Ayo kita mulai lagi! Actioooon!"
"Julieett, aku merindukanmuu!" Anton lawan main Seruni, dengan semangat berakting, ia berdiri dekat di depan Seruni sembari memegang pundak gadis itu.
Seruni bingung, sesekali masih tak enak melirik ke arah Subur, yang baru pertama kali ini ia lihat wajah lelaki itu berubah merengut, menyeramkan. Ia tak pernah menyangka Subur bisa juga marah.
"Ah, emm, maaf, sayaaa permisi ke toilet sebentar, Paak!" meringis Seruni menghentikan latihan drama yang baru saja dimulai. Pak Min menyentakkan tongkatnya ke lantai tanda ia kesal.
"Cepat pergilah, atau kalian mau latihan hingga pagi?!" serunya dengan nada tak senang.
Seruni berjalan keluar gedung teater mencari toilet. Diikuti Subur dari belakang. Seruni berhenti di sudut gelap menghadap Subur yang masih merengut.
"Apa-apaan drama dengan adegan syur seperti itu?!" desis Subur.
"Aku juga gak tahu, ini ga ada di naskah. Pak Min memang suka mengimprovisasi sesuai isi pikirannya ... Duuh aku juga jijay ciuman pertamaku harus sama Anton," lirih Seruni, gelisah sambil sesekali melihat wajah Subur.
"Jangan lakukan itu, orang tuamu tak akan memberi ijin kalau tahu seperti ini ... " bujuk Subur, roman wajahnya perlahan melunak di keremangan sudut rumah pak Min ia memandangi Seruni dalam jarak yang dekat. Seruni mendadak berdebar gugup.
"Ap, apa kau cemburu?" Duh, bagaimana bisa aku menembaknya dengan pertanyaan menjurus seperti ini?! Jerit batin Seruni, ia bahkan tak tahu perasaan subur yang sebenarnya padanya. Ia sungguh wanita yang agresif.
Seruni menunduk tak kuasa menatap mata Subur, ia malu.
"Iya!"
Degh!
"Aku cemburu, aku tak mungkin rela dan jadi mau mati kau buat, dengan adegan yang akan kau lakukan itu!" suara Subur terdengar tegas, ia telah berubah menjadi lelaki jantan yang melelehkan hati Seruni detik itu juga.
Seruni menggeleng, berusah fokus dan membuang jauh dulu perasaan hatinya yang membuncah mendengar jawaban Subur. Itu artinya lelaki di depannya ini memang ada rasa padanya.
"Tapi itulah ... seni modern, kisah Romeo dan Juliet ini adalah kisah orang eropa, dan budaya eropa bukanlah setabu timur untuk hanya berciuman ... " jawabnya lirih saat menyebut ' hanya ciuman'. Apa-apaan aku ini, sok tahu. Makinya sendiri dalam hati.
Diangkatnya wajahnya, kembali memandangi wajah serius Subur.
"Kau tak akan melakukan itu, kau adalah calon istri seseorang, bukan calon istri Anton atau lelaki yang lain di teater sana!" Subur bersikeras menyadarkan Seruni.
"Memangnya aku calon siapa lagi? Aku hanya mendengar ayah menyebut namamu sebagai calon suamiku, tak ada yang lain ...." Seruni sadar ia menyebut kalimat pancingan lagi.
"Kalau kau mau, itu masih aku ... calon suamimu...." Melayang, Seruni melambung mendengar jawaban Subur. Ia ingin memeluk pemuda itu, tapi malu.
Mereka berdua saling memandang lekat, dengan gemuruh dada yang seakan tak beraturan.
Tap! Tap! Tap! Tap!
Suara langkah kaki,
"Kemana Seruni dan mantri muda itu? Tak ada di toilet di sekitar sini, coba kita periksa toilet yang lain!" beberapa pemuda nampaknya diutus Pak Min untuk mengawasi Seruni dan Subur.
Greb!
Seruni meraih pergelangan tangan Subur. Lalu menarik pemuda itu memasuki salah satu pintu, entah ruangan apa di rumah besar milik pak Ponimin.
Kamar gelap di sudut gang sempit ini kalau tak jeli akan jarang dilihat orang keberadaannya. Remang-remang cahaya masuk dari jendela besar yang menghadap taman bunga yang dihiasi lampu dan air mancur. Mereka bersembunyi dan diam di dekat pintu. Seruni belum mau berpisah dari Subur dan belum tenang hatinya melakoni drama penuh adegan asmara itu.
Sementara ia juga belum menjawab pertanyaan lelaki yang baginya kini sangat mempesona hatinya itu.
"A, aku mau ... jika mas memang mau denganku yang seperti ini ..., " ujarnya lirih, mereka terus saling memandang seolah rugi jika tatapannya beralih ke yang lain.
Subur tersenyum, baru kali ini ia begitu merasa bergairah dalam hidupnya, ternyata Seruni tak memandang rendah dirinya dan mau membuka hati untuknya. Saat itu dunia seolah memihak pada Subur dan masa depan yang akan ia lalui kemudian akan berakhir indah.
"Tapi ... " Seruni menyela lagi dan hati Subur sejenak waswas.
"Aku begitu menyukai dunia teater dan seni ... Kumohon, Mas memberiku ijin untuk serius menggeluti dunia seni dan hiburan yang kupilih...."
Bahu Subur lemas, demi mendengar keinginan gadis yang beberapa detik lalu melambung tinggikan perasaannya, ia merasakan sakit detik kemudian bagai dihempas dari ketinggian.
Bagaimana bisa ia akan rela istrinya kelak dicumbui lelaki lain?
Seruni tak enak hati, melihat raut wajah Subur yang kembali berubah tak enak.
Tap! Tap! Tap! Tap! Tap! Tap!
Suara langkah kaki beberapa orang kembali mereka dengar dari balik pintu. Samar terdengar mereka sibuk mencarinya di toilet-toilet yang ada di lingkungan rumah pak Min.
"Sebagai seniman, aku harus profesional... Lagi pula aku sudah menerima sebagian pembayaran dari pak Min, meskipun kau tak percaya tapi aku sudah menyimpan uang itu... Barangkali saja, seperti kata bapakku, kita akan jadi suami istri, jadi aku bisa membantu Mas kalau mau membuka klinik,"
Nyuuuuuut
Nyeri dada Subur mendengarnya, di satu sisi ia tak menyangka Seruni bahkan sudah berpikir sejauh itu untuk membantu karirnya kelak, karena ia bahkan tak yakin dengan perasaan gadis itu sebelumnya terhadap dirinya. Tapi,
"Aku tak mungkin mau menerima uang yang kau dapat dari bekerja dicumbui lelaki lain!" dingin jawaban Subur sedingin tatapan matanya terhadap Seruni. Hati Seruni sakit, ia merasa seperti wanita gampangan.
"Tapi inilah tuntutan pekerjaan itu,"
"Kau bisa memilah drama mana yang lebih aman dan tidak menjurus ke adegan porno...." Wajah subur panas saat menyebut kata 'porno'.
"Aku baru kali ini dapat adegan seperti ini, sebelumnya aku bahkan tak pernah dicumbu lelaki .... "
"Jangan sampai orang lain yang mengambilnya, itu adalah hakku, mencumbumu ... Saat kita sudah meni .... "
Cup ...
Belum selesai Subur bicara, Seruni sudah berjinjit dan mendaratkan ciuman di bibir Subur. Tegang, Subur tersentak, matanya terbelalak bagai mau mencelos keluar, tubuhnya lalu lemas dan menyandar ke dinding masih dengan debaran yang menyentak-nyentakkan dada.
Tak pernah sekalipun terpikir olehnya, mereka akan berciuman. Meskipun sangat singkat, cukup membuatnya menilai bahwa Seruni benar-benar gadis nekat. Padahal baru sore tadi mereka saling bicara dan membuka hati. Tapi gadis bernama Seruni ini, telah menggempur perasaannya secepat kereta api uap.
Seruni menunduk. Ia melangkah mundur tanpa membiarkan Subur melihat ekspresi wajahnya yang panas memerah.
Aku juga lelaki, apa dia tak takut kuterkam ? Mengapa seberani itu ia menciumku?Apalagi ini, di ruangan gelap lagi sepi.
"Mas sudah dapat ciuman pertamaku jadi, tak mengapa kan jika aku meneruskan drama teater ini?" Seruni mencoba menetralisirkan suasana, perasaan malu membuatnya tak berani menatap mata Subur yang masih gelagapan dengan tindakan spontannya barusan.
Ia baru saja mencium Subur seperti halnya Juliet mencium Romeo dalam naskah yang ia pelajari, tepat di bibir lelaki itu. Tanpa khawatir pada efek yang ia hadirkan pada tubuh dan perasaan Subur sebagai seorang lelaki dewasa.
Jantung Subur masih berdegub keras memukul-mukul dadanya. Perasaan pemuda itu campur aduk, antara terkejut bingung, melayang, lalu marah. Ya, ia marah saat ingat setelah ini Seruni akan dicium lelaki lain. Ia tak mengijinkan tangan lain menyentuh Seruni. Ia ingin memiliki Seruni seutuhnya.
"Ciuman pertamamu memang milikku, tapi ... Itu tidak lantas berarti kau boleh dicium lelaki lain, kecuali mereka harus melangkahi mayatku lebih dulu!"
Terkejut mendengar suara dingin tertahan dari bibir Subur, Seruni menengadah menatap lamat-lamat wajah Subur. Dalam keremangan ruangan ia menangkap getaran ekspresi wajah Subur yang menekan keras hasrat di hatinya.
Detik itu, baru sadarlah Seruni, ia telah memancing kelelakian Subur lewat ciuman sekilas dan sambil lalu yang barusan ia lakukan.
Greb!
Dhuaaaarrrrr glegarrrrrr !! Seeerrrrrrrrsshhhh!
Suara petir kilat cahaya masuk lewat jendela ruangan pak Ponimin yang tertutup. Bersama suara hujan yang turun deras, membasahi hati Seruni yang diam saja terpaku pasrah, saat Subur meraih lengannya dan mengulangi ciuman mereka secara lebih mendalam. -mingkem dulu ... yang baca pada melongo-
Subur melepaskan hasrat terpendamnya selama ini yang barusan dibangkitlan Seruni.
Ia bahkan bersumpah, setelah ini, tanpa mau menunggu setahun lagi, ia akan segera meminta Seruni pada pak mantri, untuk segera dinikahinya, meskipun uangnya masih sangat terbatas, Subur tak peduli secepatnya ia akan mengubah status Seruni jadi miliknya, istrinya.
Karena tindakan beraninya itu, ia telah tergoda setan dan merasa harus segera bertanggung jawab.
Subur berjanji akan belajar dan bekerja lebih gigih lagi demi wanita pujaannya ini. Perasaan cemburu yang besar membuatnya tak rela Seruni disentuh orang lain meskipun itu atas nama pekerjaan dan profesionalitas.
"Emmh..." Seruni menahan pundak Subur, menarik dirinya, namun Subur terlanjur berhasrat, ditahannya kepala Seruni, sampai petir dan cahaya kilat di langit masuk lagi menerangi ruangan gelap itu. Dalam satu dua detik, ia sekilas melihat isi ruangan tertutup milik pak Ponimin.
Subur terkejut, dilepaskannya Seruni yang goyah berdiri karena lemas dan kaget, sehabis dicumbunya.
Dengan gerakan pelan ditepis oleh Seruni, air matanya yang jatuh saat ia dicumbu barusan. Ia telah tersentuh oleh perkataan Subur yang tak akan membiarkan orang lain menyentuhnya. Padahal ia selama ini selalu jahat pada lelaki yang ia sukai ini, mengata-ngatainya 'penger' lagi kerap menghinanya di depan orang tuanya.
Tak ia sangka, perasaan Subur adalah perasaan yang indah terhadapnya. Hatinya tak kuasa tersentuh dan air matanya jatuh. Ia bahkan belum pernah meminta maaf pada lelaki ini.
Seeeeerrrrrrrrrsshhhhh
Suara hujan, mengingatkan Seruni bahwa mereka harus segera pulang, sementara latihan belum selesai. Mau tidak mau ia harus menyelesaikan latihan sembari menunggu hujan reda.
Seruni masih sibuk menata debaran di dadanya. Duuuuh, ia dan lelaki yang selama ini mengganggu hari-harinya itu, barusan telah melakukan hal yang tabu di masyarakat timur namun biasa dilakukan di dunia barat, berciuman.
Hal yang tentu akan sering ia lakukan pada banyak lelaki jika ia terus mengikuti Pak Ponimin karena dilihatnya, pak Min yang pernah mengaku sebagai pejuang kelestarian budaya bangsa itu berbeda dengan apa yang diucapkannya. Ia nampaknya lebih tertarik dengan budaya barat, daripada seni ketimuran dalam negeri.
Detik itu juga, Seruni berkeputusan dan telah memantapkan hatinya, ia akan keluar dari sanggar seni milik pak Ponimin. Ia akan sepenuhnya mengabdi pada suaminya kelak, dalam hal ini kekasihnya, Subur.
Ya, tentu saja, ciuman barusan itu sudah jadi bukti bahwa mereka telah sah menjadi sepasang kekasih.
Setelah mengatur perasaan dan nafasnya, Seruni kembali menatap Subur,
"Aku akan keluar dari keanggotaan seni pak Min, aku batal ikut teater dan semua yang berhubungan dengannya, ayo, temani aku pamit, lalu kita pulang ... " ajaknya pada Subur.
Namun sikap Subur yang diam dan hanya berdiri tegang mematung, membuatnya takut.
"Ada apa?" bisik Seruni.
"Pak Ponimin itu ... Siapa dia sebenarnya?"
Subur malah balik bertanya dengan suara yang tak kalah lirih, dengan ekspresi masih sama, tegang.
Seruni tak tahu penjelasan apa yang diminta Subur, karena secara garis besar semua sudah ia utarakan. Yang ia tahu, pak Ponimin adalah lelaki tua pemilik modal besar lagi kaya raya, yang berkecimpung di dunia seni.
Ia tak hanya tinggal di negara ini tapi ia juga punya rumah di beberapa negara dan juga punya bukti pengakuan sebagai kewarganegaraan negara lain. Dan yang terpenting, ia punya komunitas sekaligus pengikut. Selebihnya Seruni belum begitu mengenal pribadinya lebih dalam, seperti siapa keluarganya, istri dan anaknya.
Nampaknya selama ini pak Min selalu hidup sendiri.
"Ke, kenapa memangnya, Mas?" tanya Seruni, bingung.
"Ini ... mengerikan .... "
Ctek!
Subur menekan saklar lampu di samping pintu tempat ia berdiri di dekat Seruni, dan memperlihatkan dengan jelas apa yang tadi sekilas ia lihat dari kilat cahaya guntur di langit yang membias masuk ke ruangan tempat mereka berdiri.
Mereka berdua kini, melihat dengan jelas apa yang ada dalam ruangan rahasia pak Min yang sepertinya lupa dikunci oleh lelaki tua misterius itu.
Lemari-lemari dengan rak-rak kayu yang terukir mahal nan mewah memenuhi ruangan yang tadinya gelap itu, berbaris-baris. Sebagian tertutup kaca sebagian terbuka begitu saja.
Tak sampai di situ, hal yang mengerikan yang membuat kedua sejoli itu menganga adalah apa yang dikumpulkan pak Min atau yang disebut sebagai" koleksi" nya.
Ruangan itu dipenuhi oleh benda-benda antik lagi langka dan sepertinya ber"isi" sebab benda-benda itu sebagian bisa bergoyang sendiri, bahkan mendesis dan bersuara pelan.
Benda seperti boneka yang bisa tersenyum, keris, wig-wid rambut, selendang, sepatu tua, bakiak jepang, baju putri kerajaan, cincin dan sebagainya yang bisa bergerak disimpannya dalam lemari kaca yang terkunci.
Subur dan Seruni bergandengan tangan menelaah dan menatapi satu persatu benda antik itu. Sepertinya hampir semua benda-benda itu memancarkan 'ancaman'.
Saat Subur terpaku menatap gelang giok China yang berumur ratusan tahun dari keterangan yang ia baca gelang itu berada satu lemari bersama patung dewa Siva ukuran mini, patung Hanoman, ukiran naga dari giok merah dan topeng Rahwana.
Tiba-tiba perasaan nyeri dirasakan Subur di telapak tangannya yang ternyata sudah lama diremas kuat-kuat oleh Seruni sembari gadis itu gemetaran. Subur menoleh menatap apa yang sedang dilihat gadis itu.
Dan Suburpun bertambah terkejut, kini tak hanya jantungnya yang berdebar keras, tapi keringat dingin membasahi tubuh kedua sejoli itu.
Mereka berdua, berdiri terpaku tanpa visa bicara di depan sebuah rak kayu yang terbuka, menatapi stoples-stoples botol kaca berisi pergelangan tangan manusia yang seakan sengaja di potong dan diberi air keras.
Pergelangan tangan buntung itu semuanya memiliki satu kesamaan, telapak tangannya bertahi lalat tepat di tengahnya.
"Ini ... gila. Dia ... seniman sakit jiwa. Dia pastilah seorang pembunuh...." desis Seruni masih menggenggam erat tangan Subur.
Klak!!
Krieeettt!!
Pintu terbuka! Mereka akan tertangkap basah!! Dengan gerakan cepat, Subur menekan kepala Seruni, memaksa gadis itu mengikuti gerakannya merunduk dan berjalan merangkak ke barisan lemari di bagian belakang.
Di sudut, di balik lemari kaca yang berlapis lapis berjejer lemari lainnya, Subur dan Seruni bergerak tanpa suara, demi menghindari bayangan tubuh mereka yang bisa saja terpantul oleh kaca-kaca lemari.
Keduanya melongok, menatapi pantulan bayangan pak Ponimin yang berdiri di tengah ruangan memandangi setiap inci sudut ruangan rahasianya, yang barusan lupa ia kunci.
"He he he he he heee ... " ia tertawa terkekeh sendiri, kini ia menengadah menatap lampu ruangan yang menyala.
"Aku memang lupa mengunci, tapi aku tak lupa memadamkan lampu." ujarnya bicara sendiri.
"Siapapun yang berani dengan lancang masuk ke sini adalah takdirnya untuk ... maaa ... tiiii." Pak Min menyeringai bicara sambil mendesis, dengusan hidung dan sorot mata bengisnya yang berkeliling ruangan membuat gentar Seruni dan Subur. Air mata Seruni jatuh, membasahi punggung tangan Subur.
Subur jadi sadar, ia tanpa sengaja duduk sembari memeluk Seruni dari belakang.
Dilepaskannya rangkulan eratnya di atas dada Seruni dengan gerakan kikuk.
"Kalau kalian berdua ternyata bersembunyi di dalam sini dan melihat semuanya ... Itu artinya kalian harus segera ... isdet!!" ancam Pak Ponimin, bicara sendiri.
Suara orang di luar membuat pak Min melangkah keluar, ia dengan sengaja tak menutup rapat ruangannya.
"Di toilet wanita ada satu kamar mandi yang terkunci, mungkin Seruni memang ada di dalamnya, Pak!" seru salah satu orang suruhannya.
"Pastikan, jangan mungkin-mungkin!" jawab pak Min menekan. Mereka lalu berjalan pergi lagi.
Pak Min nampaknya masih curiga ada orang di dalam ruangan rahasianya. Ia sengaja hanya menutup dan tak mengunci pintu itu. Ia akan menunggu dan melihat siapa yang keluar dari sana.
Pastilah tak lama lagi akan ada yang keluar, dan siapapun dia, harus secepatnya...
... dimatikan.