Pura-pura
Ratu bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Adrian. Perempuan yang selalu berpenampilan seksi itu tersenyum sinis ke arah wanita yang berdiri di sebelah Adrian. Sementara wanita itu hanya diam dan menunduk, wanita itu takut untuk menatap orang-orang yang berada di hadapannya. 

"Sayang, siapa wanita ini." Ratu menyenderkan kepalanya di bahu Adrian. 

"Dia calon istriku." Seketika Ratu menarik kepalanya, dan mendongak menatap wajah tampan Adrian. 

"Kamu bercanda 'kan, Sayang. Aku nggak akan percaya, calon istri kamu kan aku," ucap Ratu dengan rasa percaya diri yang begitu tinggi. Lalu perempuan itu kembali menyenderkan kepalanya di bahu Adrian. 

Adrian membelai rambut indah Ratu dengan begitu lembut. "Sayang, tapi kamu tahu 'kan. Setiap ucapan aku tidak pernah bohong."

Seketika Ratu berdiri sejajar dengan Adrian, perempuan itu menatap Adrian, dengan tatapan tak percaya. Kemudian pandangan Ratu beralih pada wanita yang berdiri di sebelah Adrian. Terlihat pria tampan itu masih menggandeng tangan wanita itu, heran. Itu yang Ratu rasakan, siapa wanita itu. Pertanyaan itu yang kini ada pada benak Ratu. 

"Adrian, apa kamu serius?" tanya Ratu. Netranya menatap lekat wajah tampan Adrian.

"Ratu, aku tidak pernah main-main dengan ucapanku." Adrian menatap netra Ratu yang terlihat tengah menahan emosi.

"Lalu, bagaimana dengan perjodohan kita?" tanya Ratu. Sorot matanya menunjukkan penuh harap.

Adrian memegang kedua bahu Ratu. "Selama ini aku hanya anggap kamu sebagai adik. Jadi aku mohon, kamu jangan terlalu banyak berharap."

Ratu menggelengkan kepalanya. "Enggak, aku nggak mau. Pokoknya perjodohan ini tetap berlanjut."

Setelah itu Erika bangkit dan berjalan menghampiri Adrian. Perempuan setengah abad itu menatap tajam ke arah wanita yang berdiri di samping Adrian. Dia adalah Nilam, entah apa alasannya kenapa Adrian membawa dan melibatkan Nilam pada masalahnya. Apa mungkin pria itu benar-benar akan menikahi pembantunya itu.

"Aku tahu siapa kamu sebenarnya. Adrian, kamu pikir mama bisa dibohongin sama kamu, iya," ujar Erika yang sudah tersulut emosi.

Nilam terus menundukkan kepalanya, wanita itu benar-benar takut untuk melihat kemarahan orang-orang yang berada di hadapannya itu. Terlebih Ibundanya Adrian, dan perempuan yang telah dijodohkan dengan majikannya itu. Andai Adrian tidak memaksanya, Nilam tidak akan mau ikut campur dengan masalah majikannya itu.

"Adrian, apa keputusanmu itu sudah bulat?" tanya Anita. Perempuan itu tahu, jika memang selama ini Adrian seperti kurang setuju untuk dijodohkan dengan putrinya, Ratu.

"Iya, Tante. Jadi, Adrian mohon pengertian kalian," sahut Adrian. 

Ratu masih terdiam, perempuan itu tidak menyangka jika pria yang sangat dicintainya telah menolak perjodohan itu. Perempuan itu benar-benar sangat mencintai Adrian. Ia ingin pria itu menjadi suaminya, selain tampan, Adrian juga mapan. Hidup Ratu akan terjamin jika menjadi istrinya. Tapi semua itu hanya impian saja, impian yang tidak akan menjadi kenyataan.

"Adrian, apa hebatnya wanita ini. Sampai-sampai kamu menolak perjodohan ini," ujar Ratu dengan menatap sinis terhadap Nilam.

"Adrian, pokoknya mama tidak setuju jika kamu menikah dengan perempuan tidak tahu diri ini." Erika hendak menampar Nilam, tapi dengan cepat Adrian memegang tangan ibunya itu.

"Cukup, ma. Jangan buat  kesabaran Adrian habis. Adrian sudah penuhi apa yang mama inginkan, yaitu membawa calon menantu mama. Jadi tolong, jangan paksa Adrian untuk menikah dengan Ratu," terang Adrian. Tidak ingin terlalu lama berdebat, pria itu menggandeng tangan Nilam dan berjalan keluar dari rumah orang tuanya itu.

Ratu menatap kepergian Adrian dengan penuh amarah. Perempuan itu benar-benar kecewa dengan sikap Adrian yang seperti itu. Begitu juga dengan Erika, perempuan setengah abad itu juga merasa kecewa dengan sikap putranya, yang keras kepala seperti ayahnya. Tapi berbeda dengan kedua orang tua Ratu. Mereka pasrah dengan keputusan yang Adrian ambil.

Begitu juga dengan Sonia, ia juga pasrah dengan keputusan yang adiknya ambil. Karena jujur, Sonia juga malas jika harus ikut campur dengan masalah seperti itu. Sonia memilih untuk diam tanpa berkomentar apapun. 
Adiknya itu memang keras kepala, mungkin sifatnya itu menurun dari ayahnya, asalkan kelakuannya tidak.

***

Kini Adrian dan Nilam sudah dalam perjalanan untuk pulang. Suasana begitu hening, Nilam memilih mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Sementara Adrian memilih fokus untuk menyetir, tapi pria itu tak henti-hentinya melirik ke arah wanita yang duduk di sebelahnya. Entah kenapa Adrian begitu tergoda saat memandang tubuh indah Nilam.

"Ingat, Nilam. Apa yang terjadi tadi hanya pura-pura. Jadi kamu jangan berharap lebih dari itu. Aku hanya ingin menghindari perjodohan itu saja." Suara Adrian membuat Nilam tersadar dari lamunannya.

Nilam terdiam sejenak, wanita itu mencoba mencerna setiap ucapan majikannya itu. "Iya, Tuan. Saya paham, saya juga sadar siapa diri ini."

"Bagus." Adrian tersenyum. Lalu kembali fokus menyetir.

"Tubuhmu itu sangat bagus, jangan salahkan aku, jika malam ini kamu harus memenuhi hasratku ini," batin Adrian seraya memperhatikan tubuh Nilam.

Setelah hampir satu jam dalam perjalanan, kini mobil mewah milik Adrian sudah terparkir di halaman rumahnya. Nilam dan Adrian bergegas turun dan segera masuk ke dalam rumah. Tapi saat Nilam hendak ke kamar, tiba-tiba Adrian menarik tangannya dan membawanya naik ke lantai atas. Wanita itu bingung dengan majikannya itu, selain bingung, Nilam juga merasa takut dan juga khawatir.

"Tuan mau apa," ujar Nilam. Raut wajahnya menunjukkan rasa khawatir, tapi Adrian sama sekali tidak merespon ucapan pembantunya itu.

Adrian terus menarik tangan Nilam tanpa menghiraukan ucapan wanita itu. Setibanya di lantai atas, Adrian segera masuk ke dalam kamar. Tak lupa pria itu mengunci pintu kamarnya, hal itu membuat Nilam semakin merasa takut dan juga khawatir. Terlebih melihat senyum Adrian yang menurut Nilam sangat menjijikkan. 

"Tu-Tuan mau apa," ucap Nilam terbata-bata. Wanita itu memundurkan langkahnya, saat Adrian terus mendekatinya dengan senyum mesumnya.

"Malam ini kamu harus memuaskanku." Adrian berjalan sembari******kemejanya satu persatu.

Nilam menggelengkan kepalanya. "Jangan, Tuan. Tolong jangan lakukan itu, Tuan sudah menghancurkan masa depan saya."

Adrian sama sekali tidak menghiraukan ucapan Nilam. Pria itu terus berjalan mendekati Nilam. Hingga entah dapat keberanian dari mana, Nilam mendorong tubuh kekar Adrian, dan mencoba untuk kabur. Tapi sayang, pria itu dengan cepat mencekal pergelangan tangan Nilam. Lalu tanpa merasa kasihan, Adrian menampar pipi mulus Nilam, hingga tubuhnya terpental ke atas ranjang.

Akibat tamparan yang cukup keras, Nilam sampai tak sadarkan diri. Bahkan dari sudut bibirnya mengeluarkan cairan merah. Adrian menyunggingkan senyumnya, kemudian pria itu akan melancarkan aksinya. Adrian sudah melepas kemejanya, dan melemparkannya ke sembarang arah. Pria itu mengusap sudut bibir Nilam dengan ibu jarinya, setelah itu Adrian mulai naik ke atas ranjang.

Namun, tiba-tiba handphonenya berdering, detik itu juga Adrian mengumpat kesal. "Sial, beraninya mengganggu kesenanganku."

Dengan wajah kesal, Adrian mengambil handphonenya lalu mengangkat telepon tersebut.

[ Ada apa ]

[Ada penyusup masuk ke kantor, Tuan]

[ Apa ]

[Benar, Tuan. Bahkan penyusup itu masuk ke ruangan, Tuan]

[ Ok, aku segera ke sana ]

Adrian mematikan sambungan teleponnya, pria itu benar-benar kesal. Harusnya malam ini ia bisa menikmati tubuh molek Nilam, tapi gara-gara terjadi masalah di kantornya, mau tidak mau Adrian harus ke sana. Dengan perasaan yang tidak karuan, Adrian mengambil kemejanya dan memakainnya kembali, setelah itu ia akan bersiap-siap untuk pergi ke kantor.

Namun sebelum itu, Adrian menutupi tubuh Nilam dengan selimut. Setelah itu Adrian menyambar jaket dan juga kunci mobilnya. Lalu pria itu segera beranjak keluar dari kamar, dan bergegas menuju garasi rumahnya. Setelah masuk ke dalam mobil, Adrian melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, agar cepat sampai ke kantornya.

***

Hari telah berganti, semalaman Adrian tidak pulang. Pria itu berada di kantornya untuk mencari tahu orang yang sudah berani menyusup ke perusahaannya, dan secara diam-diam masuk ke dalam ruangannya. Bukan itu saja, orang itu juga mengambil dokumen penting yang akan Adrian bawa untuk meeting Rabu depan.

Pukul enam pagi, Erika sudah berada di rumah putranya itu. Entah apa yang akan perempuan setengah abad itu lakukan. Erika masuk ke dalam, sementara suasana rumah nampak sepi. Hanya ada pembantu yang tengah bekerja, dan beberapa bodyguard yang bertugas untuk menjaga rumahnya. Merasa penasaran, Erika berjalan menghampiri bodyguard itu.

"Di mana, Adrian. Apa dia belum bangun?" tanya Erika. Perempuan itu menatap para bodyguard itu satu persatu.

"Tuan Adrian tidak pulang semalam, Nyonya," jawab Jecky, salah satu bodyguard tersebut.

Erika mengernyitkan keningnya. "Kemana? Kenapa tidak pulang."

"Ada penyusup di perusahaan, Nyonya," sahut Jecky.

Erika nampak terkejut saat mendengar jika ada penyusup masuk ke dalam perusahaan putranya itu. Tapi Erika yakin, jika Adrian pasti bisa mengatasinya. Ia tahu betul siapa putranya itu, Adrian adalah sosok pria yang tegas, dan juga keras. Jika ada yang berani mengusik hidupnya, Adrian tidak segan-segan untuk menghabisinya.

"Lalu, perempuan itu di mana?" tanya Erika. Seketika semuanya terdiam, mereka tahu betul siapa yang tengah perempuan itu maksud.

"Kenapa diam, di mana perempuan penggoda, itu," seru Erika. Matanya menatap tajam ke arah bodyguard itu.

"Semalam, Tuan Adrian membawanya ke kamar," jawab Riko dengan menundukkan kepalanya. Pria itu tidak berani menatap wajah perempuan yang kini berdiri di hadapannya itu.

Seketika Erika terkejut dengan ucapan bodyguard itu. Erika benar-benar tidak menyangka jika putranya bisa berbuat seperti itu. Marah dan kecewa sudah pasti. Tanpa pikir panjang perempuan itu berjalan menaiki anak tangga untuk menuju ke kamar putranya. Setelah tiba di depan kamar, dengan cepat Erika membuka pintu kamar tersebut.

Ceklek, pintu kamar terbuka, seketika pandangan mata Erika tertuju pada ranjang yang terletak di sebelah kanan. Mata Erika membulat sempurna saat melihat perempuan yang sangat ia benci, tengah berada di atas ranjang putranya. Marah dan emosi telah menguasai perempuan setengah abad itu. Dengan emosi yang sudah meluap, Erika berjalan menghampiri ranjang.

Tanpa pikir panjang, Erika menarik selimut yang menutupi tubuh Nilam dengan kasar. Setelah itu, Erika menarik paksa pergelangan tangan Nilam, seketika wanita itu tersentak kaget. Mata Erika menatap tajam dan penuh kebencian terhadap Nilam. Sementara Nilam hanya bisa diam, dengan segala kebingungan. Pasalnya semalam Adrian yang sudah memaksanya masuk ke dalam kamar tersebut.

Namun sekarang, yang berada di hadapannya adalah Ibu Erika. Ibundanya Adrian, Nilam tidak tahu apa yang akan perempuan itu lakukan. Pasrah, Nilam hanya bisa pasrah dan berdo'a. Melihat sorot mata Erika, Nilam benar-benar takut, lebih menakutkan dari sorot mata Adrian. 

"Dasar, perempuan murahan! Jadi ini kelakuan kamu yang sebelumnya, iya!" geram Erika, wanita itu tiba-tiba menarik rambut panjang Nilam dengan sangat keras.

"Ampun, Nyonya. Saya tidak .... "

"Kamu pikir saya percaya dengan ucapan perempuan seperti kamu, iya," potong Erika dengan cepat. Kemudian Erika menjambak rambut Nilam, lalu mendorongnya hingga jatuh tersungkur.

"Dasar, perempuan murahan! Perempuan penggoda, tidak tahu diri! Beraninya kamu menggoda Adrian. Rasakan ini!" Erika membenturkan kepala Nilam ke dinding berkali-kali, hingga cairan merah menetes dari pelipis wanita itu.

"Ampun, Nyonya, ini tidak seperti yang Nyonya pikirkan. Saya bukan perempuan seperti itu." Susah payah Nilam menahan rasa sakit, air matanya pun tak henti-hentinya mengalir.

"Berani melawan kamu, ya." Erika hendak membenturkan kembali kepala Nilam, tapi niatnya terhenti saat mendengar suara yang tidak asing baginya.

"Hentikan, ma." Seketika Erika menoleh ke sumber suara tersebut. Perempuan itu sedikit tersentak.


Komentar

Login untuk melihat komentar!