DI MALL
"Sandalmu di mana? "

Aku baru sadar Elis tak pakai sepatu saat jalan di mall. 

"Disimpen di depan. Takut kotor. Pan bersih pisan lantainya kayak di rumah!"

Apaaa?

Aku buru-buru narik tangan Elis. Aku berlari ke area awal kami datang.

Sandalnya ada di dekat gerbang utama, sedang dipegang satpam.

"Itu sandalnya, Aa!"

"Kita beli baru saja, ayo," bisikku.

Tapi, Elis tak mendengarnya, ia malah berteriak, 

"Bapak itu sandal saya! Jangan dibuang!" 

Aku? Balik badan, ngumpet di belakang tiang.

*

"Pegangan yang kuat, nanti kalau udah sampai tangga akhir, kakinya diangkat. Ingat diangkat supaya gak kejepit ke dalam mesinnya. Ngerti? Patah nanti kakimu!" 

Elis menatap dengan dua mata polosnya. Aku, sudah tak bisa apa-apa selain nahan napas. Ketakutan sangat besar dia akan bertingkah lebih bodoh di atas eskalator terus melintas.

Sialnya, kenapa tempat pakaian ada di atas?

"Gak usah jalan, nanti juga jalan sendiri."

"Elis takut!"

"Pegangan aja!"

Aku merasa pegangan tangan Elis sangat kuat. Sampai-sampai kulitku rasa diremas.

"Angkat kakinya, ayo!"

Untunglah kaki Elis cepat diangkat. Kalau tidak, bisa dipastikan akan kejepit. Bakal geger sejagat mall ini.

"Pulangnya jangan pake itu, ya, A! Elis takut, ah!"

Aku mengabaikan rajukannya. Lebih baik cepat ke tempat belanja. Pertama aku harus membawanya ke counter pakaian. Baju jeleknya itu harus diganti semua. Pun dengan tas dan sepatu. Bisa hancur harga diriku tak bisa belikan istri sandang yang baik.

"Ih, bagus-bagus pisan bajunya, ya, A?"

"Hmmm!"

Kulirik sekilas pelayannya senyum-senyum. Supaya ada kerjaan, dia harus kusuruh menemani Elis pilih baju. 'Kan aku bisa santai main HP.

"Iya, Pak saya akan pandu ibu pilih pakaian."

"Thanks!"

"Aa, ini bagus enggak?"

"Bagus, bagus!"

Aku menjauh dari Elis dan pelayan tokonya. Dia akan terus minta pendapat kalau suaminya ini terus di sana.

Ekor mataku seperti menangkap seseorang yang belum bisa dihubungi hingga kini. Dia abeng, cowok gemblung yang menjerumuskanku hingga sejauh ini.

"Aa ada perlu sebentar, Elis di sini dulu. Ingat jangan ke mana-mana. Mba, titip istri saya!"

Aku mengedarkan pandangan pada area di mana Abeng terlihat. Harus bisa ketemu untuk memastikan banyak hal. Sialan, memang, dia yang salah, aku kena getahnya.

"Shit!"

Sepertinya itu halusinasi.

"Beng, Abeeng!"

Ini nyata, ada Abeng di sana.

"Beng, woy! Jan kabur lo!"

Wajah cowok itu tegang. Mungkin takkan menyangka akan bertemu dengan temannya.

"Bagus, ya, lo, kabur setelah jerumusin gue. Jelasin!"

"Ini cuma salah paham, Bas. Gue bisa jelasin, tapi gak sekarang. Gue dikejar waktu. Sorry, ya gue cabut!"

"Enak aja lo mau cabut. Jelasin dulu!"

"Please, gue lagi sibuk. Tar gue mampir ke rumah lo!"

Abeng ngacir secepat kilat. Aku akan mengejarnya, tapi ditahan oleh suara seseorang.

"Aa! Elis cari-cari dari tadi!"

"Ngapain nyari?"

"Pan belanjaannya kudu dibayar, ya 'Mba?"

Ya, ya tak usah berdebat dengan Elis. Percuma dia takkan mengerti.

Mataku melotot melihat angka yang tertera dalam tagihan. Ini, sih senila gaji sebulan. Pelayan itu memanfaatkan keluguan Elis dengan memasukkan seabrek pakaian dalam keranjang.

Demi harga diri, aku bayar! Bayar!

Argh! 

*

"Aa, ini tinggal ambil aja?"

"Hmmm!".

Karena ada panggilan dari bos, aku bilang pada Elis untuk belanja sendiri. Kalau sudah beres, aku akan menemuinya. Dia mengatakan iya dengan percaya diri tingkat tinggi.

Lepas menelpon, aku kembali mencari Elis Rencananya akan mengajak dia makan. Di mana wanita itu bikin pusing saja? Harusnya kuberi ponsel biar gampang dicari kalau hilang begini.

Akhirnya ketemu juga 

"Aa, bantuin atuh dorongin, Elis gak kuat dorong tiga, mah!" 

Aku menyipitkan mata ketika melihat tiga troli belanjaan di depannya. Masing-masing troli terisi penuh. 

"Memangnya kamu mau buka warung belanja banyak-banyak begini?"

"Aa, 'kan katanya tadi barang di sini tinggal ambil aja, jadi harus dimanfaatkan atuh. Ya udah Elis ambilin sampai tiga keranjang begini mumpung lagi baik tukang jualannya!" 

Rasanya aku ingin nyemplung ke laut Cina Selatan. Tuhan, tolong berikan kecerdasan pada istriku sedikit saja. 

*

Yuk, baca cerbung 

TAMPAN MERESAHKAN 

"Maksud saya, anu bapak, anu bapak gede!"

Duh, Gusti kenapakah gadis jelita ini salah ngomong mulu. Kalau chat namanya ini Typo laknat, gila. Parah, eh kegrogianku dah bikin hilang kewarasan. 

"Kenapa kalau anu saya gede? Sepertinya kamu harus sudah menikah. Otak ngeres, mes*m!" 

Huaaa, sumpah pengen nelen meja. Trus dimuntahin lagi.

Duh, kakiku langsung gemeteran. Secara bibir gak berbakti ini kenapa harus salah ngomong depan dosen horor, sih?

Kebiasaan kalau grogi gini, suka ngelantur. But, yang ini jahanam banget. Masa bilang anu gede, di mana harkat dan martabat kaum perempuan. 

Zea, lu kudu ke psikiater abis ini. 

"Maaf, Pak, aduh, kok saya salah ngomong mulu. Maaf banget saya gak maksud bilang gitu. Saya cewek baik-baik, Pak gak mesum. Beneran suer. Tadi, tuh cuma mau ngomong-!" 

"Bicara sekarang, saya ada kelas sepuluh menit lagi!"

Yaelah 'kan' kan aku makin gak keruan dibentak gini. Nah lupa tadi mau ngomong apa.

"Jadi, kamu mau apa?" 

"Saya mau nikah sama bapak!"












Komentar

Login untuk melihat komentar!