Wulan pingsan
Suamiku yang selingkuh, Ibu mertuaku yang mengamuk 

Bab 3

"Sabar ya mbak Wulan, Lelaki kayak gitu hempaskan aja," ujar Anisa berusaha menghiburku. 

Aku hanya mampu menganggukan kepalaku dengan pelan, kalau boleh jujur, sebenarnya aku ingin marah pada Mas Adit, ingin memukul dan memakinya, tapi itu sudah di lakukan oleh ibu mertuaku. Dan aku, hanya bisa melihat kejadian itu, tanpa berniat menghentikannya.

"Biarlah Mas Adit dan selingkuhannya itu, dapat pelajaran yang berharga dari ibu mertuaku, Pelajaran yang tidak akan bisa mereka lupakan seumur hidupnya. 

"Seperti apa sih, wanita selingkuhannya Kak Adit, kenapa kak Adit berani berbicara seperti itu?" Ujar Anisa merasa penasaran.

"Menurut Ibu, Wanita itu biasa saja, tidak cantik sama sekali, cuma pakaiannya aja agak terbuka, mungkin itu triknya, untuk menggoda lelaki bod*h seperti kakakmu," sahut ibu mertuaku bernada ketus.

"Berarti selera kak Adit berubah buruk, dong Bu," ujar Anisa seraya terkekeh.

"Ya iyalah, masih cantikan Wulan kemana-mana," ujar ibu membanggakan diriku, dan aku hanya bisa tersenyum mendengar pujian ibu mertuaku.

"Kok Anisa udah nggak sabar ya, mau memberi kak Adit pelajaran, terutama wanita selingkuhannya itu, rasanya pingin Anisa....." Anisa hanya mengepalkan tangannya, seolah berusaha menahan kemarahannya.

"Tenang saja, kesempatan itu pasti datang," Ucap ibu sambil mengedipkan sebelah matanya. 

Aaah rencana apa sebenarnya, yang sudah tersusun rapi di kepala ibu mertuaku,  yang masih cantik itu? Perlu kah aku merasa khawatir pada Mas Adit?  Biarlah, Dia saja tidak mempedulikan perasaaku, kenapa aku harus mempedulikannya. 

"Habis ini kita mau kemana, Bu?" tanya Anisa yang langsung menyeruput habis minumannya.

"Tentu saja pulang, bukankah kita akan menyiapkan sebuah pelajaran untuk kakak mu itu?, lagipula, kasihan Wulan, mungkin dia lelah setelah seharian diluar, apalagi saat ini dia sedang hamil," ujar ibu sambil menoleh ke arahku.

"Apa? Mbak Wulan hamil? Itu artinya, aku akan menjadi seorang tante," ucap Anisa kegirangan hingga tanpa sadar, gadis itu berdiri sambil bertepuk tangan. 

"Selamat ya mbak Wulan, sebentar lagi akan menjadi ibu," 

Lagi-lagi gadis itu memancarkan wajah kebahagiaan, senyumnya terukir begitu indah, hingga air mataku kembali berderai. 

"Ibu juga nggak sabar di panggil Nenek, akhirnya, impian ibu terwujud" Ibu dan Anisa pun saling berpelukan, ternyata dengan adanya mereka bersamaku, secara perlahan rasa kecewa dan sakit hati mulai berkurang.

"Mbak Wulan menangis?" ucap Anisa tiba-tiba, membuat ibu langsung menoleh kearahku. 

"Apa kamu merasa sakit Nak, katakan pada ibu,  dimana rasa sakitnya?"

Lagi-lagi aku tidak mampu berkata-kata, hanya air mataku yang semakin deras keluar. 

"Mbak Wulan jangan nangis, Anisa jadi sedih," gadis itupun menarik tubuhnya dari pelukan ibu, lalu beralih memelukku.

"Mbak....me....na...ngis kare....na terharu, ternyata kalian benar-benar menyayangiku," Ucapku sambil berusaha menghapus air mataku. 

"Sini, sini, anaknya ibu, kamu tidak usah  pikirkan hal yang membuatmu sedih, lupakan sih Adit, fokuskan saja pada kesehatanmu, dan juga janin yang ada di perutmu" kini ibu mertuaku yang memeluk tubuhku. 

Kini aku merasa kuat, aku tidak akan terpuruk gara-gara pengkhianatan Mas Adit, bukankah laki-laki seperti itu, tidak pantas untuk di tangisi? 

"Anisa yakin, mbak pasti kuat, demi Dede bayi,"

Akupun tersenyum kecil mendengar penuturan Anisa barusan.

Ya, aku harus bisa menghilangkan rasa sakit di hatiku, demi bayi yang ada di kandunganku, dan juga demi ibu mertua dan Anisa, adik iparku yang sudah seperti adik sendiri.

****

Tanpa terasa, hari mulai gelap, ibu mertuaku memutuskan untuk pulang segera ke rumah, takut keduluan mas Adit, sebab kata ibu, bisa saja mas Adit, menceritakan kejadian sebaliknya pada Bapak mertuaku itu. 

"Ibu nggak usah khawatir sama Bapak, Nisa yakin, Bapak tidak akan percaya begitu saja dengan cerita kak Adit,"

"Ibu bukan khawatir soal itu, Nisa, tapi ibu khawatir, kakakmu akan memancing emosi Bapakmu, kamu tahu kan Bapakmu seperti apa?"

"Bapak galak banget ya Bu," tanyaku penasaran melihat kecemasan di wajah ibu. 

"Bukan itu saja, Ibu takut bapak melakukan tindakan lebih, yang bisa berakibat fatal,"

"Maksud ibu,"

"Kamu tahukan Nisa, seperti apa kemarahan bapak jika sudah mengamuk?"

"Nisa mengerti, Bu,"

"Sebenarnya ada apa dengan Bapak, Sa, kenapa ibu terlihat khawatir sekali?" tanyaku sedikit berbisik pada Anisa. 

"Ibu takut Bapak menghabisi, Kak Adit, Mbak,"

"Astagfirullah Aladzim,"

"Bapak sangat membenci, yang namanya pengkhianatan, ibu takut bapak tidak bisa mengendalikan diri, jika sedang marah,"

Apa ibu khawatir dengan keselamatan Mas Adit?  Wajar saja Ibu khawatir, kan Mas Adit anak kandungnya.

"Bukan Mas Adit yang di khawatirkan ibu, tapi Bapak, ibu nggak mau gara-gara Mas Adit, bapak masuk penjara," ucapnya seolah tahu apa yang terlintas di pikiranku.

Akhirnya mobil yang kami tumpangi pun memasuki kawasan perumahan mewah, lalu memasuki gerbang kediaman milik mertuaku.

Aku, Ibu dan juga Nisa segera turun dari mobil, Namun baru saja kami berjalan beberapa langkah....

"Ibu, Adit mau bicara sama ibu.... " tampak Adit berlari untuk menghampiri kami, dan ternyata dia datang bersama perempuan itu, dan laki-laki berpenampilan kriminal.

"Berani juga kau muncul di hadapan kami" ucap Anisa sambil menatap penampilan wanita yang menjadi selingkuhannya suamiku. 

"Tentu saja aku harus muncul, karena sebentar lagi, aku akan menjadi bagian dari keluarga ini" ucapnya penuh percaya diri.

"Jangan mimpi kami akan menerimamu"

"Hormatilah Henny, Nisa, dia calon kakak iparmu!"

Plaaak

"Ngapain kamu bawa dia datang kesini, kamu mau bikin ibu semakin kesal?" ujar ibu dengan wajah garangnya. 

Mas Adit terkejut mendapatkan tamparan dadakan dari ibu. 

"Ibu ini kenapa sih, susah banget untuk merestui hubungan kami, tinggal bilang iya aja kok sulit"

"Dasar wanita obralan kamu ya, apa harga dirimu terlalu murah, hingga anakku bisa tertarik padamu?" tampak ibu tidak bisa lagi mengendalikan emosinya. 

"Cepat kau pergi dari sini, aku tidak sudi melihatmu lagi, dan kau Adit, untuk apa kau datang kesini kalau tujuanmu, membuat keributan, apa kamu nggak kasihan sama Wulan"

"Maafkan Adit, Bu, sebenarnya Adit tidak pernah mencintai Wulan, Adit menikahinya karena permintaan Ibu dan Bapak"

Bagaikan petir di siang bolong, aku mendengar pernyataan Mas Adit barusan. 

Ternyata dia sama sekali tidak pernah mencintaiku?

"Jika kau tidak mencintainya, kenapa kau menidurinya?" ujar ibu berteriak histeris, membuat Mas Adit mundur ke belakang.

"Kau benar-benar anak durhaka, menyesal aku melahirkanmu"

Tanpa diduga, tiba-tiba Anisa langsung menghampiri Adit, lalu menjatuhkan pukulan bertubi-tubi pada tubuh Pria itu. 

"Ramon, kamu jangan diam aja, bantu Mas Adit" seru Henny memberi perintah pada pria bertampang kriminal itu. 

Pria itu melayangkan pukulannya kearah punggung  Anisa, membuat gadis itu terhuyung kesamping. 

"Beraninya sama wanita, cuiih" ucap adik iparku dengan tatapan sinis. 

Sementara Henny, dia menolong Mas Adit untuk  membersihkan lukanya.

Byuuur..... 

Entahdari mana ibu mertuaku  mendapatkan seember air, yang langsung di siramkan kearah Mas adit beserta selingkuhannya itu. 

Sementara Anisa dan pria bertato itu sedang berkelahi, keduanya ternyata sama-sama bisa bela diri, hingga terlihat hampir seimbang.

Aku yang ketakutan melihat pertengkaran itu mendadak panik, rasanya kakiku tidak sanggup bertahan untuk berdiri.

"Bu Wulan, ibu kenapa, kenapa wajah ibu terlihat pucat?" ujar mbok Yum yang tiba-tiba keluar karena mendengar keributan.

Aku benar-benar tidak dapat menguasai kesadaranku, semuanya mendadak gelap, hanya teriak histeris Anisa serta Ibu yang kudengar.

"WULAN!"

"MBAK!"

*****

sebenarnya apa yang terjadi pada Wulan, kenapa ia mendadak pingsan?
Apakah ada kaitannya dengan kehamilannya?