Bab 1
#Aku_Tak_Tahan_Lagi.

"Riko sudah gajian belum?" tanya Ibu mertua. Sore ini dia datang ke kontrakanku. 

"Belum, Bu," balasku singkat. 

"Kapan gajian?" tanya Ibu Mertua lagi. Kuhela sejenak napas ini, setiap bulan selalu seperti ini. Karena aku sudah tahu ke mana arah tujuan obrolan ini. 

"Mungkin kalau nggak besok, lusa," jawabku berusaha tenang, walau di dalam sini bergemuruh hebat. 

"Kalau Riko gajian, awas saja kalau kamu mempersulit Riko untuk kasih ke orang tua dan kakak adiknya. Tugas dia sebagai anak laki-laki, pengganti bapaknya, harus jadi tulang punggung keluarga, selamanya!" sungut Ibu dengan nada lantang.

"Selama ini kan juga begitu, Bu! Nggak perlu diingatkan terus!" balasku dengan nada malas. 

"Kalau nggak diingatkan nanti pura-pura lupa!" ucap Ibu dengan mata menyalang. 

"Nah, bener, Bu! Mbak Elsa kan memang sok lupa kalau Mas Riko gajian," ucap Nila, adik iparku. Adik kandungnya Mas Riko.

"Iya, betul!" Mbak Lala juga ikut menimpali. Mbak Lala ini Kakak kandung Mas Riko. Padahal dia sudah menikah, tapi setiap Mas Riko gajian dia juga minta jatah. Sudah kayak antri sembako saja mereka buat. 

Kutarik kuat napas ini, menghembuskan pelan. Berasa sedang dikeroyok rasanya. 

"Bu, Mbak Lala kan sudah nikah. Jadi kenapa hanya Mas Riko saja yang di bebankan? Hidup kami ini juga belum mapan. Masih ngontrak. Kalau kalian selalu seperti ini, kapan kami bisa segera ngumpulkan uang?" Lepas juga akhirnya uneg-uneg di dalam sini. Karena memang itu yang aku rasakan. 

"Lala itu anak perempuan. Dia sudah nikah. Lepas tanggung jawab dia. Kalau Riko itu laki-laki, sampai kapanpun dia tetap harus menjadi tulang punggung keluarganya. Pengganti bapaknya!" sungut Ibu dengan mata mendelik. 

Allahu Akbar. Aku memang sangat awam tentang ilmu Agama. Tapi kalau seperti ini, apakah ini tidak dzolim? 

"Ada apa ini?" Tiba-tiba terdengar suara Mas Riko. Semua mata seketika mengarah kepadanya. 

Saking sesaknya hati, aku sampai tak mendengar kalau ada suara motor berhenti. Melihat Mas Riko, Ibu Mertua seketika menghampiri anak lanangnya. 

"Istrimu itu, Ko, ibu hanya mengingatkan kewajibanmu bulan ini, eh, dia malah banding-bandingkan kamu dengan mbakmu. Nggak sopan sama sekali! Kamu sama Lala itu jelas beda!" adu Ibu kepada anak lanangnya. 

Beda? Beda dari mananya? Bukannya Mbak Lala dan Mas Riko sama-sama anak?

Ya Allah ... sakit sekali rasanya mendengar ucapan Ibu Mertua. Tiga tahun aku menikah dengan Mas Riko, setiap bulan jika mendekati tanggal gajian Mas Riko selalu seperti ini. 

Kubalikan badan begitu saja dengan cepat. Tak sanggup lagi lama-lama di sini. Melihat tatapan tak suka mereka, aku benar-bener sakit. 

"Dek!" sapa Mas Riko yang ternyata membuntutiku. Karena aku tak berhenti, Mas Riko menarik tangan ini. 

"Kasihkan saja semua gajimu kepada mereka!" ucapku dengan perasaan yang tak bisa aku jelaskan. 

"Kok gitu?"

"Iya, lagian kamu juga tak akan menolak keinginan mereka, bukan?" tanyaku balik. 

"Jangan bahas itu terus, Dek! Kamu pasti sudah tahu jawabannya."

"Ya, karena aku sudah tahu jawabannya, makanya aku minta, kasihkan semua gajimu kepada mereka. Kamu tak usah memikirkan aku lagi. Bahagiakan diri masing-masing, karena aku sangat menyayangi diri ini. Cukup tiga tahun aku bersabar, Mas. Tak bisa lebih lama lagi. Maaf!" ucapku yakin. 

"Tapi, Dek ...."

Kututup telinga ini dengan kedua telapak tanganku. Berlalu begitu saja. 

Ya Allah ... aku nggak tahu keputusanku ini benar atau tidak. Tapi, aku benar-benar sudah tak tahan lagi. 

Next?

Komentar

Login untuk melihat komentar!