BELAJAR MENGEMUDI MOBIL part 2

“Jika mau maju atau mundur, pedal kopling kaki kiri itu diinjak, lalu pedal gas juga diinjak. Pedal kopling dilepas pelan, dan pedal gas ditambah pelan berbarengan, maka mobil akan berjalan. Bisa maju, bisa juga mundur, sesuai dengan kondisi tuas persneleng yang kauarahkan. Jika mau maju arahkan ke gigi satu, berarti ke depan kiri. Jika mau mundur arahkan tuas ini ke belakang!”
“Nah, saat mobil berjalan maju, jika mau pindah dari gigi satu ke gigi dua atau dari dua ke gigi tiga, pedal di kaki kirimu itu harus ditekan dulu, baru tuas persneleng yang di tangan ini dikedepankan. Pedal kopling dilepas pelan seiring pedal gas diinjak. Masuk gigi satu, jika pedal gas di kaki kananmu kautekan, mobil pun akan berjalan. Nah, mari kita coba gigi satu dulu!”
Sambil gemetaran, aku pun mencoba apa-apa yang diinstruksikannya.
“Oh, iya.. sebentar. Jangan dinyalakan dulu, ya. Gini. Coba rasakan, enak enggak dudukmu. Ini bisa digeser begini, spion ditata begini, sampai bisa kaulihat di bagian belakang kendaraan. Spion kiri kanan juga bisa distel dari sini,” katanya sambil menunjukkan secara praktis bagaimana menyetel dan menggeser tempat duduk, menyetel spion depan, kanan, dan kiri. 
“Bagaimana? Sudah pas?” tanyanya dan aku mengangguk.
“Ini kursinya terlalu rendah!” kataku. Lalu kakak menambahkan bantal kursi yang siap di jok belakang.
“Sudah enakan?” tanyanya. Sebenarnya aku belum bisa melihat karena terhalang oleh moncong mobilnya. Lalu kakak mengatakan bahwa nanti akan terbiasa juga. Yang penting estimasi jarak dengan mobil di depannya katanya.
Disuruh mencoba menyalakan mesin mobil dengan memutar kunci kontak. Bisa kulakukan. Lalu dimintanya kaki kiriku menginjak pedal paling kiri, tanganku harus mengarahkan tuas persneleng ke gigi satu, dan kemudian pelan-pelan melepas pedal paling kiri seiring dengan kaki kanan menginjak pedal gas paling kanan.
“Injak gas pelan-pelan saja, jangan terlalu kencang!” kata kakak. Dan aku mampu melakukannya. 
Hari itu aku berhasil mengemudikan kendaraan meskipun masih berjalan lurus dengan gigi satu. “Ok, besok lagi! Sekarang kita makan bakso dulu!” kata kakakku sambil mencolek hidungku seperti kebiasaannya.
Hari kedua latihanku sudah mulai lancar. Hari kedua sudah bukan maju mundur lagi, melainkan sudah berbelok memutari jalan seputaran perumahan sepi itu. Setelah lancar, aku diminta mundur belok seolah mau memarkir mobil ke dalam rumah. Begitu seterusnya sampai dirasa cukup.
Hari ketiga, kakak mengajakku berpetualang ke daerah sepi. Diarahkannya mobil ke pedesaan tempat kakak menarik angsuran costumer-nya. Ketika jalan sepi, disuruhnya aku yang mengemudikan mobil. Kakak tetap menjadi instrukturku yang hebat. Demikianlah cutinya digunakannya untuk mengajariku mengendarai mobil.
Setelah cukup yakin, dimintanya aku menyetir ke daerah dengan jarak tempuh 50 km dengan daerah jalan berliku. "Tetap arahkan dan perhatikan ban kiri depan berada di tepi jalan ya! Itu anggap garis tepinya!" 
Ternyata, bersyukur, aku bisa melakukannya dengan lumayan baik. Meskipun belum memiliki SIM, aku sudah dianggapnya layak mengemudikan kendaraannya. Jadi, ketika ada acara ke mana-mana dan aku sedang tidak sibuk, kakak pun mengajakku untuk menggantikan mengemudikan kendaraannya. Co pilot katanya.  Di sisi lain, aku pun giat menabung karena ternyata aku juga berkeinginan untuk memiliki kendaraan pribadi.

Komentar

Login untuk melihat komentar!