MENDADAK DILAMAR

🌸2.  DICERAIKAN SAAT REUNI OLEH SUAMI GANTENG YANG PELIT, DAPAT SUAMI DEKIL YANG KAYA


💖 Ditalak dan dipermalukan saat reuni akbar.


#cerbung 

#MiratiMona

#Suamiku_dekil_kaya


"Saya yang akan menikahinya. Sudah sejak SMP saya menyukainya. Itu kalau Tiara berkenan." Dia menatapku dengan sungguh-sungguh.


Aku tak bisa berkata-kata.


Sejenak semua orang di hall yang menyaksikan drama kami sedari tadi mendadak tak mampu bersuara apa pun mendengar reaksi pria itu.


Namun, itu tak lama sebelum suara tawa Mas Aldo mengudara. "Aku nggak yakin kamu mau nikahin dia! Paling juga cuma karena kasihan, kan? Mana ada sih jodoh buat wanita seburuk dan sebodoh Tiara!" Mas Aldo mencebik meremehkan.


Aku tersenyum getir. Apa yang dikatakan Mas Aldo masuk akal. Mana ada orang yang mau melamarku dadakan seperti ini. Pasti hanya ada di cerita novel.


Namun, pria itu berjalan mendekati Mas Aldo. Ternyata dia lebih tinggi sedikit dan senyumnya kali ini terlihat dingin dan menusuk.


"Sudah puas menghinanya?" Suara pria itu mendadak turun. Suaranya rendah dan penuh ancaman. Didukung dengan ekspresi wajahnya yang kehilangan semua ekspresi ramahnya.


"Kenapa? Dia mantan istriku! Aku berhak mengatakan apa pun tentangnya!" 


Pria itu menyugar rambutnya ke belakang seolah berusaha menekan sesuatu yang kini membuat jemari kirinya mengepal keras. 


"Astagfirullah… kamu benar-benar lelaki yang …." Suaranya terhenti. "Ah, sudahlah." Pria itu terlihat menarik napas panjang dan memejam sejenak sebelum kembali membuka. Senyum lembut kembali bertahta di wajahnya. 


"Kesel karena yang kubilang itu kenyataan? Kamu sekarang malu 'kan udah ngomong gitu di hadapan orang-orang, padahal sebenarnya kamu juga jijik sama muka Tiara!" Mas Aldi bersedekap.


Memang selama ini, aku sering digosipkan memakai pelet untuk memikat Mas Aldo yang tampan dan mapan. Sementara aku si Buruk Rupa yang miskin. Namun, aku nggak peduli. Mereka nggak tahu apa-apa!


"NAH, TEMAN-TEMAN!" Tiba-tiba Mas Aldo berteriak sambil merentangkan tangan. "Saat SMA, banyak cewek naksir padaku. Kira-kira, apa aku akan mau menikah dengan wanita buruk rupa dan bodoh kalau bukan karena baktiku pada orang tua. Atau jangan-jangan, orang tuaku kena pelet? Dia bahkan memfitnah Ayahku berutang, padahal mungkin sebenarnya, mereka yang berutang?! Karena pasti orang tua Tiara sama buruknya dengan anaknya!"


"CUKUP!" Aku berteriak dengan napas memburu. "Mas boleh menghinaku sesukanya, aku nggak akan sakit hati karena aku nggak peduli pada penilaianmu yang nggak penting itu! Namun, jangan hina orang tuaku!" 


Suara riuh terdengar kembali. Panitia reuni tampaknya malah menjadikan drama kami berdua sebagai acara puncak. Tidak ada usaha untuk menghentikan pertikaian kami sama sekali. 


Ataukah karena ketuanya perempuan? Aku sering memergok mereka saling bertelepon sebelum acara ini. Mas Aldo beralasan, dia hanya ketua reuni saat kutanyakan kenapa sering sekali teleponan dalam waktu lama dan selalu menyepi keluar karena tak boleh kudengar.


Aku sampai mencari bagaimana fotonya di sosial media karena penasaran kenapa mereka begitu intens berkomunikasi. 


Mataku membeliak. Apa jangan-jangan, ini memang rencananya sejak awal untuk bercerai denganku dan menikahi wanita itu? Aku mengedarkan pandangan. 


Ketemu!


Si Ketua dengan gaun malam berwarna ungu gelap yang menampilkan lekuk tubuh yang indah ada di sebelah kanan deretan depan. Pulasan rias sempurna yang mulus dan cantik. Dia memegang gawai di depan dadanya. Apa dia merekam kami? 


Tiba-tiba, dia menyadari aku memandanginya. Bukannya terkejut dan merasa bersalah karena ketahuan, dia malah tersenyum penuh kemenangan.


Tanpa sadar aku tersenyum lebar dan itu membuatnya sedikit terkejut. 


"Tuh, lihat! Dia malah cengar-cengir sekarang!" Mas Aldo menunjukku penuh kemenangan.


"Kamu sudah kelewatan, Do!" Pria itu mundur dan bergerak mendekatiku.


"Bukan urusanmu!" tukas Mas Aldo ketus.


"Jelas urusanku. Karena aku calon suami Tiara." Lalu dia mengedarkan pandangan ke sekeliling. "Panitia reuni macam apa yang membiarkan drama macam ini terus berlangsung dari tadi dan tidak mau melerainya?" serunya keras.


Suara riuh langsung terdengar memantul-mantul memenuhi ruangan yang cukup penuh itu. Aku pun cukup terkejut dia ternyata berpikiran yang sama denganku.


Aku langsung melihat wanita seksi itu menurunkan gawainya dan memasukkannya ke tas dengan santai sebelum bergerak maju.


"Saya ketua panitianya, Irina." Dia mengangsurkan tangan untuk bersalaman yang langsung diabaikan pria itu dengan hanya mengangguk sedikit. Irina kelihatan salah tingkah.


"Kenapa Anda tidak melerai mereka berdua? Anda ingin acara reuni ini dikenang sebagai apa?" Lagi-lagi pertanyaan sederhana dengan nada menusuk terdengar. Kalimat formil yang  dikeluarkannya terkesan sangat memberi jarak. 


"Ini ranah pribadi mereka berdua. Bukan urusan saya untuk ikut campur." Dia beralasan.


"Namun, ini acara Anda. Kewajiban Anda untuk memastikan semua berjalan sebagaimana mestinya. Bukan menjadikan pertengkaran suami-istri menjadi sebuah tontonan akbar!" Tiba-tiba pria itu menarik sudut bibirnya dan menyeringai. "Atau ini salah satu acara yang memang sengaja Anda persiapkan? Maaf kalau saya salah berpikir. Tolong saya dikoreksi."


Binggo!


Wajah Irina maupun Mas Aldo memerah perpaduan malu dan marah sekaligus.


Namun, baru Mas Aldo hendak membuka mulut, pria itu memotong.


"Teman-teman sekalian. Mohon maaf kalau saya membuat keributan di sini." Dia mengedarkan pandangan seperti melakukan sebuah orasi. "Namun, saya tulus ingin menikahi Tiara sejak lama. Akan tetapi, keberanian dan kesempatan saya belum datang hingga hari ini. Sudah 13 tahun saya menunggu, sekarang adalah waktu yang tepat untuk mengejar cinta pertama saya. Allah telah kembali mempertemukan saya dengan Tiara hari ini pasti karena ada alasan. Dan saya akan memperjuangkan cinta Tiara meskipun dia mungkin akan menolak saya hari ini."


"Kok bisa 13 tahun lamanya diem aja?" Salah seorang peserta reuni yang kepo pun angkat bicara.


"Biar saya dan Tiara saja yang tahu." Tiba-tiba dia menoleh ke arahku. "Kalau kamu berkenan, malam ini juga, aku antar pulang ke rumahmu sekalian melamar pada orang tuamu. Bagaimana?"


Aku terdiam. Dia bisa di sini dengan kartu pass peserta reuni terkalung di dadanya adalah bukti memang dirinya terdaftar resmi sebagai alumni SMA Persada. 


Sayang mataku sedikit minus, tapi aku dilarang Mas Aldo memakai kacamata karena dianggap kampungan. Aku jadi tidak bisa membaca namanya. Lagipula, bisa tahu dan hafal nama panjangku, berarti bukan orang yang sekadar lewat saja kenal denganku.


"Dia pasti nggak mau!" Mas Aldo kembali bersuara. "Cuma cewek murahan yang mau menerima lamaran pria lain setelah ditalak!"


Aku terkekeh mendengar kalimatnya. "Hanya pria yang tidak tahu adab yang menghina dan menceraikan istrinya di muka publik." Aku tersenyum menatap pria berjanggut itu. "Mohon bantuannya, Mas. Tolong antar saya ke rumah orang tua saya. Alhamdulillah memang tidak terlalu jauh dari sini. Paling satu jam perjalanan."


Ada senyum merekah bertahta di wajah pria itu. Sementara Mas Aldo tampak kesal dan marah.


Pria itu membuat gestur mempersilakan aku untuk jalan duluan ke arah parkiran mobil, sementara dia langsung menyejajariku, tapi tetap memberi jarak.


"Aku tahu kamu masih tetap lupa sama aku. Itu artinya, kemungkinan besar, aku akan kamu tolak," bisiknya cukup pelan, tapi masih bisa kudengar. "Namun, terima kasih sudah tidak mempermalukanku di sana tadi dan menerima tawaranku. Kamu memang selalu baik hati." 


Aku menoleh ke arahnya yang kini tersenyum ke arahku dengan persaaan campur aduk.


🌟🌟🌟🌟


Next?