Bab 5

Sebelum membaca, subscribe dulu cerita ini, ya!

******🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼*****

AKU TAK TAHAN LAGI
BAB 5

"Bu, terus kita gimana?" tanya Nila padaku. Kami sudah sampai rumah sekarang. 

"Entahlah! Ibu juga pusing. Lagian Elsa berani sekali ngancam seperti itu ke kita. Riko juga cinta mati banget sama Elsa!" jawabku, menyeruak sesak di dalam sini. 

"Iya, Mbak Elsa sekarang berubah gitu! Padahal selama ini dia diam-diam aja. Heran, deh!" balas Nila, sambil memonyongkan bibirnya. 

"Halah ... aku nggak yakin betul dia hamil!" sahut Lala. Kuhela panjang napas ini. Aku bukannya nggak senang mau dapat cucu, senang banget malah. Tapi, jatah uang dari Riko berkurang ini yang bikin tak aku suka. 

Harusnya dapat rejeki anak, uang jatah ke ibunya harusnya makin lebih. Bukan malah kayak gini. Bikin pusing saja. 

"Ibu harus bicara sama Riko!" ucapku. 

"Iya, Bu! Mas Riko nggak bisa seperti ini sama kita. Takut banget sama istri!" balas Nila. 

"Kita lihat aja, makin membesar nggak itu nanti perut. Hasil dokter bisa dibuat. Elsakan licik!" sahut Lala dengan nada geram.  

"Kalau sampai Mas Riko nggak kasih jatah, bagaimana aku bisa beli baju baru? Aku itu nggak punya baju. Keluar pakai baju itu-itu aja kan malu! Mbak Elsa ini bikin kesal saja!" gerutu Nila. 

"Sama lah! Uang dari Riko itu cukup lumayan, bisa untuk beli beras sebulan. Hitung-hitung gaji suami bisa aku tabung! Biar cepat aku nambah emas!" pun Lala juga ikut menggerutu. 

"Sudah-sudah! Kalau Elsa memang hamil, kalian harus mulai membiasakan diri, untuk tak bergantung dengan Riko! Kerja!" ucapku.

"Nggak bisa gitu dong, Bu! Aku ikut berjuang nyekolahkan Riko sampai jadi seperti sekarang! Bapak meninggal, kala itu aku yang harus banting tulang. Hingga Riko bisa sekolah! Sekarang dia sukses, eh, malah takut sama istri. Enak saja!" sungut Lala.

Ya, tak bisa aku berkata-kata lagi. Memang kala itu, saat suami berpulang, Lala yang menjadi tulang punggung terlebih dahulu. Karena Riko belum lulus sekolah. 

Setelah Riko lulus, barulah Riko yang menjadi tulang punggung. Rejeki Riko memang bagus. Setelah lulus langsung dapat kerjaan yang bagus. 

"Yaudah, ibu mau nelpon Riko dulu! Ibu mau bicara padanya!" ucapku. 

"Iya, Bu. Mau istrinya hamil atau tidak, pokoknya dia harus tetap seperti dulu. Jatah buat kita tak boleh berkurang. Lebih kalau bisa. Lagiankan gaji Mas Riko setiap tahun kan naik. Masa' jatah ke kita nggak naik! Keenakan Mbak Elsa, dong!" ucap Nila. 

"Ya, betul kamu, Dek! Enak saja si Elsa. Tinggal enaknya saja. Eh, dia malah mau menguasai Riko sepenuhnya," balas Lala. 

"Sudah! Diam kalian! Bikin ibu makin mual dengarnya! Doakan saja, semoga Riko masih mau nurut sama ibunya!" sungutku kesal dengan keadaan ini. 

"Harus nurut dong sama Ibu. Kalau nggak nurut, apa dia mau dibilang anak durhaka!" ucap Lala. 

"Nah, betul itu, Mbak!" sahut Nila. Semakin membuatku pusing. 

Segera aku tarik hape ini. Mencari nomor hape Riko. Menekan tombol telpon. Berdering. 

"Iya, Bu?"

"Riko, ibu mau ketemu! Empat mata!" pintaku. 

"Kapan?"

"Sekarang!"

"Huueeekkk!" tiba-tiba telinga ini mendengar suara Elsa, kayaknya sedang muntah. 

"Maaf, Bu! Aku matikan dulu! Elsa muntah-muntah!"

Tit. 

Komunikasi terputus begitu. Sialan! Berani sekali Riko memutuskan telponku. Ini semua gara-gara Elsa. Tak bisa aku diamkan kalau seperti ini. Benar kata Lala dan Nila, lama-lama Elsa akan menguasai Riko sepenuhnya. 

Aku, Lala dan Nila saling melongo dan beradu pandang. Lala terlihat mengelus dada dan geleng-geleng kepala. Riko benar-benar keterlaluan. 

Aku harus cari cara!

**********
Jangan lupa, klik love, tinggalkan koment dan klik subscribe cerita ini, ya!

Terimakasih πŸ™

Komentar

Login untuk melihat komentar!