4
SUAMI YANG KUKIRA MATI DI LAUTAN KEMBALI, SETELAH AKU MENIKAH LAGI
Bab 4
Sakit
"Ibu, aku mau makan sama Bapak," Selvy anakku, meminta izin padaku saat aku, Mas Hanif dan dia makan malam di meja makan dapur sini.
Dari sini, bisa melihat dalam rumah yang dihuni Mas Bagas. Karena pintu pembatas dapur dan rumah Mas Bagas berbentuk pintu kaca yang berbingkai kayu.
Terlihat Mas Bagas sedang makan sendirian sambil nonton tivi. Aku mengangguk kepada Selvy. Gadis kecil itu segera beranjak membuka pintu dan bergabung dengan Mas Bagas. Bapak kandungnya.
"Gapapa Selvy makan di sana ya, Mas?" tanyaku pada Mas Hanif yang duduk di sampingku.
"Gapapa dek, malahan kita punya banyak waktu buat berdua." Mas Hanif mengelus kepala belakangku. Aku tersenyum.
Suamiku ini memang baik sekali. Terkadang aku berpikir, apakah dalam hati Mas Hanif beneran setenang itu?
**
"Dek, aku pergi dulu, ya?"
Aku berdiri mendekat Mas Hanif. Dia mencium keningku. Hari ini suamiku tugas keluar kota lagi selama tiga hari.
"Hati-hati, ya Mas." Kucium takjim punggung tangan Suamiku.
Mobil box milik perusahaan suamiku dan supirnya sudah menunggu di luar. Kuantar suamiku hingga naik mobil.
"Ati-ati, nggak usah ngebut ya Pak Anto," kataku pada supir mobil box, teman suamiku.
"Iya, Mbak," jawab Pak Anto.
Setelah mobil box itu menjauh, aku bergegas kembali masuk rumah. Sempat kulihat rumah yang ditinggali Mas Bagas, tampak sepi. Seharian kemaren, aku tak melihat Mas Bagas sama sekali. Mungkin dia tidak di rumah.
Matahari sudah beranjak tinggi saat aku selesai memasak dan berberes rumah. Sebentar lagi, anakku Selvy yang kelas dua SD pulang.
"Bu, aku pulang." Terdengar suara Selvy memanggilku dari pintu depan. Aku menoleh. Selvy sudah berdiri di depan pintu dapur.
"Udah pulang, Nak?" Selvy mengangguk, dia mencium tanganku.
"Makan Vy, Ibu sudah masak sayur kesukaanmu," kataku dengan menunjuk tudung saji di meja makan. Selvy hanya mengangguk.
Setelah melepas sepatunya, Selvy bergegas membuka pintu dan masuk ke rumah Mas Bagas. Aku meliriknya. Bocah itu semakin dekat saja dengan Bapaknya. Ku hela nafasku. Berarti Mas Bagas ada di rumah dong?
Karena Selvy nggak mau makan, aku makan sendirian. Saat mencuci piring bekas makanku, anakku Selvy berdiri di sampingku.
"Ibu, Bapak sakit," katanya.
"Oh, sakit apa?" Kutaruh piring bersih di rak.
"Pusing sama panas," jawab Selvy. Matanya menatapku. Aku tahu maksudnya. Selvy ingin aku melihat Bapaknya, tapi aku pura-pura nggak ngerti.
"Beliin obat di warung sana!" Aku merogoh kantongku dan memberi Selvy uang lima ribu. Selvy bergegas pergi.
Hhh, sudah bersih semua. Lebih baik aku istirahat saja. Kulangkahkan kakiku masuk ke kamar. Nggak bisa tidur. Kuambil gawaiku, bermaksud mengirim pesan pada Mas Hanif. Sekedar menanyakan kabar. Haha padahal baru tadi pagi, Suamiku berangkat. Udah kangen aja.
Tok tok
Pintu kamarku terbuka, Selvy masuk kamarku. Wajahnya sedikit takut.
"Kenapa?" Tanyaku.
"Bu, Bapak belum minum obat," gadis kecil itu bicara takut-takut. Dia menghampiriku dan ikut merebahkan dirinya di tempat tidur ini.
"Suruh minum, biar cepet sembuh," kataku. Kubelai rambut anakku.
"Bapak belum makan."
Aku terdiam. Mas Bagas tinggal sendiri. Biasanya dia beli makanan, tapi kalau lagi sakit dia nggak makan dong. Kasihan juga.
"Ayo." Kuajak Selvy ke dapur. Kuambilkan sepiring nasi dengan lauknya dan kuberikan pada Selvy.
"Suruh Bapakmu makan," kataku datar. Selvy menerima piring itu dan mengangguk. Aku menunggunya dengan duduk di meja makan sini. Perasaanku berkecamuk.
"Bu, Bapak nggak mau makan. Minta bubur." Suara Selvy menyadarkanku.
Minta bubur? Memangnya dia sakit apa? Netraku menatap Selvy agak lama.
"Bikinin ya, Bu?" Tak sadar kepalaku mengangguk.
Mengambil beras dan mencucinya. Badanku gemetar. Perasaanku tak enak, bahkan jantungku pun berdebar. Kenapa aku khawatir? Perasaan apa ini?
**
"Bu, aku bobok sama Bapak, ya?"
Selvy berdiri di depanku dengan membawa bantal, guling dan selimutnya.
Biasanya kalau Mas Hanif keluar kota, Selvy kuajak bobok menemaniku di kamar. Tapi kali ini, Selvy minta izin mau bobok sama Bapaknya. Aku tak segera menjawab. Mungkin Selvy khawatir dengan keadaan Bapaknya.
"Baik lah, sehari aja ya?"
"Iya Bu. Makasih." Senyum mengembang di bibir gadis kecilku, dia tampak senang sekali. Berlari kecil, dia ke belakang.
"Ibu, Ibu ..."
Sayup-sayup aku mendengar suara Selvy. Tubuhku juga seperti diguncang-guncang.
Mataku terbuka, Selvy ada di sebelahku, dia berdiri sambil menangis.
"Kenapa sayang?" Kaget aku dan segera duduk.
"Bapak, Bu ... Hikss."
"Kenapa Bapakmu?" Mataku melebar. Panik.
"Bapak muntah-muntah Bu, badannya gemetar." Selvy terisak.
Dengan cepat kuseret kakiku keluar dari kamar. Perasaanku ingin cepat melihat Mas Bagas. Kenapa dia?
Sampai pintu, tiba-tiba aku tersadar. Ada keraguan untuk membukanya, menjadikanku hanya berdiri mematung.
"Bu, ayo tolong Bapak." Selvy menarik tanganku masuk ke rumah Mas Bagas.
H_harus kah aku kesana?
Bersambung