Tergoda
Matahari sudah bersinar begitu terang, cahaya yang masuk ke dalam kamar, membuat Adrian mau tidak mau harus membuka matanya. Pria itu mulai menggeliatkan tubuhnya agar terasa rileks, setelah nyawanya terasa sudah terkumpul, Adrian memaksakan diri untuk bangun. 

Pria itu meraih benda pipihnya yang sengaja ia letakkan di atas nakas. Waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi. Padahal pukul tujuh Adrian sudah harus berada di kantor. Huft, begitulah hari-harinya, ia habiskan untuk bekerja dan terus bekerja. 

"Nilam." Adrian berteriak untuk memanggil asisten rumah tangganya. Dia adalah Nilam, ia bekerja di rumah Adrian sudah hampir dua tahun. 

Selang berapa menit, pintu kamar terbuka, nampak seorang wanita tengah berdiri diambang pintu. Siapa lagi kalau bukan Nilam, dia pembantu tercantik yang pernah Adrian temui. Selain cantik, Nilam juga jago membuat hasrat pria itu naik turun tidak karuan. Ops, masih pagi, jangan ngeres dong. 

"Nilam, siapkan air, saya mau mandi," suruhnya. Tanpa berkomentar lagi, Nilam melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi. 

Setelah air siap, Nilam keluar dan langsung menyuruh majikannya itu untuk mandi. Tentu saja Adrian segera masuk ke dalam kamar mandi. Adrian mulai berendam untuk menyegarkan tubuhnya itu. Rasanya sangat begitu nikmat, otot-otot yang kaku terasa lebih rileks. Badan pun terasa lebih segar. 

"Nilam, jangan lupa siapkan baju kerjaku," teriaknya dari dalam kamar mandi. 

"Baik, Tuan," jawabnya. 

Selesai mandi, Adrian melilitkan handuknya sebatas pinggang. Setelah itu ia pun keluar, ia mengedarkan pandangannya tapi Adrian tidak menemukan sosok Nilam. Mungkin dia sudah keluar, padahal pria itu ingin menggodanya, tapi ya sudahlah. Adrian meraih baju yang sudah Nilam siapkan, yang diletakkan di atas ranjang. 

Setelah penampilannya rapi, Adrian segera turun untuk sarapan pagi. Pria itu menuruni anak tangga satu persatu. Terlihat jika Nilam tengah menyiapkan sarapan, wanita itu terlihat sangat cantik, meski penampilannya sederhana. Dia hanya memakai kaos dan celana selutut, terlihat masih sangat ABG. 

Adrian berjalan menuju meja makan, ia menarik kursi dan menjatuhkan bokongnya di sana. Dengan cekatan Nilam meladeni Adrian, tanpa bertanya, dia sudah tahu apa makanan kesukaan majikannya itu. Setelah itu Nilam menaruh piring yang sudah terisi nasi dan para sahabatnya, yaitu lauk. Adrian segera menyantapnya, enak. 

"Kamu sudah sarapan?" tanya Adrian. 

"Nanti saja, Tuan. Saya mau membereskan dapur dulu," jawabnya, lalu Nilam berjalan menuju dapur. 

Ya sudahlah, Adrian harus menghabiskan sarapannya itu, setelah itu Adrian harus bergegas pergi ke kantor. Hari ini ia ada meeting, dan kelihatannya, jadwalnya juga sangat padat. Capek dan lelah, itu sudah menjadi makanannya setiap hari. Terkadang membuat otaknya sedikit stres, gara-gara pekerjaan yang menumpuk dan menuntut. 

Setelah selesai, Adrian langsung bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Ia melangkahkan kakinya keluar dari rumah, lalu masuk ke dalam mobil sportnya yang berwarna hitam. Adrian melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi, membelah jalanan yang mulai ramai akan kendaraan. Tak ingin terlambat, pria itu menambah kecepatan laju mobilnya. 

***

Cukup dengan waktu kurang dari satu jam, Adrian sudah tiba di kantor. Gedung megah yang menjulang tinggi telah menyambutnya, serta sapaan dari para karyawannya pun ikut menyambutnya. Adrian melangkah menuju lantai dua puluh, di mana ruangannya berada, setibanya di sana, pria yang memiliki sikap tegas dan juga keras segera masuk ke dalam ruangannya. 

Adrian menjatuhkan bobotnya di  kursi kebesarannya, banyak tumpukan berkas yang sudah menantinya sejak tadi. Tapi belum sempat Adrian menyentuhnya, ia mendengar pintu ruangannya terbuka, sosok perempuan seksi dan juga cantik berjalan menghampirinya, dia adalah Amel, perempuan yang tergila-gila dengan Adrian, dan mungkin sudah terobsesi. 

"Adrian, nanti kita makan siang bersama ya. Aku sudah memesan tempat yang sangat cocok untuk kita," ajaknya. Adrian melihat Marta sangat berharap agar ia mau menerima ajakannya itu. 

"Maaf, Marta. Hari ini aku sibuk, jadi kamu ajak orang lain saja," tolaknya, ia tidak mau membuang waktu hanya untuk makan siang dengan perempuan seperti dia. 

"Ayolah, Adrian. Sekali ini saja, ya." Msrta berjalan ke Adrian, dengan menunjukkan wajah melasnya. Sungguh membuat mood Adrian hancur. 

"Sorry, aku tidak bisa," ujar Adrian tanpa memandangnya. 

Selang sepuluh menit, pintu ruangan diketuk dari luar, dengan segera Adrian bersuara dan menyuruh orang tersebut untuk masuk ke dalam. 

"Maaf, Pak, meeting pagi ini akan segera di mulai," ucap Lina, sekretarisnya. 

"Ok, saya segera ke sana. Kamu siapkan saja semuanya," jawab Adrian, dan dibalas dengan anggukan. Setelah itu Lina melangkahkan kakinya untuk keluar dari ruangan bosnya itu. 

Adrian melihat Marta menghembuskan nafasnya kasar, kecewa, sudah pasti. Pasalnya bukan sekali dua kali Amel mengajaknya untuk makan bersama. Tapi sudah ada lima kali, dan Adrian selalu menolaknya, bukan apa, pria itu hanya malas saja, meladeni perempuan genit seperti dia. Lebih baik Adrian pusing mengurus pekerjaan, daripada pusing mengurus Marta. 

Adrian berjalan masuk ke dalam ruang meeting, terlihat para karyawannya sudah standby di kursi masing-masing. Tanpa menunggu lama, pria itu segera memulai meetingnya, ia juga tidak ingin lama-lama berada di ruangan yang menurutnya sangat menyebalkan. Tidak butuh waktu lama, meeting sudah selesai. Adrian pun segera bangkit dan keluar. 

***

Waktu berjalan lebih cepat, matahari sudah tenggelam di ufuk barat sana. Gelap menyelimuti malam, hanya ada sinar rembulan yang menerangi sang malam. Adrian melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, rasanya ia sudah sangat lelah, ingin cepat sampai ke rumah, agar bisa merebahkan tubuhnya yang sudah seperti patah. 

Pukul sebelas malam, Adrian baru tiba di rumah, setelah memarkirkan mobil. Pria itu bergegas keluar dan masuk ke dalam rumah. Pria itu melangkahkan kakinya menaiki anak tangga, setibanya di atas, Adrian segera masuk ke dalam kamar. Pria itu membuka jasnya, lalu melepas dasi yang melilit lehernya, setelah itu ia menjatuhkan bobotnya di sofa. 

"Nilam." Adrian berteriak memanggil pembantunya itu, tapi hening, tidak ada sahutan darinya. 

Adrian menyenderkan kepalanya di sandaran sofa, matanya menatap langit-langit kamar. Sejenak Adrian memejamkan matanya, melepas penat yang sudah menguasai badannya itu. Pria itu menunggu Nilam datang, tapi hasilnya nihil, wanita itu tidak datang ke kamarnya, apa mungkin dia sudah tidur. 

Merasa penasaran, Adrian bangkit dan memutuskan untuk melihatnya ke bawah. Pria itu turun ke lantai bawah, dan berjalan menuju ke kamar Nilam. Ceklek, Adrian membuka pintu kamar wanita itu dan ternyata pintu tidak dikunci. Tanpa basa-basi Adrian melangkah masuk ke dalam, ia mengedarkan pandangannya melihat isi kamar Nilam. 

Meski ini hanya kamar pembantu, tapi cukup luas dan juga nyaman, memang sengaja. Selang berapa menit, Adrian mendengar pintu kamar mandi terbuka, segera ia mengalihkan pandangannya ke sana. Seketika mata Adrian membulat sempurna, rasanya jantungnya berpacu lebih cepat. 

Darahnya terasa mengalir lebih deras, dan lama-lama badannya terasa sangat panas. Entah perasaan apa ini, sampai-sampai Adrian menelan salivanya sendiri. Tapi Adrian terkejut saat tiba-tiba Nilam berteriak sangat kencang, dan itu mampu membuat telinga pria itu sakit, karena teriakannya. 


Komentar

Login untuk melihat komentar!