ALASAN SUAMI SELALU MENYURUHKU UNTUK KB (5)
Happy reading.
🌹🌹🌹
Kutarik napas dalam-dalam. Dan lantas mengetik balasan pesan untuk mas Bagas.
[Ini aku baru aja ke luar dari rumah sakit, Mas.] balasku dengan emot senyum. Padahal sesungguhnya hatiku menangis.
[Oh, kalau gitu hati-hati ya, pulangnya. Mas kerja dulu.] balas mas Bagas cepat.
Setelahnya kumatikan gawaiku dengan tombol samping. Mataku kembali terfokus pada mobil mas Bagas yang mulai mundur dan melesak meninggalkan halaman rumah ibu.
Aku masih di sini. Menyaksikan kedekatan ibu dan Azkia. Dua wanita beda usia itu sangat dekat, mereka layaknya kerabat dan bahkan bisa dikatakan kedekatan mereka seperti ibu dan anak.
"Azkia, masuk yuk, tadi ibu masak makanan enak dan tentu bergizi untuk ibu hamil." kata ibu, ia lekas bangkit dari duduk dan memapah Azkia untuk masuk ke dalam rumah. Setelahnya, kedua punggung mereka menghilang di balik pintu dan aku masih terpaku di tempat yang sama.
Kuakhiri pengintaianku kali ini. Dan aku memutuskan untuk kembali pulang ke rumah.
Kususuri jalan beraspal di area perumahan yang lumayan sepi. Mungkin pagi ini, beberapa orang masih sibuk berkutat di dalam rumah. Atau pun sibuk melakukan pekerjaan lainnya. Aku kembali ke mobil yang tadi kutitipkan di bengkel.
Kecepatan mobilku beradu dengan kendaraan lain yang juga tengah berlalu-lalang dengan tujuannya masing-masing. Entah berapa lama aku berkendara, bagiku terasa cepat. Hingga aku sudah tiba di rumah dan lantas masuk ke kamarku.
Kamar yang selalu menghangat bila bersama mas Bagas. Hangat akan canda tawa dan juga hal yang lainnya. Kini semua hanya tinggal deraian air mata. Begitu dalam luka yang ia torehkan, hingga membentuk gumpalan dendam di lubuk hatiku yang terdalam. Aku berjanji pada diriku sendiri, akan membuat mas Bagas menyesal mengkhianati pernikahan ini.
*
Kutatap lamat jam bulat yang menempel di dinding. Aku baru saja ke luar dari kamar mandi selesai melangsungkan ritual mandiku.
Sekarang tepat pukul 4 sore. Sebentar lagi mas Bagas akan pulang. Dan aku juga sudah selesai menyiapkan sekoper pakaian yang sudah kutata rapi di dalamnya.
Hanya tinggal menunggu sang empunya pulang. Setelah itu memberinya kejutan. Sudah tak sabar rasanya.
Kedua netra yang tadi sembab. Kupoles dengan bedak tipis di area pelupuk mataku. Lip cream berwarna pink kupoleskan pada bibir agar berkesan lebih fresh. Tak lupa, kedua alis kububuhkan sedikit eyebrow berwarna hitam kecokelatan.
Baju dress dengan lengan pendek bermanik mutiara sukses melengkapi penampilanku kali ini.
Kupandangi pantulan bayangku di cermin. Apa kurangnya aku di mata mas Bagas? Bagiku aku cantik, bahkan dulu banyak lelaki yang menyatakan cinta padaku. Namun, kutolak karena aku sudah terlanjur mencintai pria buaya darat itu.
Ah, sudahlah. Aku tak pantas mengurai semuanya lagi, pasti nanti tangis akan kembali pecah menghancurkan keteguhanku batinku.
Ceklek!
Knop pintu yang berputar mengalihkan perhatianku. Gegas aku berdiri dan menghampiri sosok yang baru saja datang dari balik pintu. Ya, mas Bagas sudah pulang.
"Udah pulang, Mas?" tanyaku spontan. Kuraih tas kerja mas Bagas dan menaruhnya di sofa.
"Iya, Win. Mas capek." ujarnya sembari melepas dasi yang ia kenakan.
"Kamu mandi dulu, Mas. Setelah itu kita makan." pintaku seraya membantu melepas kancing kemejanya.
"Makan nanti ajalah, Win. Aku mau mandi dulu." Mas Bagas berlalu dan menyambar haduk di gastok samping kamar mandi. Selang beberapa detik, punggungnya menghilang terhalang pintu.
Mas Bagas belum melihat koper yang masih kusembunyikan di cela lemari. Biarlah, nanti dia juga akan tahu sendiri. Untuk apa aku mengeluarkan koper segala, padahal biasanya koper itu mencuat kala kami akan melangsungkan acara liburan. Tapi sekarang, tak ada angin tak ada hujan, koper berisi pakaian lengkap sudah mengunggu untuk di bawa.
Pakaian mas Bagas yang masih kugenggam. Kuletakan di keranjang baju kotor.
Tak sengaja telingaku menangkap bunyi sesuatu yang sangat menarik untuk dilihat. Rupanya bunyi itu berasal dari ponsel mas Bagas yang berada di dalam tas kerjanya.
Ekor mataku melirik ke pintu kamar mandi. Aman. Pria di dalam sana masih terdengar beraktivitas dengan air.
Tanpa membuang waktu. Kurogoh tas mas Bagas dan mengambil gawainya.
Satu pesan masuk bernama Azkia berderet dengan notifikasi lainnya.
Aku hanya dapat melihat pesan itu sekilas. Karena ponsel mas Bagas diberi pasword.
[Mas, nanti ke sini Ibu masak banyak.] bunyi pesan itu. Yang******hanya itu, karena seterusnya entah apa isinya. Yang jelas Azkia juga menambahkan emoji berbentuk kiss pada pesannya itu. Menjijikkan sekali bukan.
Kuhembuskan napas gusar. Dan mengembalikan benda pipih itu kembali ke tempat semula. Oke Winda, bersikaplah biasa saja.
Kugeser langkah dan kembali mendekat pada meja rias. Kusemprotkan beberapa kali minyak wangi di bajuku. Aromanya menguar harum ke seluruh penjuru ruangan. Mas Bagas paling suka kalau aku pakai parfum ini. Lihat saja nanti, kalau tiba-tiba ia menginginkan sesuatu.
"Wangi banget, emangnya mau ke mana?" Aku langsung terperanjat. Ternyata mas Bagas sudah ke luar dari kamar mandi.
"Emang nggak boleh ya, kalau aku wangi?"
"Em, boleh sih. Tapi ...." ucapnya terjeda. Mas Bagas yang masih mengenakan handuk perlahan berjalan mendekatiku.
"Tapi apa, Mas?" tanyaku memastikan. Kuletakan pelan botol parfum yang tadi kugenggam.
"Kau sadar nggak, kalau sudah membangunkan sesuatu?" godanya mengulaskan senyum.
"Apa sih, Mas?" Kesalku mencoba menghindar.
"Kamu mau ke mana, Winda?" tanyanya saat aku mundur dan mendekati lemari. Aku akan mengambil koper dan menunjukan padanya.
Aku tak menjawab. Malah asik menyeret koper hitam legam ke hadapan Mas Bagas.
"Winda, kamu ngapain bawa koper segala?" seloroh mas Bagas setengah membeliak.
"Mas, aku mau kamu pergi dari sini!"
Bersambung ....
Uhuk, ditunggu komennya ya gaes.