BAB 4
Gubrak! Brak! 

"Risaaa... " teriak Mas Faiz saat melihat Risa terjerembab ke belakang karena tubuhnya tidak seimbang. Mungkin dia terkejut mendengar penuturan Mama Mertua yang tidak percaya bahwa Faira adalah cucunya. 

"Aduh sakit... Sakit kakiku," teriak Risa. 

Mas Faiz langsung memegang kakinya dengan lembut. "Ris tidak apa-apa Ris?" tanyanya dengan nada yang sangat khawatir.

Tubuhku kaku seketika saat melihat tatapan Mas Faiz yang ditujukan untuk Risa. Kelembutan dan perhatiannya begitu berbeda dengan yang dia berikan kepadaku. Selama enam tahun aku selalu merindukan perhatian dan kelembutan itu tapi sekarang sirna karena kedatangan Risa yang kembali dalam hidupnya. 

Kuedarkan pandanganku ke tempat lain. Sakit sekali hatiku saat melihat pemandangan yang terjadi didepan mata. Sakit sekali rasanya! 

Tatapan iba Mas Kresna seraya memperdalam luka hatiku ini, aku tidak suka dengan tatapan iba itu. Aku mandiri dan aku kuat menjalani semua ini. Rasanya memang keputusan bercerai dengan Mas Faiz sudah merupakan keputusan yang tepat. 

Bugh! 

"Aduh," pekik Risa. Mama Mertua menghantam kepala Risa dengan kantong kresek yang berisi buah yang dibawanya tadi. "Sakit Ma," ucapnya lagi. 

"Jangan pernah panggil aku dengan sebutan itu, kita sekarang sudah tidak ada hubungan, kita orang asing," ucap Mama dengan wajah geram. 

"Ma, Risa kesakitan... "

"Kenapa memangnya kenapa? Hah kenapa?" tanya Mama langsung seraya menoyor kepala Mas Faiz beberapa kali. 

Lidahku seakan kelu tak bisa berbicara lagi karena melihat perhatian Mas Faiz kepada Risa. Kutahan perasaan ini agar air mataku tidak keluar disini dan akan membuat Risa semakin besar kepala. 

"Kau mau minum?" tanya Mas Kresna pelan yang hampir tidak terdengar suaranya. 

"Tidak Mas, terimakasih," ucapku singkat. 

"Sini...sini aku panggilkan taksi untuk membawa pulang perempuan tidak tahu d*r* ini," ucap Mama seraya menyeret Risa untuk berdiri kembali. 

"Ma sakit Ma... "

"Sudah aku bilang jangan panggil aku dengan sebutan itu," bentak Mama Mertua yang membuat Risa terdiam seketika. 

Bugh! 

Bugh! 

"Ayo, jalan."

Mama Mertua menyeret Risa hingga kedepan gerbang dengan masih mengomel keras. Risa hanya diam saja mendapat perlakuan seperti itu dari Mama Mertua. 

Aku tersenyum lebar saat melihat Risa tidak berdaya seperti sekarang, ini baru Mama Mertua yang bertindak, Ris. Tunggu aku sendiri yang akan bertindak menghadapimu. 

"Kresna, ayo pulang. Biar mereka berdua menyelesaikan masalahnya," teriak Mama Mertua dari depan pintu gerbang. 

Aku hanya melihat saja, Mas Kresna berjalan keluar dengan menatapku iba sebelum masuk kedalam mobilnya.

"Sayang, sudah sayang jangan seperti ini. Aku mencintaimu sayang, aku tidak mau bercerai denganmu sayang," ucap Mas Faiz sesaat setelah mobil Mas Kresna melaju cepat. 

"Sudah aku katakan dengan jelas bukan, Mas. Kembalilah dengan Risa, bukankah kamu masih memprioritaskan mereka," ucapku kesal. 

"Jangan bilang begitu sayang, aku mencintaimu. Aku tidak mau bercerai denganmu, aku bisa mati kalau tidak hidup denganmu sayang."

"Bagus! Mati saja. Aku akan sangat bahagia melihatmu mati daripada hidup tapi jadi bebanku dan anakku," ucapku yang langsung menutup dan mengunci pintu meninggalkan Mas Faiz diluar yang masih berteriak dengan bualannya yang menjijikkan. 

***

"Jemput dia, Nak. Selesaikan dengan baik, tindakan Faiz masih bisa dimaafkan bukan?" tanya Mama Mertua yang kini berada di rumahku. "Lihatlah anakmu! Faiz tidak berselingkuh atau memukulmu, Nak. Biar Mama nanti yang menasehati Faiz untuk lebih menprioritaskan kalian," ucap Mama Mertua melanjutkan. 

Kebimbangan masih ada dalam hatiku, melihat anakku yang riang gembira bermain dengan Mas Kresna menandakan dia masih membutuhkan sosok seorang ayah. Tapi keputusanku terlanjur bulat untuk menceraikan Mas Faiz secepatnya. 

"Jemput dia dan bicarakan sekali lagi, kalau keputusanmu sudah bulat. Mama tidak akan melarangmu bercerai dengan Faiz," ucap Mama dengan nada pilu.

"Baik, Ma." Tak ada salahnya aku menyenangkan hati Mama yang sangat baik ini dengan berbicara sekali lagi dengan Mas Faiz. 

"Kresna antarkan Zea, biar Mama disini menemani Naura."

Mas Kresna menatapku dengan wajah kesal, kalau dia tidak mau kenapa dia tidak menolak saja malah menatapku dengan tatapan tidak suka, lagipula aku bisa sendiri menyetir mobil.

Dalam mobil tidak ada obrolan sama sekali, Mas Kresna fokus menyetir dengan wajah masih sama saat disuruh Mama mengantarku ke rumah Mama yang ditempati Risa.

Terlihat pintu rumah Risa terbuka lebar, baguslah aku tidak perlu lama-lama menunggu pintu itu dibuka nantinya. Aku busa langsung masuk dan berbicara dengan Mas Faiz. 

Aku berjalan pelan meninggalkan Mas Kresna yang berjalan agak jauh dibelakangku. Melihat rumahnya saja, emosiku sudah memuncak. 

"Ahh bagus sayang terus... "

Deg! Kuhentikan langkahku saat mendengar suara******seseorang dari kamar depan. Aku mendekap mulutku cepat saat mendengar suara******yang bersahutan didalam kamar itu. Bulir-bulir air mata berjatuhan tanpa henti saat mengetahui bahwa ternyata Mas Faiz juga bermain api dengan Risa. Aku kira dia hanya memprioritaskannya saja, tapi ternyata aku salah. 

Tubuhku hampir terjatuh kalau Mas Kresna tidak menangkapku, wajah Mas Kresna telihat sangat marah mendengar******suara adiknya. Hampir saja dia memukul pintu kamar itu kalau aku tidak mencegahnya. 

"Biar aku merekamnya dulu, aku butuh bukti ini," ucapku pilu dengan air mata yang masih terus berderai, hatiku sakit sekali! Entah apa yang ada difikiran mereka, pintu dibuka lebar dan mereka melakukan hubungan suami istri tanpa malu meski tidak punya hubungan resmi. Benar-benar pengkhianat. 

Aku mengeluarkan ponselku pelan, merekam aktifitas yang mereka lakukan melalui pintu yang terbuka sedikit. Mungkin saja mereka begitu menikmati hingga tidak tahu bahwa ada orang disini. 

Kuhentikan rekaman itu, kubuka pintu kamar itu dengan keras. Mereka berdua menatapku dengan terkejut. 

"Tolong...Tolong... Tolong... " teriakku sengaja keras agar warga ke rumah ini segera. Aku akan membuat malu mereka dihadapan semua warga. 

Bugh! 

Bugh! 

"Menjijikkan sekali kelakuanmu, Iz!"

"Kalian akan menanggung malu selama kalian hidup," batinku yang masih berdiri menatap pemandangan yang ada dihadapanku. 

***
Jangan lupa tinggalkan like dan komentar ya kak, terimakasih dan sehat selalu 💛





Komentar

Login untuk melihat komentar!