Part 6
Aku mengabaikannya mencoba fokus pada suara Dewi yang jelas tidak akan tenang karena mendengarkan kabar tak menyenangkan dariku.
"Oke, kapan kau akan ke sini?" tanyanya tak sabar.
"Mungkin besok, sudah dulu ya, besok aku kabari."
Aku mematikan ponsel langsung menonaktifkan dan menyembunyikannya ke dalam tasku kembali.
"Ada apa, rindu padaku?" Aku tersenyum kecil pada Mas Ramdan yang seperti biasanya bersandar di dinding dengan menatapku penuh tanya.
"Dari mana kau dapat barang-barang mewah itu?'' tanyanya.
Oh, ternyata.
"Mewah?"
"Itu i phone, harganya tidak murah. Tidak mungkin kamu bisa mendapatkannya bahkan kalaupun dua piring sawahmu di kampung itu kau jual."
"Mas, kenapa terus mengurus barang-barang yang kupunya? Kau dan keluargamu itu begitu penasaran ya?"
"Jawab saja pertanyaanku?" tegasnya.
Aku menatap lurus pada matanya, sepertinya hari-hariku akan dipenuhi pertengkaran tentang kekepoan mereka pada apa yang kupunya.
"Bagaimana kalau juga bertanya, kenapa kamu mau dikorbankan oleh mamamu sendiri," balasku dingin.
"Itu bukan urusanmu," tukasnya.
"Kalau begitu sama. Apapun yang kumiliki seharusnya juga bukan urusanmu," jawabku tersenyum ringan mengabaikan wajahnya yang memerah.
"Apakah yang kau telepone tadi selingkuhanmu?"
Aku nyaris tergelak mendengarkan pertanyaannya itu. Mengalihkan pandangan dari cemilan yang baru saja kubuka bungkusnya.
"Tidak. Meskipun aku tak mendapatkan suami yang baik seperti orang lain, tapi aku belum berencana mencari penggantimu," jawabku melewatinya ke dapur mendadak haus, aku butuh minum.
****
"Maaf, Kak, tapi aku ada urusan mana bisa aku mengurus Fatih," Tolak Susi ketika aku mengutarakan niat akan menitipkan Fatih bersamanya pagi ini.
"Urusan apa? Aku janji deh bayar kamu," bisikku. Aku tahu Susi orangnya baik, hanya saja pasti dia telah dihasut Mama Risa dan Rini.
"Aku nggak pandai ngurus bayi," kilahnya.
"Jangan bohong kamu, aku tahu kamu punya ponakan di rumah."
Jika diperhatikan umur Susi kisaran 25 tahun, hampir sebaya denganku. Dia belum menikah, tapi aku tahu dia lihai dalam menjaga bayi.
"Ayolah, Susi. Selain kamu aku bayar aku bakalan bawain kamu makanan dan juga kukasih deh satu stel pakaian," bujukku.
"Pakaian baru?"
"Iya, dong. Kamu kan tahu aku nggak suka ngasih yang bekas?" jawabku cepat, aku memang pernah membelikan Susi gamis satu kali karena dia terus meminta gamis bekasku kala itu.
"Gamis kok, Kak," ujarnya mulai ragu.
"Iya, deh. Aku janji," ucapku tersenyum.
"Baiklah kalau begitu, tapi bagaimana dengan Bu Risa, Kak. Dia bakal marah."
"Tenang saja, Fatih itu cucunya Mama Risa, dia tidak akan berani menyakiti Fatih. Lagi pula Ramdan itu artis sekali saja dia bersikap tak baik pada Fatih aku akan ekspos dia ke media. Kamu tenang saja." Aku mengusap bahu Susi perlahan.
Jarak antara tempat tinggal Mas Ramdan dan kota tempat tinggal Dewi sekitar dua jam kalau baik bus. Aku mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan Fatih.
Susu Formula, kain gantinya dan keperluan bayi lainnya. Susi memperhatikan dengan cermat, sementara Mas Ramdan tak bisa berbuat apa-apa.
Dia memang bukan lelaki yang super kepo, dia lelaki idamanku sebenarnya. Hanya saja terlalu ikut campurnya Mama Marisa dalam kehidupannya semua jadi tak terarah.
Aku melihat Mas Ramdan itu robot, yang gerakan dan perkataannya telah di atur.
"Aku juga ada urusan ke luar kota nanti siap yang akan membantu Susi menjaga Fatih." Dia masih berusaha mencegah.
"Mamamu kan ada," jawabku asal.
"Sarah, Mama tidak suka anak kecil." Dia mengingatkan.
"Dia akan menyukai Fatih, dia belum mencobanya saja menggendong Fatih."
Jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, aku harus segera bersiap tak lama lagi travel yang kupesan akan segera datang.
Aku memakai gamis warna abu-abu dipadu jilbab hitam. Tak lupa mengenakan sepatu kesayangan yang warnanya senada dengan gamis.
Makeup tipis kuriaskan di wajah, dengan begitu penampilanku sedikit berbeda. Lebih fresh!
Aku meraih tas tangan faforiteku, mengecek isinya dan memastikan barang-barang pentingku tidak ketinggalan.
"Aku berangkat dulu," ujarku mengecup kening Fatih dan melambai pada Susi.
Mas Ramdan mengikutiku ke luar bertepatan dengan itu Maka Risa ke luar kamar. Matanya yang dilingkari eye liner hitam itu semakin membesar melihat ke arahku.
"Mau ke mana?" tanyanya ketus. Aku harus menghentikan langkah demi memperlihatkan sedikit kesopanan.
"Aku ada urusan ke kota, Ma," jawabku melirik jam tangan AC yang melingkar di tangan.
"Aku titip Fatih ya." Aku melangkah cepat ke luar rumah karena travel yang kupesan sudah datang.
"Hei, apa apaan dia!" Aku masih mendengar teriakan itu.
"Biarkan saja, Ma," cegah Mas Ramdan
"Biarkan saja apanya?"
"Dia tidak akan bisa dicegah."
******
Aku tidak menanggalkan maskerku sama sekali. Takut juga kalau nanti ada yang mengenali kalau aku adalah istri Ram penyanyi naik daun itu.
Sepertinya albumnya kali ini bakal meledak, posternya ada di mana-mana. Dia kolaborasi dengan seorang artis cantik yang muda dan aku tak tahu sama sekali.
Aku memang kurang tahu dengan perkembangan keartisannya. Setelah tahu semuanya itu memang tak terlalu menarik lagi.
Ya, seperti banyak penyanyi lainnya yang memakai topeng guna menutupi keburukannya, Ram juga. Dia punya topeng besi yang kuat.
Iseng sepanjang perjalanan aku mengecek Chanel youtubenya. Ada triller album barunya yang menuai banyak pujian, di nantikan dan sudah dibagikan sampai ribuan.
Seharusnya dari YouTube saja dia sudah punya penghasilan yang tidak sedikit, tapi aku yakin semua masuk kantong Mama Risa.
Menyedihkan!
Jika di pikir gaya hidup Mama Risa dan Rini memang mewah bahkan terkesan berlebihan.
Mereka suka membeli barang-barang barnded yang tentu saja aku tahu itu kisaran berapa, tak jarang membuat utang. Mungkin karena itu sebanyak apa pun hasil yang didapatkan oleh Mas Ramdan tak pernah cukup bahkan masih membicarakan utang pesta pernikahan dulu.
"Maaf, Mbak. Berhenti dimana?" Pertanyaan supir travel menghentikan lamunanku ternyata aku sudah sampai di kota tujuan.
"Oh, di restoran Dua Dara," jawabku cepat.
"Ada janji di sana?" tanyanya lagi terkesan kepo.
"Ya." Aku menjawab singkat.
"Apakah Mbak istrinya Mas Ram penyanyi terkenal itu?"
Aku sedikit terkejut dengan pertanyaan itu seketika merapikan masker.
"Kalau iya Mbak sangat beruntung, dia sangat sukses sekarang punya penggemar di mana-mana," curcolnya.
*****
Plis suscribe ya