambar itu.
Bagaimana bisa aku sampai menghamili dua wanita sekaligus? Sekarang jadi petaka untukku. Seharusnya aku hanya melakukan dengan Dewi saja, tidak dengan Rika.
Tetapi, saat kejadian dengan Rika kondisiku sedang tidak sadar. Berarti bisa dikatakan aku tak salah, bukan?
Walaupun begitu, aku akan tetap menjaga dan menyayangi anakku. Ya, semuanya walaupun dari ibu yang berbeda. Kejantananku sudah sangat terbuktikan sekarang.
Dalam satu minggu ini, aku harus menahan diri di rumah Rika. Setelah itu aku akan menemui Dewi. Tak peduli sebesar apa amarah ayahnya. Jujur, aku menghawatirkan kondisi Dewi. Ia juga merupakan ibu dari calon anakku.
Semua ini sudah terjadi, aku tak ingin terus menyesali diri. Sepertinya seru juga kalau punya istri dua. Seandainya saja suatu hari nanti Dewi dan Rika bisa akur dan mau tinggal satu atap. Sungguh surga dunia bagiku! Aku akan belajar mencintai Rika juga.
“Mas! Lama amat di kamar mandi.” Suara Rika nyaring di depan pintu.
“Sakit perut, nih,” ucapku berbohong.
Ah dasar wanita itu mengganggu hayalanku saja. Orang lagi enak-enak malah merusak suasana. Tak sabar rasanya menunggu saat mereka selesai melahirkan. Aku akan punya istri dua. Jika mereka setuju, mungkin aku akan menggenapkan istri sampai empat. Aku tertawa geli, hayalan macam apa ini. Wanita mana yang rela dimadu?
Bersambung.....