Naina mempersiapkan semua kebutuhan untuk lamaran pekerjaannya di apartemen Geet.
Sesungguhnya ia sudah sering ditawari pekerjaan oleh tempat yang ia akan melamar hari ini. Hanya saja, tetap sesuai aturan ia harus mengirimkan CV dan segala kebutuhan untuk melamar pekerjaan.
"Geet, bisa aku pinjam uang? Untuk membeli beberapa pakaian tidur baru. Suamiku, maksudku pria itu mengira aku memancing dia dengan memakai lingeri yang ada. Padahal karena aku tidak sempat membawa piyamaku," ujar Naina.
"Hahaha, sungguh lucu. Berarti dia takut khilaf denganmu," canda Geet dibalas delikan mata kesal dari Naina. "Jujur, aku belum gajian. Anu mungkin bisa meminjamkanmu, dia kan uangnya banyak. Model ...."
"Berapa kau butuh uang?" tanya Anu sambil membuka dompetnya. "memangnya mereka tidak memberimu apa-apa?" tanyanya lagi heran.
"Mereka memberiku fasilitas mewah berupa uang dan lainnya, tapi aku tidak berniat bekerja pada mereka atau menjual statusku, atau mengemis pada mereka." Naina menyandarkan punggungnya di sofa.
"Jadi kau masih tetap seperti dulu, angkuh dan tidak menerima belas kasih orang lain? Harga diri? Ah Naina, bukankah saat ini harga dirimu memang tidak ada artinya di depan mereka?" Anu malah menabur garam pada luka sahabatnya.
"Kau benar, karena itu aku tidak ingin tampak semakin rendah dengan menerima uang mereka. Aku masih gagah, aku masih punya skill, aku masih bisa bekerja. Meski tak sebanyak yang mereka berikan, tapi aku merasa ini lebih dari cukup. Aku akan ganti setelah gajian pertamaku nanti," papar Naina panjang lebar. Sedang Anu tak terlalu peduli dan tak ambil pusing dengan sikap Naina, baginya Naina terlalu menyulitkan diri sendiri di tengah kesulitan.
"Ini." Anu menyerahkan uang. "Ayo, sekalian belanja denganku. Aku juga ingin membeli beberapa pakaian," katanya lagi sambil berdiri dan disusul Geet juga Naina, sedang Kia sudah lebih dulu berangkat bekerja.
***
Naina kembali ke rumah dengan beberapa shopping bag di tangan. Pandangan sinis dilemparkan keluarga Nanda padanya. Tentu mereka mengira Naina berpoya-poya dengan uang mereka. Padahal tidak sama sekali. Naina hanya membeli lima piyama, dan beberapa pakaian dalam.
"Enak kan menikah dengan orang kaya? Belanja sepuasnya dan jalan-jalan sesuka hati," ujar bibinya Veer yang seorang janda tapi mulutnya berbisa.
"Itu haknya. Toh kita memang memberikannya, anggap saja itu amal," jawab Gauri tak kalah sinis.
Naina yang sedang meminum air mineral di dapur langsung tersenyum kecut. Baginya percuma mengklarifikasi, jika sudah benci apapun akan terlihat salah bukan?
Setelah masuk ke kamar, dia menghubungi orang tuanya. Agar dikirimkan pakaian kerjanya juga.
Lelah, kalut, menyelimuti hatinya. Tapi dia harus tetap tegar dan kuat, menunggu hari itu datang. Karena menurut undang-undang pernikahan negara, mereka baru boleh bercerai setelah enam bulan. Jadi mau tidak mau mereka harus bersama dan menjaga diri mereka agar tak jatuh cinta.
Veer pulang cukup larut malam. Jam dua dia baru tiba, dan melihat Naina sudah tidur dengan piyama di sofa. Meringkuk seperti bayi yang kedinginan. Tapi suaminya tak peduli, dan memilih merebahkan diri di kasur king size-nya.
Jika pagi menjelang, Naina berangkat ke rumah Geet jam enam. Dikala Veer belum bangun, tapi dia sudah merapikan kamar dan memasukkan baju kotor Veer ke dalam boxnya. Juga sofa tempatnya tidur telah rapih dengan bantal yang dia masukan dalam lemari, hingga tak tampak bahwa ada orang tidur di tempat itu.
"Gadis itu pergi pagi-pagi sekali, lalu pulang dengan tas belanjaan yang banyak," keluh bibinya Veer ketika sarapan.
"Biarkan saja, selagi dia tidak mengusik nama baik kitr," ujar Veer membela.
"Aku tahu. Tapi aku takut dia bertindak berlebihan," balas bibinya lagi.
"Dia sedang mencari pekerjaan, karena itu berangkat pagi. Dan belanja karena dia memang tidak sempat membawa pakaian bukan?" bela Veer lagi. Bibinya diam tak berani berkomentar.
"Bagaimana usahamu, Veer?" tanya ayahnya kali ini membahas hal lain.
"Sedang banyak proyek. Dan menerima banyak permintaan iklan. Jadi memang harus pulang malam untuk mengecek ide-ide yang diberikan," jawabnya sambil terus menikmati sarapannya.
"Dan soal gadis itu?"
"Dia sudah kubuat hancur karirnya. Aku keluarkan blacklist untuknya, dijamin karirnya tamat," jawab Veer dengan berapi-api.
"Maksudku, wanita yang jadi istrimu. Beri saja dia pekerjaan di kantormu," balas ayahnya.
"Tidak. Aku tidak ingin ada interaksi apapun dengannya."
"Bagus Veer. Dia tampak sekali cari muka agar diterima di keluarga ini." Hasut bibinya lagi.
Selanjutnya tak ada kalimat yang keluar dari bibir keluarga yang tengah sarapan ditemani dendam yang belum usai.
Di sisi lain, Naina bahagia karena mendapatkan pekerjaan. Bahkan dua hari kemudian paket dari orang tuanya datang. Dia semakin semangat menatap hari esok.
Biarlah kisah cintanya hancur, tapi tidak dengan karirnya. Dia harus menjadi manusia berguna, setidaknya bagi banyak orang dan keluarganya.
"Gals, nanti malam aku diundang pesta. Bisa kalian temani aku?" tanya Anu dengan berbinar.
"Aku pasti tidak bisa," jawab Naina cepat.
"Aku sudah tahu. Kalian?" Anu menatap Geet dan Kia, mereka mengangguk.
"Aku gugup sekali, tadi wawancara dan casting di depan tuan Veer Nanda langsung. Bayangkan! Aku pikir dia tua, bulat dan galak. Ternyata dia masih sangat muda, gagah dan tampan." Anu membayangkan pria itu dengan berbinar. Sedang Naina jantungnya sempat berdegup mendengar nama itu.
"Lalu?" Kia penasaran.
"Dia manis sekali. Aku rela tidak menjadi artis agar menjadi nyonya Veer Nanda saja." Gelak tawa Anu membuat perut Naina terasa mulas, seperti terkena maag atau bahkan ingin melahirkan bagi yang pernah mengalaminya.
"Jadi, targetmu sekarang berubah?" goda Geet.
"Sudahlah, temani aku nanti malam ya. Aku ingin menemui dia lagi. Semoga aku terpilih jadi model kesayangannya," katanya dengan berbinar.
***
Naina kembali ke rumah pukul empat sore. Tampak keluarga itu memang sedang sibuk untuk pergi ke pesta. Naina berjalan kikuk di ruang tamu, dan Gauri yang menyadari kepulangannya.
"Kami ada pesta di kantor Veer, dan kau tidak bisa ikut. Tidak masalah kan?" tanya Gauri seperti menjaga perasaan Naina.
"Tentu. Aku akan senang hati diam di rumah." Naina menjawab dengan senyuman. Lalu naik ke kamarnya. Masih terngiang ketika Anu sangat histeris mendapat pesan balasan dari suaminya, tepatnya dari pria bernama Veer Nanda. Pria yang menjadi suaminya tapi tak pernah mau jadi suaminya.
Veer masuk ke kamar membuyarkan lamunan Naina. Mereka sempat saling bertemu pandang, tapi Veer langsung melengos dan membuka iPhone-nya. Dia tampak tersenyum-senyum sendiri sambil membalas pesan itu.
Naina merasa itu dari Anu, dia sangat tahu bahwa sahabatnya itu sangat pandai memikat kaum adam. Bukan hanya cantik, sikap manja dan menggodanya memang sangat digilai para pria.
Naina cemburu? Entahlah, itu hal wajar dirasakan seorang wanita berstatus istri. Tapi Naina berusaha membuang perasaan aneh dan tak nyaman di hatinya itu. Dia memilih mengirim pesan di room chat group bersama ketiga temannya.
Benar saja, Anu tidak muncul dan Geet bilang sedang sibuk membalas pesan dari pria idamannya. Naina segera mematikan phonselnya dan merebahkan diri di sofa. Berusaha memejamkan mata, menahan sesak yang menyiksa.
Veer menoleh padanya, menatapnya sedikit iba. Tapi rasa sakit hati lebih besar menguasainya. Dia keluar dari kamar dan bergabung dengan anggota keluarga lain menuju pesta.
Benar, Anu cepat sekali akrab dengan Veer, bahkan duduk satu meja dengan petinggi-petinggi di sana. Dia tak sungkan menyapa orang tua Veer dan keluarganya. Sikap manis dan manjanya memang membuat pria mana saja terpesona. Jadi wajar, jika Veer pun demikian.
"Jangan terlalu baik dengan model, Veer. Mereka bisa saja menjeratmu," ujar Gauri mengingatkan.
"Kau tenang saja. Aku juga bisa menilai," katanya sambil meneguk minuman yang berada di mejanya.
***
Di room chat group whatsapp, Anu memamerkan kedetakannya dengan Veer. Bahkan foto-foto mereka saling berpandangan yang diambil oleh Geet dan Kia. Naina hanya menarik nafas dalam. Entahlah, dia juga tak pantas cemburu karena Veer bukan pria yang dicintainya. Namun naluri sebagai seorang istri, ada sedikit perih di sana.
Berusaha mengabaikan dan bersikap seperti layaknya Geet dan Kia soal kedekatan Veer dan Anu. Bahkan, setelah satu bulan dari kejadian itu, Anu mengatakan bahwa dia sudah resmi menjadi kekasih Veer.
"Kau percaya? Aku saja hampir tak percaya!" pekik Anu berbinar-binar.
"Bagaimana dia melamarmu?" tanya Kia penasaran.
"Saat itu, kami makan malam setelah pemotretan untuk brand sebuah pakaian bersama seorang aktor besar. Dan dia, mengajakku dinner di sebuah restoran mewah. Lalu dia mengatakan 'Anu, kau sangat cantik malam ini.'" Anu membayangkan kejadian itu.
"Setelah itu, dia mengecup tanganku, dan mengantarku pulang. Lalu mengirim pesan romantis."
"Itu saja? Apa dia tidak mengatakan maukah kau jadi kekasihku?" tanya Geet heran.
"Ayolah Geet, kami orang dewasa. Dari cara dia memperlakukanku jelas itu adalah sebuah ikatan hubungan. Dia mengirimku pesan, good nite sweety... love you." Anu memamerkan isi chat whatsapp bersama Veer. Dan benar, ada banyak kata romantis di sana.
Naina hanya tersenyum dan berusaha menyembunyikan perasaannya yang tidak karuan. Ya, sangat tidak karuan. Bagaimana jika Anu tahu bahwa pria yang menjadi suaminya adalah Veer? Mungkin Anu tidak akan peduli, karena dia tahu bahwa Veer dan Naina tidak saling mencintai.
Tapi bagaimana dengan Veer? Apakah dia akan tetap mencintai Anu setelah tahu mereka adalah sahabat?
"Naina, kebiasaan melamun!" omel Anu ketika melihat Naina memandang kosong.
"Aku lelah. Pekerjaanku beda dengan kalian. Aku pulang dulu ya," katanya sambil melangkah mengambil tasnya.
"Besok aku dapat apartemen baru sebagai fasilitas dari pekerjaanku. Bantu aku membereskan ya." Naina kembali menoleh sebelum membuka pintu apartemen Geet.
"Woow keren! Mereka memang sudah lama ingin kau bekerja disana kan? Apartemennya besar?" tanya Geet semangat.
"Lumayan, tidak terlalu jauh dari sini juga. Pokoknya bantu aku besok." Naina membuka pintu.
"Aku tidak bisa. Aku ada dating." Anu langsung ngacir ke kamarnya. Sedang Kia dan Geet langsung menyorakinya.
Naina tertawa sambil menutup pintu apartemen, berjalan gontai mengingat semuanya. Kenapa harus Veer? Kenapa harus pria itu yang terhubung dengan teman-temannya?
"Rohan, biasanya kau yang menghiburku jika aku kalut seperti ini," bisiknya sambil menekan tombol lift. Lalu menyandar di dalam dan memejamkan mata.
Bunyi lift yang terhenti membuyarkan lamunannya, seorang pria masuk dan tersenyum menyapa dengan hormat. Naina hanya menganggukan kepala lalu kembali fokus menunggu lift tiba di ground flour.
"Kau Naina bukan ya?" sapa pria itu lagi.
Naina menoleh dan menatap pria itu lekat-lekat. Tapi dia tidak ingat siapa pria tersebut.
"Kita dulu satu kampus. Kau teman baiknya Rohan kan? Dan aku teman sekelasnya Rohan, dia sering menceritakan tentangmu. Mungkin kau tidak ingat atau tidak peduli saat bersalaman dulu," ujarnya mempertegas.
Mendengar nama Rohan dan pria itu mengaku temannya, entah kenapa perasaan Naina seperti diaduk-aduk. Apakah pria ini tahu keberadaan Rohan?
"Aku Saahil." Pria itu kembali membuat Naina terperanjat.
"Hai, ya aku lupa. Mungkin faktor usia," jawab Naina asal.
"Bisa saja. Itu karena kau selalu terfokus pada Rohan, bukan pada yang lain," balasnya sambil tersenyum.
"Apa kau masih berhubungan dengan Rohan saat ini?" tanya Naina to the point.
bersambung...
Komen ya...
Login untuk melihat komentar!