7
Operasi Pak Darma berjalan lancar. Pak Darma telah dipindah ke ruang perawatan bedah. Beruntung kaki dan tangan kanan Pak Darma masih bisa diselamatkan, sehingga Pak Darma mendapat penanganan pemasangan pen dalam(ORIF:Open Reduction Internal Fixation).

Jika kondisi tulang kaki dan tangan hancur berkeping-keping sulit disatukan kemungkinan ada penanganan lain, terpasang OREF/pen luar atau bahkan dilakukan tindakan amputasi.

Selama Pak Darma dirawat di rumah sakit, Fian tak pernah absen mengunjunginya. Selepas praktek di klinik, Fian menginap di rumah sakit untuk merawat Pak Darma. Semua dilakukan atas dasar tanggung jawabnya menanggung perawatan Pak Darma.

Kelonggaran dari pihak rumah sakit yang memintanya berhenti praktek sementara membuat Fian memiliki banyak waktu luang di pagi hingga sore hari.

Pagi hingga sore Fian menemani Bu Utari di rumah sakit, sementara Dhifa bekerja sebagai Guru SMK Keperawatan.

Sikap Dhifa sudah tak lagi ketus terhadap Fian, hubungan keduanya semakin baik. Dhifa  seringkali meminta tolong Fian untuk mengambil obat Pak Darma di apotik. Bahkan tanpa diminta, Fian selalu membawakan makanan untuknya saat ke rumah sakit.

Selama seminggu  Fian tetap sopan dan menghormatinya. Bahkan Bu Utari sangat terkesan dengan sikap Fian yang sopan, sigap dan bertanggung jawab.

Dhifa mulai terkesan  terhadap  sikap Fian, bertanggung jawab dan sopan.  Menginjak  usia 32 tahun, Dhifa selalu berharap bertemu dengan kekasih halalnya, namun usaha demi usaha belum juga menampakkan hasilnya.

Sebenarnya Dhifa tak memiliki syarat yang sulit untuk kriteria suami, Dia hanya menginginkan laki- laki  yang bertanggung - jawab, setia dan seiman. Dhifa juga menyadari dirinya tak secantik artis yang seringkali menghabiskan sekian juta hanya untuk perawatan wajah, Dhifa hanya menginginkan laki- laki yang tidak mencintai secara fisik, namun mencintai karena Allah.

*****

Seminggu menjalani perawatan di rumah sakit, dokter memperbolehkan Pak Darma pulang. Fian mengantar Pak Darma pulang ke rumahnya.

Mobil Fian terparkir di depan halaman rumah minimalis yang asri dan rimbun. Angin sepoi-sepoi siang ini membuat Fian merasa nyaman saat bertandang. 

Pak Darma memanggil Fian untuk berbicara di kamarnya, dengan didampingi Bu Utari.
Pak Darma mencoba bersandar di kepala tempat tidur.

"Mas ... terima kasih banyak, sudah cukup banyak membantu kami," 

"Tidak apa-apa Pak ... Saya merasa bersalah, jika Saya tidak bertanggung jawab Pak."

"Pak ... Bu ... jika ada apa-apa dengan kondisi Bapak, tolong kabari Saya, ini kartu nama Saya ... maaf, Saya harus segera kembali ke klinik Pak."

Fian pamit undur diri dari rumah Pak Darma untuk bergegas menuju klinik.

Fian mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, sehingga dalam waktu 15 menit Dia telah sampai di kliniknya. Terlihat di kursi tunggu beberapa pasien tengah menanti panggilan periksa.

*******

Di usia menjelang 60 tahun, kondisi tubuh Pak Darma mengalami penurunan kondisi, riwayat penyakit kencing manis dan hipertensi yang diderita memperburuk kondisinya hingga luka bekas operasinya menjadi sukar sembuh dan terus- menerus basah.

Bu Utari seringkali menangisi kondisi suaminya secara diam-diam. Dhifa putri tunggal di keluarganya merupakan harapan hidupnya. Tak ingin merepotkan biaya dari anaknya, Bu Utari enggan membawa suaminya ke rumah sakit untuk kontrol paska operasi.

Tanpa diketahui Bu Utari, pemeriksaan yang dianjurkan untuk pasien dengan kondisi kencing manis sebaiknya rutin kontrol untuk mengendalikan kadar gula darah dalam tubuhnya serta mencegah terjadinya komplikasi.  Namun Bu Utari tidak melakukan hal tersebut pada suaminya. 

Pak Darma sudah  2 minggu ini hanya bisa tergolek lemah di kamarnya. Tak mampu mengajar karena tangan kanan dan kaki kanannya terpasang pen, sehingga memerlukan  istirahat  dari semua aktivitas. Sehingga semua kebutuhan dan aktivitas Pak Darma dibantu seluruhnya oleh Bu Utari dan Dhifa.

*******

Nadhifa Syakura, putri tunggal Pak Darma dan Bu Utari merupakan guru di salah satu SMK Kesehatan di Kota Samarinda.

Gadis berjilbab, berwajah oval dan alis tebal, berwajah Arab. Tak sedikit orang di sekitar Dhifa yang menyebutnya cantik dan manis. 

Namun dibalik wajah cantiknya, tersimpan kesedihan. Kesedihan karena hingga di usianya telah mencapai kepala tiga rejeki jodohnya belum tercapai. Teman- teman seusia Dhifa di sekolah telah memiliki 1 hingga 3 anak, hal ini semakin membuat Dhifa sedih, karena nasib dirinya yang belum berpasangan.

 Namun Dhifa pandai menyembunyikan kondisi hatinya dengan tetap bersikap ceria di depan orang tuanya.

Anak didiknya telah banyak yang mengiriminya undangan pernikahan, sementara dirinya di usia 32 tahun belum juga menikah.

Bukan hanya sekali  Dhifa berusaha, ta'aruf berkali- kali dilakukan, belum juga ada kemantapan di hati Dhifa dan keluarga.

Dhifa terus berdo'a memohon jodoh terbaik menurut Allah. Selain terus berdo'a, Dhifa juga seringkali mempraktekkan resep-resep baru terutama resep masakan, bahkan di laptopnya banyak didominasi video- video memasak dari youtube. Hal itu dilakukan Dhifa guna menyiapkan kehidupan rumah tangganya kelak.

******
"Pak, pak, bangun Pak,"  seketika Bu Utari  membangunkan suaminya yang memejamkan mata setelah sholat subuh.

Berkali- kali badan Pak Darma ditepuk- tepuk dan digoyang- goyang tak juga memperlihatkan hasil. 

Bu Utari mencoba******kulit kaki Pak Darma dan teraba dingin, sementara Dhifa mencoba untuk memberi aroma terapi di sekitar hidung Pak Darma, namun tak ada tanda- tanda Pak Darma segera sadar. 

Dhifa dan Bu Utari memutuskan untuk segera membawa Pak Darma ke rumah sakit terdekat. Dokter menyarankan Pak Darma untuk dirawat di ICU karena kondisinya yang mengalami koma akibat penurunan kadar gula darah.

Dokter memprediksi kondisi Pak Darma tak bisa bertahan lama karena dari hasil pemeriksaan CT scan kepala, terlihat ada pembuluh darah di otak yang pecah. Hal ini akibat dari penyakit kencing manis yang semakin berat.

Cemas dan stres mendera Bu Utari hingga pingsan tak sadarkan diri. Dhifa mencoba mengoleskan aroma terapi di hidung ibunya dan berharap sang Ibu  segera sadarkan diri.

Dhifa berusaha menguatkan dirinya untuk tidak menangis di depan ibunya. 

Dhifa senantiasa mendampingi orang tuanya dalam menghadapi ujian sakit yang menimpa.

Bolak- balik ke rumah sakit, rumah dan sekolah membuat Dhifa tak lagi memikirkan jodohnya. Dhifa lebih fokus memikirkan kondisi orang tuanya.

******

Saat menemani suaminya di Ruang ICU, Bu Utari seketika teringat pesan Fian dan mencoba menghubunginya. 

Berkali- kali menelpon namun tak juga ada respon dari Fian, Bu Utari hampir putus asa, namun sekali lagi ia mencoba tetap tak ada hasil. Mencoba mengirim pesan melalui aplikasi hijau, namun terlihat pesan terkirim dan belum terbaca.

*****
Saat rehat adzan Magrib, Fian mengecek kembali selulernya dan didapati kabar Pak Darma dari Bu Utari melalui aplikasi hijau. Ingin sekali Fian segera ke rumah sakit. Namun beberapa pasien telah menanti untuk memeriksakan kandungannya. 

Tak ingin mengecewakan pasien-pasiennya. Fian menghubungi Bu Utari bahwa dirinya akan segera ke Rumah Sakit setelah jam praktek kliniknya berakhir.



Komentar

Login untuk melihat komentar!