MERPERBAIKI MASA DEPAN (2)

Merperbaiki Masa Depan (2)


Aku masih didalam kamar mandi, jangan kira aku sedang mesum, bukankah dicerita sebelumnya sudah kusampaikan kalau aku sedang mencoba mesin kemasa depan milikku? Okelah, kita kembali kemasa lalu sebentar, itu saat Wafa masih terus saja tak bisa kumengerti, sudah dua kali mesinku bekerja dengan baik, tapi Wafa belum memberikan upahnya, cintaku bahkan masih menganggur.

Sekarang aku menggencet kepalaku, masih memandangi mesin yang tergeletak disana, sama seperti harapanku, aku tidak boleh putus asa, sekali lagi, karena putus asa dapat putuskan cita-citaku, aku tersenyum pulas, karena sangat nyenyaknya bermimpi memiliki Wafa.

Aku memutar tombol pengatur waktu kemasa depan, setelah sebelumnya cuma 2 menit dan 1 menit kedepan, sekarang kumenyetelnya entah kapan, yang pasti jauh kemasa depan, siapa tahu kali ini berhasil, aku harus mencoba berbagai kemungkinan untuk memungkinkan sesuatu yang tidak mungkin agar menjadi mungkin.

Aku memejamkan mata, dengan helm mesin di kepalaku, dengan tombol power yang siap dipencet oleh jempol tangan kananku, siap menyalakan mesinku, kali ini aku akan menjelajah waktu sangat jauh kemasa depan, tak apa bila tersesat, karena aku memang sudah lama tersesat dihati Wafa karena mencari cintanya, hingga saat ini masih belum bisa keluar.

BENG!

Mesin menyala. Kulihat Wafa disana, di masa depannya, ia sedang hamil, aku dapat mengetahuinya dari perutnya yang besar, itu tentu bukan buncit, karena Wafa mengelus-ngelus perutnya itu sambil tersenyum, sambil terus mengulang-ulang membaca surat Al Fatihah, suaranya terdengar sangat girang, wajahnya berseri bahagia.

Setelah itu, aku melihat bayangan seorang laki-laki mendekat, dari jauh masih terlihat kabus, ini seperti sedang mendramatisir suasana, membuat hatiku bergoncang tanpa gunung merapi yang aktif, sosok bayangan itu mulai nampak, mulai jelas dipandanganku, ia duduk disamping Wafa, Wafa menyandarkan kepalanya dibahunya, dan sakitnya, sosok itu bukan aku.

Aku segera membuka mata, menendang mesinku, hancur luluh lantak, keduanya, mesin dan harapanku. Aku duduk tersandar, menangis sejadi-jadinya, air mata terus saja menertawakan laki-laki cengeng sepertiku, biarlah, itulah gunanya air mata dicipta, bukan hanya bahagia yang ada di dunia.

Tapi aku berpikir, kejadian sebelum ini, tentang perasaan Wafa yang terus berubah sangat cepat, bahkan dipersekian menitnya. Apalagi hal tadi, ini jauh dari waktu dimasa akan datang, tentu kejadian masa depan yang kulihat tadi juga akan bisa berubah.

Aku mulai menyeka air mata, mulai kembali tersenyum pulas, merapikan mesinku, aku akan segera menemui Wafa. Aku bangkit, selain karena harapan itu masih ada, juga karena pintu kamar kecil ini sudah digedor dari luar sangat keras.

"Lama amat di kamar kecilnya, sejak jaman dinosaurus kah?"

Orang yang kebelet itu menggerutu saat kubuka pintu kamar mandi, aku cuek, tetap tersenyum, berjalan menuju Wafa.

*

"Hai! Wafa..."

Kata pertama yang kusampaikan dihadapan Wafa.

PLAK! 

Bukan jawaban, tapi reaksi yang kudapat. Sebuah buku jurnal digeplakkan Wafa ke kepalaku, untung buku ini cuma tipis, jika tidak aku akan geger otak, mungkin akan lupa ingatan, tapi tetap tidak akan bisa melupakan Wafa.

"Aduh, kenapa kepalaku digeplak?"

Aku merespon pukulannya.


"Aku sedang sibuk, lagi banyak kerjaan, tolong jangan ganggu. Sana pergi! Sibuk saja dengan semua mesinmu!"

Wafa berdiri, ia menunjuk-nunjuk hidungku sambil marah-marah.


"Fa, buku jurnal yang kau pegang itu nanti akan menjadi buku nikah kita berdua."

Aku mencoba menggombal.


"Tidak mungkin! Buku ini justru akan menjadi buku kematian untukmu."

Dia menjawab tidak sesuai harapanku, mungkin gombalanku tidak tepat waktu. 

Aku mundur beberapa langkah, meninggalkannya masih dengan senyuman harapanku, sedang ia masih mengepalkan tangan dengan mata melotot kearahku. Benar kata dia, aku harus mengurusi mesinku.

Aku duduk menyendiri diatas gedung, memandangi langit tinggi, sambil membereskan mesin kemasa depanku yang tadi kutendang hancur. Eh, tapi kadang aku berpikir, untuk apa aku memperbaiki mesin, seharusnya yang kuperbaiki adalah masa depan.

Ya, masa depan harus diperbaiki, masa depanku dan masa depan Wafa, aku harus menjadikan masa depan lebih baik agar aku bisa memilikinya, membahagiakannya, mempunyai anak bersamanya. Aku harus merubah dan memperbaiki masa depan yang kulihat dimesin tadi, Akulah yang harus jadi jodohnya Wafa.

Tiba-tiba handphoneku bergetar, pesan WA dari Wafa masuk, aku membuka dan membacanya.

Sore ini sehabis pulang kerja, temani aku makan bakso ya?

Aku tersenyum pulas dalam mimpiku.

*

Bersambung...