TAMU KEHORMATAN
Selly menarik tanganku hingga kami berdiri lebih ke pinggir. Kalau tidak pasti akan menghalangi jalan tuan Morgan dan kawan-kawannya.

Dasar kami ini konyol, bukannya segera berlalu dari sini, malah diam memerhatikan tuan Morgan untuk beberapa saat. Aku juga seperti tersihir terus saja tak melepas pandangan. Kalau di film ini sudah mirip adegan slow motion.

"Kak Mut playgirl banget deh. Masa iya mau pacaran sama tiga cowok sekaligus," canda Selly setelah pria-pria itu disambut tuan rumah.

Aku mendelik dan memajukan bibir ke depan. Apa-apan anak ini bicara begitu. Pacaran sama siapa juga, eh.

"Pacaran dari Hongkong," timpalku. Selly tertawa mendengarnya. Lalu, kami pun mencari tempat yang nyaman untuk ngobrol dan makan tentu.

"Kak, cakepan mana. Tuan Muda, Tuan Morgan apa bang Riki?" tanya Selly yang kembali keluar kejailannya.

"Cakepan bang Brewok," jawabku sekenanya.

Mendengar itu Selly ngakak hingga beberapa wanita menengok ke arah kami. Melihat itu cepat-cepat ketepuk tangan gadis tomboy ini. Seketika tawanya terhenti.

"Kamu tuh ngomongin cowok mulu. Belajar yang bener baru mikirin nikah!"

"Nikah, ealah ogah! Aku masih pengen senang-senang kali!"

"Diiih, jangan pacaran-pacaran. Nanti digoda setan. Banyak, loh Ly awalnya pacaran biasa, akhirnya mengenaskan. Tekdung gitu!"

"Huum, serem, ya!" timpal Selly.

Gadis ini nyambung kalau bicara sesuatu. Itulah mengapa kami sering bertukar pikiran. Kadang ia curhat panjang lebar, dan aku hanya bertugas mendengarkan.

"Hai, Nona-nona Cantik. Gabung, boleh!" sapa bang Riki tiba-tiba.

"Apa aku kudu melipir biar kalian ada waktu bicara dari hati ke hati!" canda Selly. Mendengar itu aku jadi ingin menjitak kepalanya.

"Dah, di sini aja. Awas aja kabur gak kukenalin sama tuan muda!" ancamku dengan masnag tampang serius. Itu perlu agar anak ini gak coba-coba ninggalin kami berdua. 

"Diih, jangan gitu, dong. Akak sama bang Riki aja, tuan oppa itu buat akoh!" rajuk Selly. Dan, aku tak bisa menahan tawa melihat ekspresi lucunya.

"Tuan muda apa, sih?" tanya bang Riki.

"Lah, abang gak tahu, tadi kak Mut jalan bareng sama anak dari pemilik perusahaan. Eh, kak Mut kok bisa jalan bareng doi. Emang kalian dari mana dan udah ngapain?" cecar Selly..

Pertanyaan itu sontak membuat wajah bang Riki mimiknya berubah. Pendar ceria di sana mendasak redup. Ia sepertinya tak suka pada cerita tersebut

"Oh, itu kebetulan saja kami masuk barengan. Masa iya aku dan anak sultan ada apa-apa, ngaco deh, ah!" elakku untuk menghilangkan ketidaknyamanan di sisi kami.

"Bisa aja kali, kayak cerita Cinderella, pangeran mencintai upik abu!" tukas Selly. Hal tersebut diiringi dehaman berat di mulut bang Riki

Duh, Selly ini polos banget ternyata. Apa dia tak bisa******perasan lelaki di depannya? Masa, sih?

Akhirnya aku dan bang Riki saling tak enak hati. Kami diam-diaman selama beberapa detik. Dan, Selly tamoak tak terusik dengan keadan ini. Dasar bocah.

Untunglah ada suara host yang menggema di seantero ruangan. Katanya akan ada sambutan spesial dari tamu kehormatan. Ternyata dari lelaki yang baru datang, yaitu tuan Morga Aleando.

Aku jadi penasaran seistimewa apa pria itu sampai diberikan hak istimewa, yaitu bicara di acara orang lain. Sepertinya dia bukan orang sembarangan.

Dari layar besar kami dapat melihat apa yang terjadi di atas panggung. Pria berbulu tipis di sekitar rahangnya itu berdiri di atas podium. Ia belum bicara sebab menunggu hadirin tenang.

Entah kekuatan apa yang dimiliki lelaki itu. Hanya dengan tatapan saja para tamu yang masih bicara jadi terdiam. Aku pun ikut menutup mulut sebab ingin mendengar apa yang diucapkan.

Ia mengucapkan terima kasih atas kesempatan istimewa berbicara di depan. Lalu beberapa patah kata pembuka pun keluar dari suara berat yang aku seperti tak asing mendengarnya.

Suara itu khas seperti seseorang. But, mana mungkin, jauh berbedalah tampilan keduanya.. Yang satu gembel, yang ini sultan.

Para hadirin tetap diam sampai pria itu selesai bicara. Ternyata dia adalah rekanan bisnis perusahaan ini. Pantas saja begitu istimewa..

Aku salut pada lelaki itu. Diusia yang sepertinya baru tiga puluhan sudah mengelola perusahaan besar. Ah, tidak ada yang tidak mungkinlah. Buktinya pemilik facebook yang hartanya 1000 triluan saja baru berusia tiga puluh lima tahun, kok.

Pasti mereka mencapai itu dengan kerja keras, serius dan disiplin tinggi. Sebab sebuah kesuksesan itu musuh bagi kaum pemalas.

Tiba-tiba semangatku untuk meraih cita-cita jadi tumbuh kembali. Ya, aku ingin kuliah dan menjadi dosen nanti. Semoga saja aku dapat mengumpulkan biaya dari gaji kerja di toko tante Selvi.

Tepuk tangan membahana kala pria itu mengakhiri sambutannya. Setelah itu kami dipersilakan kembali menikmati pesta.

*
Selly minta izin ke toilet hingga kini aku sendiri. Bang Riki juga sibuk dengan relasinya.

Saat aku berjalan-jalan di tengah pesta, satu tangan menarikku hingga terpaksa mengikuti gerakan orang itu. Ternyata yang mencekal tangan ini adalah Santi. Di sampingnya ikut pula Sinta.

Keduanya membawaku ke area balkon tempat di mana aku dan tuan muda melihat bintang. Tempat ini jarang disinggahi orang hingga mereka leluasa jika akan berbuat yang tidak-tidak.

"Eh, lo jangan kecentilan, ya sama bang Riki, sama tuan Muda dan sama cowok-cowok ganteng di sini. Denger, lo jangan ikutan door prize acara, ngerti?"

Aku mengangguk sebab sakit sekali tangan ini ditekan kuku-kuku tajam Santi. Lebih baik menurut saja dari pada lecet.

"Ayo, Sin!"

Sinta tiba-tiba mengeluarkan sesuatu dari clutchnya. Ya, ampun dia bawa gunting kecil ternyata. Buat apa? 

Aku terbelalak saat sekilat Sinta berjongkok. Detik berikutnya terdengar suara kain digunting. 

"Hai, kamu ngapain bajuku? Jangan digunting Sinta!"

Aku berupaya mencegah Sinta makin brutal menggunting. Tapi, karena dicekal Santi jadinya terlambat.

"Nah, sudah, ayo, San!"

Aku meraih bagian belakang gaun yang tadi disobek Sinta. Ya Tuhan, robeknya panjang sekali. Aku tak mungkin kembali ke ruangan dalam keadaan begini.

Ya Allah, jahat sekali kedua saudaraku itu. Apa salahku coba?

Akhirnya air mataku jatuh juga. Hal yang jarang kukeluarkan ternyata tak bisa ditahan. 

Aku menyandarkan satu sisi tubuh di pagar balkon. Sementara tangan sibuk menghapus air mata yang tak juga berhenti mengalir.

Mengapa mereka setega ini padaku. Rasanya begitu sakit diperlakukan sebagai musuh terus-terusan. Bagaimanapun aku bersikap, sepertinya mereka tak pernah akan memandangku sebagai saudara yang layak disayangi. 

"Mengapa ada di sini, Nona?"

Aku menoleh pada satu suara cepat. Untung saja tak menyebut nama seseorang saat sadar siapa yang bicara barusan.

*

Next etaaa! 

Gemes gak sama otor yang doyan bikin penisirin? 


Mampir, yuk, dicerita lainnya yang gemesin bingit! 

*SUAMI PENDUSTA 
*BANGKRUT SAAT SELINGKUH 
*TERLANJUR NYAMAN 
*ISTRI RAHASIA KONGLOMERAT 
*CINTA SANG PILOT
*STRONGER WITH YOU 
*CALON MANTU KYAI 
*LOVE YOU FISABILILLAH 
*DUDA MENTERENG
*SENTUHAN SATU MALAM
*DIMADU PASCA MELAHIRKAN 
*PENGANTIN BELIA
*GADIS BELIA DAN BAYINYA
*BOS KILLER
*SELEPAS TALAK TIGA
*PEMBUNUH SUAMIKU