Supir turun untuk memastikan keadaan mesin kendaraan. Aku dan Selvi menanti di dalam dengan kondisi dada berdebar-debar. Kami tentu saja khawatir ada masalah besar pada mobil ini hingga tak bisa membawa penumpangnya sampai di tujuan.
"Bagaimana, Pak? Apa ada masalah?" tanya Selly sambil melongokkan kepalanya ke luar jendela.
"Ada masalah sama mesinnya Non. Bapak juga tidak tahu kenapa!" jawab pak supir dengan nada cemas.
"Jadi gimana, Pak?" lanjut Selly.
"Nggak bisa dipaksain, harus ke bengkel ini!" jawab pak supir lagi.
Selly mendengkus kasar sementara aku menghela napas berat. Kok, bisa mobil sebagus ini mogok? Memang tak pernah diperiksa apa? Atau jangan-jangan ada yang mengerjai supaya kami tak bisa pergi.
"Kami tak bisa pergi, Pah. Mobilnya mogok. Tolong, Pah!" pinta Selly saat ia menelpon om Arman.
Setelah selesai menelpon, Selly mengatakan kami diminta menunggu oleh om Arman. Katanya pria paruh baya itu akan menjemput setelah mengantarkan anak dan istrinya sampai ke tempat pesta.
Katanya lumayan lama sebab jarak bolak-balik itu akan menghadapi beberapa titik macet. Om Arman melarang kami menggunakan taksi atau mobil online. Katanya khawatir malam-malam begini dua gadis naik kendaraan umum.
Akhirnya kami berdua cuma bisa pasrah menunggu Om Arman datang. Supir pun tidak bisa mengurus dulu ke bengkel sebelum nona-nona ini dijemput.
Karena bosan menunggu, aku dan Selly keluar dari mobil. Mungkin dengan berada di luar akan lebih tenang sebab bisa melihat pemandangan jalan secara langsung.
Suasana malam hari di ibukota Jakarta jalanannya masih dipenuhi kendaraan. Meski tidak sepadat di siang hari, tetap saja akan menimbulkan macet di sana sini.
Mata ini masih bisa melihat suasana malam sebab jalanan dihiasi lampu yang berderet di kanan dan kiri. Juga lampu yang berasal dari mobil-mobil yang melaju di hadapan kami.
Udara di sekitar kami pun tidak menusuk selayaknya cuaca malam. Mungkin pengaruh dari kepadatan lalu lintas yang memunculkan asap-asap hangat pada sekitarnya.
Pak supir mangajak kami menepi dari badan jalan katanya supaya tak bising. Tepatnya aku dan Selly dibawa ke depan ruko yang sepertinya tak digunakan. Jaraknya sekitar lima puluh meterlah dari jalan raya yang makin lama makin berkurang jumlah kendaraan yang melintas.
Di tengah penantian, berhenti sebuah motor yang suara mesinnya sangat mengganggu. Lalu turun dua orang berbadan kekar dan menghampiri kami.
Dari gayanya aku berfirasat kalau mereka bukan orang baik-baik. Benar saja, kedua orang tersebut bicara dengan kasar.
"Wah, ada gadis canti-cantik, nih. Ada yang bisa kami bantu. Nona-nona?"
"Hai, mau apa kalian?" sela pak supir sambil memasang badan tepat di depan kami.
"Enggak mau ngapa-ngapain, cuma pengen itu!" jawab salah satu dari mereka sambil menunjuk kalung yang dipakai Selly. Lalu, tangan pria itu dengan kurang ajar mengarah pada dada Selly.
Supir berusaha menghalau, tapi sepertinya kekuatan pria kurus itu jauh di bawah si preman. Alhasil, dia terjengkang akibat dorongan kasar penjahat tersebut.
Saat aku dan Selly mencoba teriak, kawanan penjahat itu mengeluarkan pisau. Mulut yang sudah terbuka lebar ini terkatup kembali demi melihat benda tajam yang kilatannya memberdirikan bulu kuduk.
"Cepat serahkan dompet dan perhiasan kalian!" perintah si penjahat.
Dengan tangan bergetar, aku dan Selly menuruti perintah itu. Namun, aktivitas ini terhenti sebab tiba-tiba salah satu penjahat itu terhuyung.
"Kurang ajar, siapa kau?" bentak penjahat yang masih berdiri. Ia membalikkan badan saat menyadari temannya dipukul seseorang.
Aku tak bisa dengan jelas melihat siapa orang yang membantu kami. Pencahayaan yang kurang baik menjadikan tempat ini lebih temaram dari jalanan di depan.
Detik verikutnya terjadilah baku hantam dua lawan satu. Karena tak ada yang bisa dilakukan untuk membantu, akhirnya aku mengajak Selly berteriak.
Pak Supir pun tidak tinggal diam. Ia berlari ke jalan raya dan berteriak minta tolong pada pengendara jalan. Akhirnya turun juga beberapa pengguna jalan yang siap membantu kami.
Menyadari situasi tak menguntungkan, dua penjahat itu kabur dengan motor. Aku menghentikan teriakan dan menghampiri orang yang menolong kami. Ia dalam posisi terduduk sebab terkena tendangan lawan.
"Terima kasih, Bang!" ucapku sambil berjongkok dekat dengannya. Saat itulah aku sadar bahwa orang yang menolong kami adalah bang Brewok.
"Bang Brewok 'kan? Ya, ampun abang makasih banget!"
"Iya, kamu gak apa-apa, mba?" tanya balik bang Brewok.
"Enggak, alhamdulilah. Untungnya abang datang tepat waktu. Makasih sekali lagi, Bang!"
Entah apa yang membuatku sebahagia ini. Apa karena selamat dari kejahatan, atau sekitar bab bertemu bang Brewok. Ih, narsis amat, ya. 'Kan baru kenal, kenapa jadi kayak ada ikatan begini.
Aku dan Selly mengucapkan terima kasih pada orang-orang yang bersedia membantu. Karena keadaan sudah aman sebagian mereka pun undur diri sebab ada keperluan katanya. Tak lupa mengatakan kami untuk berhati-hati. Di sini memang rawan kejahatan.
Ada dua pengendara yang belum pergi. Katanya khawatir penjahat itu datang lagi. Jadi mereka akan ada di sini sampai jemputan untuk kami datang.
Aku mengenalkan bang Brewok pada Selly. Namun, kelihatannya Selly agak risih dengan tampilan pria ini, jadilah dia agak menjauh setelah berkenalan.
Selly malah lebih akrab dengan pengendara mobil yang tadi hendak menolong kami. Eh, dasar abege, gak boleh liat yang kinclong dikit.
"Abang ke mana saja, kok gak datang ke toko? Aku mau ngasihin dompet abang yang jatuh. Abang gak ngeh, ya dompetnya jatuh di toko?"
Lelaki yang tampilannya masih sama seperti saat datang ke toko itu menoleh. Lalu, menatapku lekat-lekat.
Dalam posisi saling pandang inilah aku baru sadar mata bang Brewok itu tajam. Ngeri juga melihatnya. Pantaslah Selly kayak ketakutan.
Hanya saja wajahnya tak jelas sebab tertutup brewok lebat. Ada noda-noda hitam juga di pipi dan keningnya. Ah, pokoknya emang kumal. Bisa jadi hanya aku yang biasa saja berdekatan dengan orang ini? Mungkin.
"Simpan saja dompetnya, kalau kamu butuh uangnya ambil saja."
"Jangan, Bang. Saya gak mau memakai milik orang lain. Itu pasti hasil kerja keras abang. Besok abang ke toko, ya. Nanti saya balikin!"
Sebelum bang Brewok bicara lagi, satu mobil datang. Dari ucapan Selly aku tahu itu adalah kendaraan om Arman.
"Bang, maaf, ya, aku pamit dulu. Kami mau pergi ke pesta ulang tahun PT Cipta Modern Jaya, itu perusahaan tempat om Arman kerja!"
"Oke, sampai jumpa di sana!"
Ucapan itu membuatku mangap. Apa gak salah dengar, kok dia mau ke pesta? Dengan tampilan begitu?
"Eh, maksud abang sampai ketemu di toko. Abang permisi juga, ya!"
*
Bagi yang belum beruntung di kuis 1, masih ada kesempatan kedua, kok untuk dapat pulsa 10K
*Folow akun HaninHumayrohumayro *Subscribe, rate 5 dan komen cerita ini (bab 3,4,5) *Subscribe semua novel saya *Pemenang diumumkan di bab 6
Yuk, baca juga novel seru lainnya!
*SUAMI PENDUSTA *BANGKRUT SAAT SELINGKUH *TERLANJUR NYAMAN *ISTRI RAHASIA KONGLOMERAT *CINTA SANG PILOT *STRONGER WITH YOU *CALON MANTU KYAI *LOVE YOU FISABILILLAH *DUDA MENTERENG *SENTUHAN SATU MALAM *DIMADU PASCA MELAHIRKAN *PENGANTIN BELIA *GADIS BELIA DAN BAYINYA *BOS KILLER *SELEPAS TALAK TIGA *PEMBUNUH SUAMIKU