Bab 1. PERKENALAN


Pada suatu malam yang telah larut, tiba-tiba saja Angga datang ke rumah. Padahal, rumah kami sangat kecil. Apalagi, Angga datang dengan membawa seorang gadis yang dandanannya aneh. Menggunakan celana jeans koyak-koyak, jaket jeans dengan label aneh-aneh, dan dengan aroma yang bukan main. Sepertinya Angga membawa gadis mabuk ke rumah.
Jujur aku bingung. Diterima itu ada sedikit was-was karena orang tuanya bisa jadi menyalahkan kami. Tidak diterima itu, kasihan. Barangkali mereka berdua membutuhkan perlindungan. Lalu aku dan suami berbisik-bisik. Dengan alasan membelikan nasi goreng, suami kuminta melapor kepada orang tuanya yang jarak rumahnya dengan rumah kami sekitar tiga kilometer. Daripada disalahkan, mending melaporkan sekalian. Walau sebenarnya Angga melarang kami untuk melapor kepada orang tauanya.
Ketika suami keluar dengan sepeda motor butut kami, aku membuatkan teh manis hangat. Namun, rupanya si gadis yang belakangan kuketahui namanya sebagai Anggia, tumpah-tumpah. Aku berharap semoga ketiga anak kami yang masih kecil tidak terganggu oleh suara berisik mereka di kamar mandi.
Sekitar kurang lebih setengah jam, suami pulang disusul oleh kakak sepupu kami, orang tua Angga. Kakak datang berdua, suami istri. Beruntung, mereka dengan bijak menginterogasi Angga dan kemudian membawa mereka berdua pulang ke rumah mereka dengan mengendarai mobil. Sementara sepeda motor Angga ditinggal di rumah kami.
Itulah perkenalan kami sepintas dengan Anggia. Seperti diatur sedemikian rupa, nama mereka berdua pun mirip. Si cowok, sulung kakak sepupuku bernama Angga, kemudian gadis yang baru kami kenal ini bernama Anggia. Mirip, bukan?
Sepeninggal mereka malam itu kami tidak bisa tidur. Dalam pikiran kami, si Angga ini aneh-aneh saja. Masak malam-malam membawa lari seorang gadis yang entah bagaimana latar belakangnya.
Keesokan harinya, sebelum suami ke kantor, disempatkannya datang sejenak ke rumah kakak sepupu. Mereka mengatakan bahwa semalam tidak bisa tidur. Sama dengan kami. Mereka tidak tahu bagaimana mengatasi masalah Anggia. Berharap pelan-pelan benang kusut masalah ini dapat diuraikan dengan baik.
Hari berganti hari. Pelan terkuak bahwa Anggia ini memiliki klub yang luar biasa aneh. Dia terjerat ke dalam lingkaran jaringan obat-obatan terlarang. Keberadaannya selalu dicari dan diincar oleh kelompoknya. Karena itu, kepadanya harus dilakukan pengawasan ketat.
Cantik, putih mulus dan bertubuh sintal. Berasal dari keluarga kurang mampu yang bertempat tinggal di kampung kumuh, di bawah jembatan yang menghubungkan ke arah kota, di daerah aliran Sungai Brantas. Ayahnya seorang sopir pribadi bos perusahaan ternama, sementara ibunya pedagang gorengan di sekitar rumah sakit. Sayang, Anggia salah memilih teman pergaulan.
Kata Angga, malam itu dia mendengar dari seorang sahabat wanitanya meminta tolong agar dia menyelamatkan Anggia yang berada di suatu tempat tersembunyi. Diketahui Anggia berada di dalam sarang pecandu narkoba yang semuanya sedang dalam kondisi sakaw. Dengan susah payah Angga mencari dan menemukan tempat itu, kemudian menyeret Anggia keluar. Tentu saja Anggia pun dalam kondisi yang tidak stabil.
Agak digendong, tepatnya diseret, karena badan Angga kerempeng, Anggia dibawanya keluar dari sarang itu dan menuju rumah kami. Pantas aroma yang kami hirup begitu Anggia datang membuat perutku mual juga. Begitulah penuturan singkat Angga mengenai perkenalan mendadaknya dengan Anggia.
“Aku tidak tega, Tante. Bayangkan. Kedua orang tuanya kesulitan ekonomi, dia malah terpuruk seperti itu. Makanya, aku nekat mendatangi markasnya. Beruntung, kami berdua diselamatkan oleh Tuhan!” cerita Angga sambil geleng-geleng kepala.
“Lah kok kamu kenal?” kejarku.
“Nggak kenal, Tante! Hanya si Reti, teman baik dan tetanggaku bilang, Anggia ini murid pandai di sekolahnya, tetapi akhir-akhir ini perilakunya berubah drastis. Reti sering mendengar curhat Anggia, dan saat itu Reti tahu Anggia hendak dijual oleh kelompoknya. Maka Anggia minta tolong Reti untuk menyelamatkannya. Nah, Reti tahu kalau aku nggak bisa melihat yang kayak gitu. Maka, entahlah kok Reti langsung memintaku menjemput Anggia. Mungkin cara Tuhan juga untuk menyelamatkan Anggia!” cerita singkat Angga.
“Lah, kok tiba-tiba terpikir olehmu membawanya ke rumah, bagaimana ceritanya?” tanyaku pula.
“Aku kalut, Tante! Yang penting aku harus segera menyembunyikan Anggia. Yang teringat cuma Tante dan Om. Soalnya kalau kubawa ke rumah, mungkin Papa Mama akan memarahiku juga!” katanya lunglai.
“ Aku tahu, ini pasti perkara besar! Aku tidak mungkin mengatasinya sendiri. Yang paling gampang jika Tante yang bilang ke Papa Mama. Aku aman juga!” lanjutnya.
Benar. Akhirnya peristiwa itu berbuntut panjang. Yang jelas kelompok mereka tidak menginginkan Anggia selamat dan membocorkan aktivitas kelompok tersebut. Yang pertama dilakukan oleh kakak sepupuku adalah mencari perisai yang bisa membentengi pendidikan Anggia. Kakak berkoordinasi dengan berbagai pihak karena Anggia tercatat sebagai siswa SMA di salah satu sekolah swasta.
Membayar dana sekian untuk menyelesaikan administrasi sekolahnya merupakan sesuatu yang tidak mudah pula. Tentu saja ini karena Anggia menunggak tidak membayar SPP-nya selama satu tahun lebih. Bahkan, Anggia nyaris di-drop out- kan karena absensi luar biasa. Intinya, Anggia ini sudah terkenal dengan cap anak nakal. Orang tuanya pun kewalahan dan merasa angkat tangan, tidak bersedia lagi mengatasi pendidikannya yang sudah terjerat jaringan pengguna obat terlarang.
Sejak malam itu, Anggia disembunyikan oleh kakak sepupuku di rumahnya dengan pengawasan ketat. Beruntung sekali keluarganya mendukung untuk menyelamatkan jiwanya. Segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan dan pergaulannya diselesaikan dengan penuh perhatian. Konsultasi dan koordinasi dengan dokter dan psikiater pun dilakukan karena kakak sepupuku memang merupakan salah satu pegiat pendidikan yang sedang gencar memberantas jaringan pengguna obat terlarang yang meracuni pemuda dan pemudi anak bangsa. Klop sudah.
Aku tidak banyak mengikuti perkembangan pemulihan Anggia sebab aktivitas pribadiku sebagai salah seorang ASN yang bekerja sambilan di tempat lain juga luar biasa padat. Hanya sedikit kuikuti melalui ceritera kakak sepupuku perempuan . 
Yang jelas, mereka sekeluarga cukup kerepotan menangani Anggia, terutama jika sedang sakaw. Trantum itu istilah untuk anak kecil. Sementara untuk kondisi Anggia lebih tepat disebut mengamuk, kata kakakku. Jika dalam kondisi demikian, kakak akan menyiramnya dengan air dingin, membuatnya sadar dan mengajaknya berdoa. Ya diatasi dengan medis, dengan spiritual, dan dengan penuh kasih sayang.
Untunglah kondisi ekonomi kakakku lumayan bagus. Dengan tiga buah hati yang baik hati dan dermawan, berharap Anggia merasakan kehangatan sebuah keluarga baru yang mengasihinya. 
Ada dua pembantu rumah tangga yang bisa membantu menanganinya jika Anggia sakaw, sementara kakakku sebenarnya juga aktivis dan wanita karier. Kakak menjadi guru bahasa Inggris privat dan dosen seni musik yang mengajar di perguruan tinggi swasta. Suaminya pun memiliki jabatan strategis di salah satu lembaga pendidikan. Karena itu, masalah pendidikan keluarga, tidak dapat diragukan lagi. Anggia mendapat sebuah tempat istimewa dalam hal pemulihan dan penyembuhannya dari ketergantungan obat terlarang.

Komentar

Login untuk melihat komentar!