Ba'da adzan Ashar aku sampai juga di rumah. Kulihat suasana rumah sangat lengang, tumben sekali kemana ibu dan adik-adikku berada. Padahal pintu rumah dibiarkan terbuka begitu saja.
Tinn. . .Tinnn
Murni langsung menyalakan tlakson motornya, berharap ada respon dari penghuni rumah. Semoga saja ibu mau keluar dan menyambut kedatangan kami.
"Eh kalian sudah pulang" sapa ibu, ia muncul dari balik pintu.
"Iya Bu, maaf tadi jalanan sedikit macet" jawab Murni cepat.
"Gimana lamarannya Mit?" tanya ibu antusias.
"Ihh, ibu apaan sih anak baru sampai bukannya disuruh masuk, malah ditanyain macem-macem" ptotesku padanya.
"Iya-iya, sini masuk, Kamu juga Mur . . . masuk sini Ibu bikinin minum dulu!" ajaknya berusaha ramah.
"Maksih Bu!" jawabku dan Murni hampir bersamaan.
Aku dan Murni bergegas masuk dan langsung menjatuhkan bobot tubuh ini dikursi tamu rumahku. Raut lelah jelas sekali terlihat pada wajah Murni, apalagi cuaca sedang terik seperti ini.
"Ini Mur, silahkan diminum. . .ini ibu juga bikin mie rebus tadi" ucap ibu ramah.
"Makasih Bu, repot-repot segala. . .aku cobaain ya" jawab Murni. Ia terlihat langsung menyeruput kuah mie rebus yang aromanya benar-benar menggugah selera.
"Gimana Mit, lamarannya keterima kan?" tanya Ibu penasaran.
"Lagi nunggu kabar Bu, tadi bilangnya sih mau dikabarin. . . Ponselku tadi jatuh di jalan Bu" ucapku tertunduk, takut juga jika langsung kena omel sama ibu.
"Gimana bisa jatuh sih Mit, terus ini nanti gimana kalo ada panggilan dari Solo itu?" tanya ibu.
"Nanti bakal dikabarain lewat ponsel Murni kok Bu" ucapku meyakinkan.
Beruntungnya ada Murni disini. Jadi ibu masih agak sedikit sungkan jika harus memarahiku dihadapan orang lain. Semoga saja ibu benar-benar bisa berubah.
Drett. . .
Drettt. . .
Bunyi getaran ponsel Murni jelas sekali terdengar, ia bergegas mengambil dan memeriksa ponselnya. Ia tampak sekilas melirik kearahku.
"Ada apa sih Mur, nglihat aku kaya gitu banget?" tanyaku penasaran.
"Ini baca, aku dapat pesan dari Solo tadi!" pinta Murni, ia lngsung menyerahkan ponselnya padaku.
[Selamat sore Paramitha, kami dari perusahaan Nakaxx mengharap kedatangan anda besok senin untuk mengikuti traning, mohon datang pagi berseragam hitam putih
Salam
Netral]
Begitulah bunyi pesan diponsel Murni, membuatku sontak senang bukan main. Ternyata harapanku untuk segera bekerja bisa terwujud.
"IBU" teriakku.
"Ada apa sih Mit, teriak-teriak ibu masih belum budek kali?" tanya ibu sedikit sinis.
"Aku diterima Bu, besok senin aku langsung traning" ucapku girang bukan main.
"Alhamdulillah aku ikut senang Mit" sahut Murni.
"Makasih Mur, ini semua juga berkatmu, makasih banyak kamu sudah mau menemaniku tadi" jawabku haru.
Melihatku yang begitu senang, ibu hanya diam namun bisa kulihat ada sorot kebahagiaan dari sudut matanya. Semoga saja ini menjadi jalan terbaikku untuk mendapatkan rejeki.
"Bu, udah sore nih . . . aku pamit dulu ya" ucap Murni pada Ibu.
"Kok buru-buru sih, enggak nginep sini aja" jawab ibu kemudian.
"Lain kali aja deh Bu, takut nanti dicariin bapak" balas Murni beralasan.
"Ya sudah hati-hati ya dijalan, ini ada pisang sedikit kami bawa pulang gih" ucap ibu, ia menyerahkan kantong berisi pisang.
Setelah kepergiaan Murni, ibu langsung terus menatap kearahku. Membuat nyaliku sedikit menciut, apalagi selama ini ia begitu tidak menyukaiku.
"Mit, besok temani ibu ke pasar ya!" pinta ibu padaku.
"Kok tumben Bu, ngajak Mita segala emang mau belanja banyak ya?" tanyaku penasaran.
"Bukan begitu, lusa kan kamu udah berangkat ke Solo, ibu akan belikan baju-baju yang layak buat kamu, biar kamu nanti enggak diejek teman-temanmu" tutur ibu.
Jujur aku cukup terkejut mendengar perkataan ibu. Memang sih selama ini bajuku sudah nampak lusuh dan hanya itu-itu saja, ibarat kata dipake dicuci lalu dipake lagi.
"I-ibu beneran?" tanyaku tergagap.
"Ya beneran donk, masak ibu bohong sama kamu" jawab ibu antusias.
"Alhamdulillah, tapi enggak usah deh Bu, aku pake baju apa adanya saja. . .mending uangnya aku tabung buat bekal besok lusa" tolakku kemudian.
"Udah gak pa-pa Nak, hitung-hitung sebagai ucapan syukur ibu akhirnya kamu dapat pekerjaan, besok ibu kasih uang bekal deh jangan khawatir" ucap ibu meyakinkanku.
Bagai es yang mencair, senangnya hati ini bukan main. Andai saja ia dari dulu terus seperti ini, tentu hati ini akan merasa bahagia bukan main.
"Mit, Mitha . . .kok kamu ngelamun sih" ucap ibu menyadarkanku.
"Ma-maaf Bu, habisnya aku lagi senang sekali hari ini, kebahagiaan sedang menyelimutiku" sahutku cepat.
"Jangan melamun, udah sore sana buruan mandi!" pinta ibu padaku.
Aku bergegas pamit undur dan langung mandi. Semoga saja ibu benar-benar berubah. Jangan sampai ia baik padaku karna hanya ada maunya saja.
Sekarang aku tinggal mempersiapkan diri untuk berangakat besok lusa, aku berharap disana nanti aku bisa betah. Terlebih lagi jika kuingat saat ibu memarahiku, menjadi semangat tersendiri untukku.
Aku sendiri sebenarnya juga masih penasaran, klinik apa sebenarnya tempat kerjaku nanti. Mengapa tak ada tanda-tanda jika itu klinik kesehatan yang kemarin aku bayangkan. Memikirkan semua itu membuat mata ini lama-lama terpejam membawaku kealam mimpi indah.
Login untuk melihat komentar!