BEGINI RASANYA TAK PUNYA ORANG TUA
TUJUH
"Kak, baju-baju ini bagus sekali. Rena tak pernah memakai pakaian sebagus ini," ucapan polos Rena mampu membuatku terhenyak, aku yang sibuk memakaikan baju Andi hanya bisa diam.
Ya, selama Ibu dan ayah tidak ada, kami tak pernah membeli baju. Baju yang layak kami pakai adalah karena kebaikan dari tetangga yang memberikan baju sisa mereka yang sudah tak terpakai lagi. Bahkan semenjak Andi lahir pun tak ada satu pun baju yang benar-benar baru untuk dipakainya.
"Sudah, buruan di pakai, Dina juga dibantu ya, Dek, Andi sudah selesai, sekarang giliran Kakak, mau ganti di kamar sebelah aja,"
"Iya, Kak."
Baju ini kenapa sangat pas ku pakai, bahkan sepatunya pun juga begitu, Tidak kebesaran atau pun kekecilan. Menatap wajah di cermin kamar, aku memang tampan. Teman jalannanku pun suka bilang, kalau aku seperti anak blasteran kata mereka.
"Ayo kita ke depan Dek," sambil menuntun tangan Andi, tetap memperhatikan semua penampilan adik-adikku, Rena dan Dina terlihat sangat cantik dengan wajah mulus dan rambut agak sedikit pirang.
Melangkah keluar, tanpa melepas genggaman tanganku ke Andi, tetap dengan hati tidak tenang. Ya Allah, apa pun yang terjadi, semuanya kuserahkan padaMu.
"Anda sudah rapi, Tuan? Terlihat sangat gagah." Kembali Pak Brahma berujar, diiringi senyum tipisnya.
"Iya, Pak."
"Mohon jangan panggil kami, Pak, Tuan. Anda harus terbiasa memanggil kami nama saja."
"Rudi, Pak RT nya sudah datangkah?" Tanya Pak Bagas.
"Sebantar lagi bang, Jaka yang jemput ke sana."
"Assalamualaikum"
"Ohh, Pak RT silahkan masuk." Ucap Pak Brahma, sambil menggeser duduknya."
"Begini Pak RT, kami memanggil Bapak kesini hanya mau menjelaskan, kami ditugaskan membawa Tuan Dika dan adik-adiknya untuk dibawa menemui keluarganya. Pak Wiliam sebagai keluarga dari anak-anak ini mengucapkan banyak terima kasih, karena selama ini Pak RT sudah banyak membantu."
Setelah berbicara panjang, akhirnya kami berpamitan. Entah lah ada rasa berat meninggalkan rumah ini, rumah yang setiap sudutnya menyaksikan penderitaan kami.
"Tuan, ayo kita berangkat. Jangan khawatir, semua urusan disini sudah selesai. Warung yang di ujung jalan juga tempat Tuan berhutang selama ini, semuanya sudah kami selesaikan. Tuan Wiliam bahkan memberikan bonus besar untuk pemilik warungnya, sebagai ucapan terima kasih."
"Bahkan, Ibu yang tinggal di depan yang selalu berbuat kasar juga sudah mendapat ganjarannya. Karena kesalahannya, bahkan berdampak ke suaminya yang memang kebetulan bekerja di salah satu perusahaan milik Tuan Wiliam."
Ya Allah, kenapa mereka tau semua. Otakku buntu, benar-benar tak bisa berfikir. Seperti mimpi, semuanya tiba-tiba terjadi.
Di jalanan sudah dipenuhi banyak warga yang penasaran melihat kami. Ada yang menangis, ada juga yang memberi selamat dan semangat. Hanya anggukkan kepala dan senyuman yang bisa aku perlihatkan. Aku masih tak bisa fokus, hati ku gundah.
Terima kasih dan selamat tinggal semua nya. Suatu saat aku pasti kembali kesini. Ku lambaikan tangan kesemua warga, mobil yang kami tumpangi melaju meninggalkan kenangan pahit kami.
Bismillah, semua akan baik-baik saja, menyemangati diri, tanpa tau jalan kehidupan kami selanjutnya.