Perjalanan Si Bocah Kurus Kecil
Ia tak mampu menghitung, sudah berapa kali panas dan basahnya saat terang serta dinginnya kegelapan dilalui. Kaki kecilnya terus berjalan mencari sosok yang selalu membuat hangat dan nyaman. 

"Ibu …! Di mana ibu?" Begitu teriaknya dalam tangis, siang dan malam. Namun, sosok ibu yang ia cari dan rindukan, tak menampakkan batang hidungnya. Pernah suatu kali ia melihatnya, tetapi ketika dikejar, ternyata itu bukan ibunya.

Ia sangat kelaparan. Badannya yang kurus, mulai menampakan lekukan tulangnya yang menonjol. Anak kecil itu tak mengerti kenapa sampai berpisah dengan ibunya. Apakah ia yang bermain terlalu jauh, atau ibunya yang sengaja telah membuangnya? Jawaban terakhir nampak tak masuk akal. 

Tidak mungkin, sejak kecil ibu selalu sayang padaku. Meskipun ia sering pergi, tetapi pasti kembali, dan mengelusku dengan penuh kasih sayang. 

Ia tak mampu berpikir. Yang diinginkannya saat itu bertemu dengan Ibu. Ia sendiri tak peduli dengan Bapak. Sejak kecil sosok "bapak" tak pernah dikenal dan dilihatnya.

Kemungkinan lain adalah bahwa ia telah diculik! Seseorang yang tak bertanggung jawab mungkin telah mengambil dan membawanya pergi. Padahal menurutnya, ia hanya anak kampung yang kurus, bukan anak blasteran yang bisa dijual ke orang kaya dengan harga tinggi. 

Ia terus berjalan. Saat haus ia bisa minum air dari kamar mandi masjid. Sisa makanan yang ia temukan di tempat sampah mampu menahan perutnya yang lapar, hingga sempat membuatnya sakit perut.

"Ya ampun, kasihan sekali, kamu masih kecil sudah terpisah dengan ibunya. Ibu kamu di mana, Nak?" tanya seorang lelaki dengan janggut panjang. Janggutnya yang lucu membuat anak itu senang dan ingin menariknya.

Bocah kurus dan kecil itu hanya bisa menatap dengan iba. "Tolong carikan buku," pintanya dengan mata penuh harap. 

Lelaki itu berkeliling mencari sang ibu. Akan tetapi, ia juga tak menemukannya. Karena kasihan, ia pun membawanya ke rumah.  "Kamu tinggal di sini saja, ya?" katanya sambil tersenyum dan mengelus kepala anak itu. Namun, baru saja ia menikmati susu pemberian lelaki baik hati itu, seorang perempuan dengan perut gendut datang. Ia marah-marah dan tak suka melihatnya.

"Ih, kenapa dibawa ke rumah?" protesnya. "Aku lagi hamil, Mas. Lihat saja, badannya kotor dan bau. Pasti penyakitan, aku gak mau nanti aku dan calon bayi kita ketularan penyakit."

Akhirnya, lelaki itu menyerah. Ia mengeluarkan anak itu dari rumah. Dibawa jauh dan  ditinggalkannya di bawah sebuah pohon ceri. Anak itu mengejar sang lelaki penolongnya. Namun, ia menghardik dan mengusirnya dengan tatapan aneh. Manusia terkadang sungguh tega.

Sekali lagi anak itu berjalan dan berteriak memanggil ibunya. Namun, tak seorang pun yang peduli. Sampai akhirnya, ia bertemu dengan anak lain seusianya. Anak itu tampak sehat dan lincah, ia lebih gemuk darinya. Malu-malu si bocah kurus mendekatinya dan ingin ikut bermain. Ternyata anak tadi tidak sendiri, tetapi berdua, mungkin itu saudaranya. Si bocah kurus terlalu lemah dan lapar untuk ikut bermain, melompat-lompat dan berkejaran. Tak berapa lama, ada suara yang memanggil kedua anak itu untuk pulang. 

Si bocah kurus kaget, ia seperti mendengar suara ibunya. Ia sudah terlalu rindu. Di datanginya, suara itu. Ternyata ia harus kecewa sekali lagi, karena itu bukan ibunya. Tampak kedua anak tadi yang bermain, diusap dan didekap dalam kehangatan ibunya. 

Pelan-pelan si bocah kurus mendekat. Sesaat si Ibu menatap tajam, telinga dan ekornya bergerak-gerak. Si bocah kurus mengeong pelan. Tak tega melihat anak kucing kurus itu, jiwa keibuannya muncul. Ia membiarkan saja ketika anak itu mendekat, dan ikut menyusu bersama dua anaknya yang lain.

Bocah kurus itu senang, pencariannya selama ini usai sudah. Rasa rindunya terobati Ia tak peduli, walaupun bukan anak kandung, ia siap menjadi Upik Abu. 

***

Komentar

Login untuk melihat komentar!