Tujuh
"Vi, kamu?" Aku tercengang sambil menyebut namanya. Bagaimana bisa Vivi disejajarkan denganku juga wanita yang disebut-sebut istri suamiku! Vivi, jangan bilang kamu juga istri dari Mas Reza. Aku belum siap kalau kenyataannya seperti itu.

"Vita, aku....!" sahut Vivi ragu-ragu. Akankah Vivi bilang bahwa ia adalah istri kedua suamiku? Dan Devina adalah istri ketiga? Astaga, pikiranku saat ini sulit untuk ditebak.

"Ngomong, Vi!" suruhku padanya. Walaupun hati ini belum cukup kuat untuk mendengarkan kenyataan ini.

"Biar Mama yang ngomong!" sahut mama mertuaku. Apa? Seakrab itu mama mertuaku dengan Vivi? Sebenarnya ada hubungan apa Devina dengan Vivi?

"Jadi, Devina ini dikenalkan oleh Vivi kepada mama dan Reza." Aku tarik napas dalam-dalam, rasanya ingin teriak sekencang-kencangnya di telinga Mas Reza. Tapi aku tahan, dengan batin yang sudah mulai runtuh, aku lanjutkan obrolan serius ini.

"Terus?"  tanyaku pasrah.

"Vita, aku sangat mencintaimu!" ucap Mas Reza memotong pembicaraan.

"Stop, Mas. Jangan katakan cinta lagi kepadaku!" Aku membentangkan telapak tangan, melarang Mas Reza berbicara.

"Lanjutkan, Mah!" ujarku pada mama. Aku tidak ingin menunggu lama lagi untuk mengetahui semuanya.

"Devina dan Vivi saudara se ayah. Devina diminta untuk menikah saat ayahnya sedang sekarat!" ungkap mama mertua dengan nada sedih. Aku pandangi Vivi kembali, orang yang telah banyak tahu kondisi rumah tanggaku.

"Vi, kamu tega memperkenalkan suami temanmu sendiri kepada saudaramu?" tanyaku dengan nada sinis. Orang yang telah aku anggap saudara pun tega menorehkan luka di hati ini. 

"Vita, aku bisa jelaskan semuanya! Awalnya tidak seperti ini!" ujarnya membela diri.

"Sejak kapan kalian membohongiku?" tanyaku penuh selidik. Menatap wajah mereka satu persatu. Tidak ada diantara mereka yang menjawabnya.

"Vita, mama belum selesai menjelaskan semuanya!" ungkap mama menggenggam tanganku.

"Kalian tidak bisa menjawab sejak kapan ini terjadi? Ya sudah kalau gitu, aku pamit saja! Tidak perlu ada penjelasan apapun dari kalian," ungkapku sembari berdiri. Lalu Mas Reza menahan dengan cara menarik pergelangan tanganku.

"Vita, aku tidak rela kalau kamu yang pergi dari rumah ini!" ucap Mas Reza memohon. 

"Kalau tidak rela aku pergi, kenapa kamu berkhianat, Mas?" tanyaku balik. Mas Reza tampak diam. Vivi apalagi, ia hanya menunduk.

"Vita, Mama mohon duduk ya! Kita lanjutkan pembicaraan, agar selesai semua!" ucap mama seenaknya. Ia tidak mengerti bagaimana hancurnya perasaanku ini.

"Aku mohon cerita jangan ada yang ditutupi, jangan bertele-tele. Aku tidak suka membuang-buang waktu hanya untuk mendengarkan drama kalian!" Aku berusaha tegas terhadap mereka.

"Ya, aku yang akan cerita semuanya. Tapi tolong jangan tinggalkan aku!" ujar Mas Reza masih memohon kepadaku untuk tetap bersamanya. Bagaimana bisa hidup berdampingan dengan orang yang dengan sengaja mengkhianatiku.

"Sekarang cerita dimulai dari istri kedua. Kamu memiliki istri kedua? Juga ketiga? Atau bahkan ada yang keempat?" tanyaku menyindirnya.

"Istri kedua itu adalah Alya Rayhani. Ya, aku pernah menikah dengannya. Tapi, itu kondisi terpaksa. Dan aku tidak pernah menyentuhnya sama sekali! Setelah menikah, aku ucapkan talak kepadanya. Selesai! Belum pernah menyentuhnya sama sekali." Mas Reza makin membuatku muak. Bagaimana bisa ia mempermainkan pernikahan seperti itu. Menikah lalu mengucapkan talak. Astaga, suamiku kerasukan jin apa? Sampai ia mudah sekali mengucapkan ijab qobul lalu meninggalkannya dengan kata talak.

"Terpaksa gimana, Mas? Kalau terpaksa tidak akan ada pernikahan ketiga!" ucapku dengan tegas.

"Pernikahan kedua adalah salah Mama, kamu salahkan mama saja, Vita. Mama yang minta Reza untuk menikahi Alya. Tapi, Mama menyesal karena telah memaksakan kehendak Reza yang akhirnya tidak mau menyentuh Alya sama sekali!" ujar mama mertua membuatku kecewa. Bagaimana bisa ia memaksa anaknya untuk berbuat dzolim terhadapku.

"Lalu pernikahan dengan Devina, kamu tidak terpaksa, Mas?" tanyaku mengalihkan obrolan terhadap Alya. Ya, aku berusaha mempercayai alasan mereka.

"Mbak, boleh aku ikut bicara?" tanya Devina tiba-tiba mengeluarkan suaranya. Istri ketiga Mas Reza, yang ternyata adalah saudara se ayah dari Vivi.

"Mau jelaskan apa kamu terhadapku?" tanyaku dengan nada ketus.

"Pernikahan kami pun hanya sementara, Mas Reza milikmu seutuhnya, Mbak. Aku ikut tinggal dengan mama karena untuk meyakinkan kedua orangtuaku bahwa kami telah menikah dan tinggal bersama-sama!" sahut Devina membuatku patah. Astaga, ini rencana mereka tujuannya apa? Membohongiku juga orang tua Devina sekaligus orang tua Vivi.

"Devina, Vivi. Kalian tega membohongi orang tua kalian sendiri?" tanyaku sinis.

"Vita, kami melakukan ini. Untuk menyelamatkan harta Papa kami dari istri barunya Papaku!" ujar Vivi menjelaskan.

"Kalian membuatku kehilangan akal sehat. Bisa gila ngikutin kalian semua!" ujarku dengan nada tinggi.

"Vita, percayalah. Mas sangat mencintaimu. Tidak akan membagi cinta pada siapapun!" ujar Mas Reza.

Aku tidak mungkin percaya dengan mereka begitu saja. Bisa saja ini hanya alibi mereka untuk menutupi kebohongannya. 

"Kalian pikir, setelah kalian bicara ini padaku, aku akan membuat keputusan untuk tetap bersama Mas Reza gitu?" ungkapku pada mereka.

"Tidak begitu, Vita. Kami jujur karena sudah capek kucing-kucingan dengan kamu! Kami ingin terbuka denganmu. Dan Mama harap kamu mau menerima Devina sebagai madumu untuk sementara waktu!" ujar mama mertuaku memohon dengan menggenggam tangan ini.

"Ya, setelah itu. Saat harta papanya sudah Devina dan Vivi miliki, terus hamil anak Mas Reza. Tidak jadi untuk menghentikan sandiwara pernikahan. Dan mereka tetap yang jadi pemenang. Bukan begitu Vivi, Devina?" tanyaku secara spontan. Lalu Vivi bangkit dari duduknya. Dan agak meninggi bicaranya.

"Kamu jangan sembarangan kalau bicara, rumah yang Reza belikan untukmu. Mobil baru yang mama mertuamu pakai saat ini! Itu semua papaku yang beli. Untuk apa aku mengambil harta suamimu juga?" ungkap Vivi dengan suara lantang dan menyombongkan dirinya.

Aku ikut bangkit, dan mensejajarkan dengan Vivi. Tapi tiba-tiba suara wanita memberi salam terdengar dari arah luar.

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumsalam," sahut kami berbarengan. 

"Alya," ucap Mas Reza tercengang.


________

Bersambung

Next?

Jangan lupa kasih komentarnya ya. Maaf telat updatenya.

Komentar

Login untuk melihat komentar!