SUAMI YANG KUKIRA MATI DI LAUTAN KEMBALI, SETELAH AKU MENIKAH LAGI.
#Suamiku_masih_hidup_
Bab 3 Kasak-kusuk tetangga
Seminggu sudah aku hidup aneh begini. Hubunganku dengan mas Hanif baik-baik saja, tapi sekarang dia lebih banyak diam.
Mas Hanif bekerja sebagai marketing di sebuah perusahaan ritel, dua minggu sekali dia keluar kota untuk mengecek stok barang di cabang, biasanya dua atau tiga hari baru pulang.
Sebaiknya aku segera menyelesaikan kegiatan memasakku ini, sebentar lagi selvy anakku pulang sekolah, dia sudah kelas dua SD, dia anakku dengan mas Bagas.
Kumasukkan racikan sop ayam kedalam panci, sambil menunggu mendidih aku mengelap ubin dapur yang sedikit berminyak ini.
“Ehemm.”
Aku melirik sekilas, mas Bagas masuk ke dapur, dia mengambil gelas dan menuang air putih, aku bergeser sedikit, menunduk dan diam. Mas Bagas menolehku...
Kenapa aku berdebar dan kenapa aku gugup?
“Masak apa Sari?” mas Bagas bertanya padaku,
Suaranya masih lembut padaku, seperti dulu...
“M_masak sup” jawabku sambil mengaduk sup di panci dengan sendok sayur, tanganku gemetar, entah apa sebabnya.
“Nanti mas minta ya?”
Uuh mas? Dia masih menyebutkan dirinya ‘mas’? Tidak, tidak! Aku tidak boleh meleleh...
Aku mengangguk,
“Permisi, a_aku mau beli bumbu masak”
Aku segera keluar dari dapur, kulihat mas Bagas melihatku sampai Aku keluar dapur.
Aku memasuki kamarku, duduk di tepi ranjang, kutarik nafas dan mengeluarkannya beberapa kali untuk menenangkan debur yang semakin kencang didadaku...
Kenapa aku ini?
_______*****_______
“Dek, besok pagi aku keluar kota ya?”
Malam itu aku dan mas Hanif tiduran di kasur. Aku merebahkan kepalaku di lengan dalam mas hanif sementara tangan mas hanif memainkan anak- anak rambutku.
“”Iya, gapapa mas.”
Aku merapatkan badanku ke mas Hanif, kuambil tangannya kemudian kulingkarkan ke leherku. Begini lebih nyaman menurutku.
“Beneran gapapa?”
Aku menoleh ke suamiku, kuraba pipinya.
“Kan selama ini kamu keluar kota aku gapaga?”
“Iyaa...”
Aku menangkap ada keraguan di jawaban mas Hanif, aku tau sekarang dia khawatir karena ada mas Bagas di samping rumah. Aku menghela nafas, kusandarkan kepalaku didadanya,
“Mas, percaya padaku, didepanmu atau dibelakangmu, aku tidak akan mengkhianatimu.”
Mas Hanif mengangguk, dia mengecup kepalaku, kemudian Kami terdiam...
Aku menikah dengan mas Hanif baru satu tahun dan belum dikaruniai anak. Selvy bukan anak mas Hanif, dia anakku dengan mas Bagas.
Buatku mas Hanif adalah malaikat penolong, dia menolongku dari kesusahan. Setelah suamiku menghilang tanpa kabar, tanpa nafkah lahir batin, aku berjualan kue basah. Sambil menggendong anakku Selvy yang baru berusia dua tahunan, aku menyusuri jalan. Menerjang panas dan juga hujan, kadang menahan lapar juga karena uangku hanya cukup untuk membelikan jajan dan minuman untuk Selvy.
“Dek, ayo tidur, besok aku bangunin subuh ya?”
Mas Hanif memelukku didalam selimutnya, Aku menguap kemudian memejamkan mataku juga.
______*****______
Aku keluar dari kamar mandi sambil mengusap pelan rambutku yang basah sehabis keramas. Mas Hanif sudah berangkat tadi pagi jam enam, dia pamitnya tiga hari.
Setelah menyisir rambutku aku berjalan keluar mau ke warung tetanggaku yang jaraknya sekitar empat rumah dari rumahku.
Sampai di warung ada bererapa ibu-ibu yang juga sedang berbelanja, ada juga yang Cuma mau ngrumpi
“Eh Sari, tumben keluar?” bu Parijo tetanggaku yang bertubuh subur menyapa
“Iya bu” jawabku
“Habis keramas ya Sar?” tetanggaku yang lain bu Mar bertanya sambil senyam-senyum
“Yaeyalah bu, sekarang Sari keramas teruss, kan sekarang dia tinggal bertiga” itu mbak adel si perawan tua yang bicara
“Maksudnya gimana mbak?” tanyaku sambil menghitung belanjaanku
“ya kan bener kamu tinggal bertiga, kamu, Hanif sama Bagas eh salah, selvy maksudnya.”
Hahahaha semua tertawa, aku tersenyum kecut. Mereka mengolokku dalam candaan.
“Jangan marah lho Sar, becandaa,” kata mbak Adel.
“Gapapa.” Aku segera membayar belanjaanku dan berjalan pulang.
“Sari, jangan lupa minum jamu kuat ya, biar kuat menghadapi kenyataan yaa.”
Hahahaha
Kudengar suara tertawaan mereka para ibu-ibu rumpi tetanggaku. Menyebalkan mereka hanya bisa menghakimi tanpa tau duduk permasalahan yang sebenarnya. Suamiku ya Cuma satu, mas Hanif!
Next