Semua Tentang Rasa

Hamparan laut menyambut kedatangan mereka. Hotel yang mereka tempati tepat di tepi pantai. Sebelum menuju kamar masing-masing, mereka memilih berlari-lari di pasir putih. Menari menandakan kebahagiaan, menari selayaknya masa SMA, sedangkan Veer hanya memperhatikan dari jauh.

Naina pun jauh dari sikapnya yang dewasa dan pendiam seperti yang ada di rumah. Dia menari dengan riang, bahkan mengajak teman-temannya berlari ketika ombak mengejar mereka.

Naina merentangkan tangan ketika matahari mulai menguning. Menatapnya dengan penuh takjub.

"Rohan, dia memejamkan mata." Ada tetesan bening di sudut matanya.

Mereka pernah datang ke pantai yang sama seperti saat ini. Di situlah kenangan manis itu tercipta. Di saat sunset Rohan mengatakan perasaannya untuk pertama kali.

"Kau tahu, Naina?" katanya sambil menatap matahari yang tenggelam. "Begitu banyak dari teman-temanku yang menyukaimu. Saat itu aku merasa tidak pantas untuk memilikimu," katanya lagi sambil menatap sendu matahari, sedangkan Naina menatap Rohan dengan penuh tanya.

"Aku? banyak yang menyukaiku? Lelucon macam apa itu?" Naina tertawa sinis sambil berjalan ke arah kerang yang tersingkir karena deburan ombak.

"Itu benar. Mereka menyukai kecantikanmu, mereka menyukai kecerdasanmu, mereka menyukai sikap santunmu. Entah apa lagi. Saat itu aku merasa paling beruntung bisa menjadi sahabatmu," papar Rohan menghampiri Naina yang tersenyum dan sibuk mengambil kerang yang tampak indah.

"Lebih beruntung saat tahu kau mencintaiku." Rohan memeluk Naina dari belakang. Membuat Naina tertegun dan sedikit gugup. Rohan mengusapkan pipinya di pipi Naina yang merona.

"Dan apa kau mencintaiku?" tanya Naina sambil berbalik. Matanya semakin bersinar terkena pantulan sinar oranye dari langit.

Rohan menatap wajah Naina dengan tatapan tak terbaca. "Apa kau perlu bukti?" tanya Rohan seolah tengah menantang Naina.

Naina kembali menatap langit, menarik napas dan berfikir.

Rohan melepaskan pelukannya dan berlari ke tengah laut.

"Rohan!" teriak Naina terkejut melihat Rohan membuka bajunya dan melemparkannya ke laut.

"I love you, Nainaaa!" teriak Rohan sambil menceburkan dirinya ke laut.

"Rohan!" Naina mengejar Rohan yang seperti terseret ombak. Ia bersusah payah menarik pria berorot besar itu ke tepi.

"Ini bukan kau yang membuktikan cintamu, tapi aku!" omel Naina sambil mendorong dada Rohan.

Rohan malah tersenyum dan menatap gadisnya yang tengah mengatur napas karena kelelahan menarik dirinya. Pria itu meraih dagu Naina dan menatapnya dengan intens.

Alam semakin gelap, tapi mereka masih bertahan di hangatnya udara pantai dan semakin terasa hangat ketika bibir Rohan mengecup pipi dekat telinga Naina yang memejamkan mata. Kemudian mengecup hidung Naina yang semakin merona, dan mengusap bibir merah itu dengan ibu jarinya.

Naina menatap mata Rohan yang mulai berkabut. Seperti kehilangan kesadaran, keduanya semakin mendekat satu sama lain, napas mereka semakin memburu. Namun sebuah jari menghalangi pertemuan bibir mereka.

"Aku ingin merasakannya saat malam pertama." Telunjuk Naina mendorong bibir Rohan menjauh, lalu berlari meninggalkan Rohan yang mendesah kesal.

"Hey!" Kia memeluk Naina dari belakang, "ayo kita taruh barang-barang dulu. Veer sudah keatas dengan Anu," katanya mengejutkan Naina yang tengah melamun dan bertualang ke masa silam.

"Mereka sekamar?" tanya Naina penasaran.

"Tidak. Veer tentu memilih VVIP class room, dia kan memang ada urusan bisnis. Anu tidak jauh dengan kita di lantai delapan. Kamar kita bersebalahan semua," jawab Kia.

"Owh." Nain menarik napas lega.

"Lagipula mereka sudah dewasa. Biarkan saja mereka mau berbuat******juga itu tanggung jawab mereka hahaha." Geet tertawa geli.

Naina hanya tersenyum kecut sambil kembali menoleh ke belakang. Ke arah pantai, berharap ada seseorang yang selalu dia cari berada di sana.

***

Mereka duduk di restoran untuk makan malam. Veer di meja lain dengan rekan-rekan bisnisnya, sedangkan para gadis di meja lainnya. Lantunan musik dari penyanyi restoran tersebut terasa syahdu dan romantis terdengar. Banyak diantara mereka memang pasangan kekasih.

"Naina, kau menyanyi sana. Seperti kita SMA dulu," pinta Anu dengan semangat.

"Suarakau sekarang sumbang," tolak Naina.

Geet langsung berdiri, mendekati MC dan mengatakan temannya ingin menyanyi. MC pun memanggil nama Naina untuk naik ke panggung, diiringi tepuk tangan banyak orang.

"Dasar gila!" omel Naina.

"Kau lupa kalau kami memang gila? Sayang kau bukan dokter kejiwaan hahaha." Mereka bertiga saling tous.

Naina terpaksa berdiri dan menuju panggung. Dia meminta gitar akustik, karena akan menyanyikan lagu sendiri. Semua mata tertuju padanya, termasuk Veer yang sempat merasa kesal.

"Mau apa dia? Mempermalukan diri sendiri?" gumam Veer tiba-tiba cemas melihat Naina tengah menyetel gitarnya.

Naina mulai memetik gitarnya dan matanya terpejam. Ingatannya kembali kepada kebersamaannya bersama Rohan.

Aku masih dis ini, duduk dan terus menantimu ... meski kau tak pernah tahu ... kau di mana

Hanya kau lah yang bisa mengobati kekosngan di hati ... mengobati lukanya yang tak tampak

Dulu, kaukatakan menjadi paling beruntung bersanding bersamaku

Kebersamaan bersamamu, adalah keberuntunganku

Dengarkanlah alunan musik yang kupersembahkan ... semua karena cintaku padamu

Hanya kau lah yang bisa menjadikan setiap syair memiliki melodi..

Bunga-bunga yang kau taburkan pada tubuhku..

Tak seharum sentuhan napasmu di setiap hembusannya padaku..

Hanya kau lah yang bisa menjadi candu yang selalu memabukkanku

Hingga .... tak satupun kumbang yang dapat menarik perhatian bunga seperti diriku

Veer menatap Naina yang tengah menikmati alunan musik dari gitar akustik yang dipetiknya, berusaha mencerna syair yang dinyanyikan. Dia juga menoleh ke arah tiga teman Naina yang terpaku dan tampak dari mereka seperti sedih dengan lagu yang dinyanyikan sahabatnya.

Setelah selesai, semua bertepuk tangan dan ketiga temannya memeluk Naina yang tampak sedih.

"Ayolah, kita kemari untuk bersenang-senang." Anu memeluk Naina.

"Benar, lupakan dia yang telah pergi," bisik Kia menatap wajah sahabatnya.

Naina hanya mengangguk, tersenyum meski menyeka sudut matanya. Sementara itu, Veer terus berpikir dengan serius, mencoba mencari tahu apa yang sesungguhnya Naina rasakan.

Veer mendekati mereka berempat, menggandeng Anu sambil tertawa dengan teman-temannya. Naina bersikap biasa dan sibuk bicara dengan Kia, mengabaikan pasangan Anu dan Veer yang baginya tak terlalu harus diperhatikan.

"Naina, bisa tolong ambil foto kami?" ujar Anu sambil menyerahkan iPhonenya.

Naina mengangguk dan mengambil foto Veer dan Anu yang duduk berdekatan.

"Naina itu selain dokter, suaranya juga lumayan. Lumayan jelek hahaha," canda Anu yang diikuti tawa teman-temannya. "Dia juga kalau mengambil foto sangat bagus. Coba lihat!" Anu menunjukkan hasil foto pada Veer.

Naina memandang Veer yang tersenyum dan menatap Anu dengan mesra.

'Tidak! Aku tidak cemburu. Tidak cemburu. Aku mencintai Rohan.'

Ada rasa tidak nyaman melihat Veer dan Anu bermesraan di depannya. Meski dia tak mencintai pria itu, pun sebaliknya. Hanya saja, dia adalah istri dari pria itu. Mungkin status yang membuat ada rasa tak senang melihat Anu dan Veer bermesraan.

Tidak hanya sekali Anu meminta Naina memotret dirinya dengan Veer yang selalu tampil mesra. Bahkan Anu mencium pipi suami Naina itu dengan tiba-tiba di hitungan ke tiga.

Naina mulai tidak menikmati liburan ini, karena kemana pun mereka pergi, Veer akan turut serta. Dia merasa tidak bebas menjadi dirinya sendiri. Entah kenapa. Padahal Veer tidak mengintimidasinya atau pun meminta dia menjaga sikap. Namun dia merasa tidak nyaman dengan kehadiran suaminya itu.

"Anu mana?" tanya Kia sesaat setelah makan malam, di hari terakhir mereka di Goa.

"Seperti biasa. Dengan pangeran hatinya," jawab Geet.

"Bagaimana kalau malam ini kita habiskan di club malam?" ajak Kia.

"Aku tidak ikut," jawab Naina cepat.

"Ck! Ayolah, sekali-kali. Ini malam terakhir kita di sini. Lagipula mau apa kau di kamar? Anu saja mungkin sedang beradegan hot dengan Veer hahaha." Geet tertawa lebar.

Entah kenapa Nain tidak suka mendengarnya. Dia merasa kesal mendengar itu, dia marah tapi entah apa yang membuatnya kesal.

"Aku akan ke kamar saja. Kalian pergilah." Naina segera meninggalkan teman-temannya. Langkahnya kian cepat menuju lift dan terlihat gelisah. Entah kenapa perasaannya tidak enak malam ini.

Keluar dari lift dia berjalan cepat, dan ketika belok ke arah kamarnya dia melihat Veer dan Anu di sana.

Tidak, bukan hanya melihat mereka berdua, tapi pemandangan ini lebih dari biasanya. Anu tampak tengah menggoda Veer yang menolak masuk ke kamarnya. Naina tertegun dan menghentikan langkah, karena kamar Anu dan kamarnya bersebalahan.

Dia mengawasi dari jarak sekitar sepuluh meter, dan sepertinya mereka tidak menyadari kehadiran Naina. Tak lama pemandangan yang sungguh membuat Naina mual terjadi. Veer dan Anu berciuman bibir dengan liarnya, di hadapannya! Bahkan tangan Anu bergerilya di dalam kemeja yang dipakai suami resmi dari Naina. Sedang tangan Veer mendekap erat punggung Anu yang tak tertutup kain.

Naina segera membalikkan badan dan menyandarkan tubuhnya di dinding. Sungguh dia tak pantas melihat itu. Tidak! Sungguh Veer tak pantas melakukan itu di hadapannya. Tau atau tidak ada dirinya, Veer harusnya bisa menjaga ikatan mereka.

Naina kembali ke lift dan menekan semua tombol seperti orang frustasi. Masuk dan menyandarkan tubuhnya dengan nafas tak beraturan, lalu keluar dan mencari kedua temannya. Mereka sudah berada di club malam.

Ia pun nekat memasuki tempat yang selama ini haram baginya.

"Minum, Nona?" sapa bartender.

Dia memandang gelas yang disodorkan bartender. Ntah jenis apa, dia tak tahu dan tak pernah ingin tahu. Namun, dia menerimanya, lalu meneguknya sekaligus.

"Anda peminum yang hebat?" puji bartender sambil tersenyum.

"Satu lagi," kata Naina sambil menatap kosong.

Bartender menyerahkan satu gelas lagi, lalu Naina meminumnya lagi dengan cepat. Dia tampak kepanasan pada akhirnya.

Naina mengeluarkan uang dari saku bajunya dan menaruhnya di meja bartender. Dia berlalu dan mencari toilet karena ingin muntah.

"Apa aku tidak salah lihat? Itu Naina?" tanya Kia ketika tengah menari di tengah kerumunan.

"Mana mungkin, sudah ayo menari saja," ujar Geet kembali menggoyangkan badannya.

Naina mengeluarkan semua isi perutnya, tapi percuma kepalanya terasa pusing. Dia sempoyongan keluar dari toilet dan menemui sekuriti.

"Bisa antar aku ke pintu keluar?" tanyanya dengan mata berkunang-kunang.

"Tentu, Nona." Sekuriti itu langsung menuntun tangan Naina hingga pintu keluar. "Perlu kupanggilkan pelayan hotel untuk mengantar Anda ke kamar?" tanya sekuriti lagi saat melihat Naina tampak tak stabil.

Naina menggeleng dan kembali berjalan ke lift. Tiba-tiba dia melihat sosok yang amat dia kenal dan amat dia nantikan.

"Rohan!" teriak Naina. Tapi orang itu tidak menoleh dan terus berjalan ke lobi, lalu keluar. Dia terus mengucek mata.

"Rohan! Rohan!" Naina yang sedang mabuk berlari mengejar pria yang diduganya sebagai Rohan. Dia terus mengikuti orang itu, hingga ke tepi pantai.

"Rohan!" teriak Naina dengan suara semakin serak. Dia berjalan tak beraturan di pasir pantai. Dia juga melepas sepatunya dan masih terus berjalan.

"Rohaaaaan!!!" teriak Naina sekuat tenaga, lalu menangis dan mundur perlahan, karena pria itu tak terlihat lagi.

"Naina?" sapa seorang pria dari belakang.

Naina menoleh dan tersenyum senang. "Rohan!" Naina langsung menghambur dan memeluk pria itu. Mencengkram kemejanya dan menangis di dadanya.

"Kenapa kau jahat sekali Rohan? Aku mencarimu," isaknya.

"Rohan?" gumam pria itu. Dia adalah Veer, yang sesaat setelah adegan liarnya dengan Anu dia menyadari tindakannya salah.


Bersambung


Komen gaes. Aku tuh semangat kalau baca komen  


Komentar

Login untuk melihat komentar!