⚠️4. DICERAIKAN SAAT REUNI OLEH SUAMI GANTENG YANG PELIT, DAPAT SUAMI DEKIL YANG KAYA
💖 Ditalak dan dipermalukan saat reuni akbar.
#cerbung
#MiratiMona
#Suamiku_dekil_kaya
Tiba-tiba dia menoleh ke arahku. "Kamu mau mahar Fortuner eh jangan. Atau mau Pajero Sport aja yang lebih nyaman?"
Lagi-lagi aku hanya bisa membuka mulutku penuh keterkejutan mendengar tawaran mobil yang bahkan lebih mahal sekitar seratus juta dari milik Mas Aldo.
Siapa sebenarnya pria misterius ini?
Mas Aldo kali ini bertepuk tangan dengan sangat keras. "Aku sekarang mengerti siapa dia sebenarnya!"
"Siapa?" Irina bertanya kaget.
"Pasien rumah sakit jiwa!"
Tawa keras langsung terdengar bersahutan. Aku tak tahan lagi dan kembali turun dari mobil dan bergerak mendekati Mas Aldo.
"Fitnah orang teruuuus!" tukasku dingin. "Ternyata adab Mas nggak lebih baik dari seorang lulusan SMP. Ada perlu apalagi sih, Mas? Mau nawarin balikin aku ke rumah ortu seperti Mas dulu datang melamarku? Atau jangan-jangan Mas sebenarnya mau ajak aku rujuk, tapi malu?"
"Kurang ajar!" Mas Aldo mengangkat tangannya seperti hendak memukulku. Namun, pria misterius itu langsung bergerak cepat dan menahan tamparan Mas Aldo dengan satu tangan.
"Ternyata kamu suka main kasar. Pantas saja Tiara membencimu."
Mas Aldo berusaha menarik tangannya dan pria misterius itu tampak sengaja melepas hingga Mas Aldo limbung ke belakang dengan wajah merah padam.
"KAMU NGGAK BOLEH MENGINJAKKAN KAKI SEDIKIT PUN DI RUMAHKU LAGI! NGERTI?! AKU USIR KAMU KELUAR! ENGGAK USAH BAWA BARANG-BARANG APA PUN! DASAR ISTRI KURANG AJAR!"
Aku hanya mengangkat bahu acuh tak acuh. "Memang Mas kasih aku berapa duit sebulan sampai aku bisa beli sesuatu di rumah itu?" Aku terkekeh. "Ambil aja semua, Mas. Termasuk baju kotor yang belum sempat kucuci tiga hari karena Mas minta aku latihan dandan terus biar tampil cantik buat reunian."
"Kurang ajar! Nyatanya tetep jelek dan jerawatan! Emang kamu nggak guna!"
"Ya, modal duitnya nggak ada. Ya kali bisa magic langsung ilang. Mimpi kali…."
"Halah alasan! Kamu…"
"Sudahlah…" Pria misterius itu memotong ucapan Mas Aldo lagi. "Keburu malam. Aku harus antar Tiara ke rumah orang tuanya. Atau mungkin kamu aja yang mau antar seperti kata Tiara tadi? Toh, kalian belum resmi bercerai secara hukum."
Mas Aldo bergidik seolah tawaran pria misterius tadi adalah hal yang menjijikkan. "Aku nggak mau melihat Tiara dekat-dekat denganku! Awas kalau dia berani muncul lagi di hadapanku!"
"Kalau tidak mendesak, aku jamin, aku juga males ketemu sama Mas lagi." Aku membuang muka dan berjalan menuju mobil.
Betapa terkejutnya ketika aku hendak meraih gagang pintu, pria itu kembali lebih cepat membukakan pintu untukku.
"Pergi saja dengan mobil butut itu! Kudoakan semoga mogok di tengah jalan!" Mas Aldo berseru yang langsung di-amini oleh pengikutnya.
Pria misterius itu hanya tersenyum tipis sambil menggeleng-geleng dan bergerak dengan cepat ke arah kursi pengemudi. Setelah memasang sabuk pengaman, dia pun menggerakkan mobilnya keluar dari parkiran.
Aku mengembuskan napas lega. Pria misterius itu pun melepaskan kalung name tag-nya dan melemparnya ke lantai. Dibukanya satu kancing terasa bajunya dengan satu tangan. Sepertinya dia kegerahan di mobil tanpa pendingin ruangan ini. Ataukah sebenarnya, dia pun sedari tadi menahan emosi seperti yang kurasakan?
"Di mana rumah orang tuamu?" Dia melirikku sebentar sebelum kembali memancangkan kembali pandangan ke depan.
Aku pun menyebutkan alamat.
"Oh, aku tahu wilayah itu. Harusnya tidak akan lama." Dia tiba-tiba menarik napas dan bertanya pelan, "Panas, ya?"
Aku langsung******keningku yang sedikit berkeringat. "Enggak, kok. Tadi emosi aja sama Mas Aldo. Harusnya aku nggak boleh kepancing marah begitu. Enggak elegan banget."
Dia terkekeh pelan.
"Omong-omong, maaf banget. Tapi, aku belum ingat Mas siapa. Boleh kita kenalan dulu?" tanyaku ragu-ragu.
Lagi-lagi dia hanya membalasnya dengan senyum. "Sekalian aja di depan orang tuamu, ya. Jujur, sebenarnya aku gugup sekarang. Belum bisa mikir apalagi sambil nyetir."
Aku terkejut melihat ekspresinya kini terlihat malu-malu. Aku pun memalingkan wajah berusaha tak melihatnya lagi. Aku jadi tidak enak sudah menyusahkan pria yang bahkan tidak kukenal itu sejauh ini.
"Tapi, kalau mau tukeran nomor HP sekarang, boleh." Dia berkata. "Simpan saja dulu, namaku bisa menyusul nanti."
Aku pun bergegas mengeluarkan ponselku dari saku gamis dan mengetikkan nomor yang dia sebutkan. Setelah itu, aku menelepon ke nomornya. Tak terdengar apa-apa kecuali deru mesin yang berisik.
"Sudah masuk. Udah geter HP-nya di kantong celana."
Oh, ternyata mode getar. Akan tetapi, dengungnya kalah dengan deru mobil yang memang luar biasa bobroknya ini. Untuk segi ketahanan, mungkin kuat, ya. Terbukti dia masih bisa berjalan cukup cepat. Namun, guncangannya luar biasa!
Ketiadaan AC membuat angin menerpa jilbabku keras ke belakang. Aku menutup jendelanya sebatas kepala atas. Asal ada angin yang masuk. Itu pun susah payah karena kenop putar jendela keras sekali.
Dia pasti bekerja sangat keras hanya untuk bisa membeli mobil butut jadul ini secara cash. Menurutku, itu jauh lebih baik daripada beli mobil bagus, tapi malah memaksakan berutang di luar batas kemampuan. Mendengar dia tidak pernah membeli sesuatu dengan cicilan, pasti dia merasa tenang dan bebas utang. Prinsip yang sama yang dipegang keluargaku.
Lalu yang paling membuatku penasaran adalah bau amis yang cukup familier.
Bau amis ikan.
Apa karena ini dia memarkirkan mobilnya jauh dari kerumunan? Agar bau ikan yang cukup menyengat ini tidak mengenai mobil lainnya. Kalau itu benar, berarti dia cukup pengertian.
Namun, ke pesta dengan mobil beraroma tajam, apa dia tidak takut tubuhnya ikut bau ikan? Kalau mau pulang kayak begini sih, aku nggak peduli. Bau ini tak menggangguku.
Aku juga sudah sering masak ikan karena lebih murah dari ayam atau daging.
Apalagi ikan lele. Durinya bisa dimakan sekaligus kalau aku menggorengnya kering. Ah, jadi lapar. Aku teringat tadi belum sempat makan.
"Apa mobilku bau?" Dia tampak khawatir. Mungkin barusan dia melihatku mengusap bawah hidungku tanpa sadar.
"Ah, maaf. Memang sedikit bau amis, tapi aku terbiasa, kok. Bukan masalah. Aku suka ikan."
"Alhamdulillah. Lega dengernya. Kirain kamu benci."
Aku menggeleng meyakinkan pria itu kalau aku menyukai ikan.
"Aku sampai bawa baju ganti dari laundry yang tersegel rapat, biar ga bau dan kuganti di toilet luar gedung tadi."
"Lho? Terus, balik ke sini buat naruh baju? Jauh banget?" Aku membelalak kaget.
Dia lagi-lagi terkekeh. "Tadi aku pakai kaus kerjaku yang lama. Udah dekil dan ada yang bolong juga. Jadi sekalian kubuang."
Mulutku membulat. Itu sungguh di luar dugaan. Keperluan macam apa yang membuatnya harus memakai baju seperti itu?
Setelah melewati gang sempit, akhirnya kami tiba di deretan rumah petak di tepian Jakarta.
"Nah, itu rumah orang tuaku. Yang nomor tiga dari kiri. Yang catnya biru." Aku menunjuk rumah petak kontrakan bertipe 18 itu.
Mata pria misterius itu membelalak sejenak sebelum meredup. Aku bisa melihat jemarinya yang memegang setir mendadak mengepal erat. Rahangnya berkedut menandakan kedua gerahamnya beradu keras.
"Sudah berapa lama tinggal di sana? Itu… satu kamar kan?" Suaranya terdengar sedikit bergetar.
Aku berusaha tersenyum. "Ya, sejak bangkrut gara-gara ditipu Ayahnya Mas Aldo itu. Sekitar sepuluh tahun." Aku menarik napas menenangkan diri jika harus bercerita. "Bapak kerja serabutan. Sering nginep. Jadi, aku bisa tidur sama Ibu. Tapi, kalau Bapak pulang, aku tidur di kasur kecil yang ditaruh di ruang tamu. Toh, nggak pernah ada tamu."
Tiba-tiba kudengar tarikan napas panjang dan dalam sebelum ada suara istighfar lirih menembus keluar dari bibirnya.
"Maaf, kalau tahu kamu begini, aku sejak dulu…."
"Eh? Itu kan?" Aku memotong kalimatnya tanpa sadar karena terkejut. "Kok Bapak udah keluar ke depan rumah?!" Kulihat sosok Bapak dari kejauhan. Meski mataku tidak bisa melihat jelas, aku hafal bentuk tubuh bapakku sendiri. Dan aku tahu betul gestur berkacak pinggang, adalah tanda bahwa dia sedang marah besar.
Tiba-tiba, aku menyadari sesuatu.
Jangan-jangan…..
🌟🌟🌟🌟
30 Oktober 2021
Kenapa kok Bapaknya tahu Tiara mau datang?
Kok Bapaknya marah?
Makasih supportnya 100 Subs dalam 24 jam kurang itu MasyaAllah Tabarakallahu…..
Mohon bantuannya lagi, ya. Terus Subscribe, love dan komen di KBMapp biar ke up ke depan. Mumpung masih free. Soalnya, begitu masuk bab 11, pasti akan Mona kunci dan bab 8,9,10 ikutan kekunci. heheheh
InsyaAllah akan Mona tamatin di FB kayak #Suami_Layu , kok.
Maaf belum bisa menanggapi komen. Masih kena block Facebook. T_T sedih Mona, tuh.
.