Gara-gara Pakaian Minim
Heran saja, kenapa ada dosen menyebalkan itu di sini? Apa perlu aku minta Papa untuk mengusirnya? Sikapnya sangat mengganggu kami.

Tasya menarik tanganku yang masih menyilang di dada. Tak ingin buang waktu aku pun pergi mengikuti keinginannya. Disusul Mia, Karin dan Salsa.

Begitulah gadis penyapu lantai yang suci itu tak bisa dilawan kalau sudah punya sekutu sekelas Pak Fathan.

Di kantin dengan malas kuletakan bokongku di kursi.

"Ada apa, sih? Lama banget, sampe gue udah abis tiga mangkok bakso!" Rahel bicara sambil mengunyah. Anak itu emang doyan makan, untunglah tubuhnya gak pernah melar, hingga tetep bisa eksis bareng genk kami.

"Udah, ah. Gue males bahasnya. Jordi, Reza dan Aqila ditambah lagi Fathan. Huft kenapa gue harus bertemu dengan manusia manusia sejenis mereka." Kuputar mata malas, lalu perlahan kusesap minuman yang sudah Rahel persiapkan untuk kami.

Teman-teman diam, mereka tahu saat aku tidak mood bicara, maka mereka harus menahan untuk bicara.

Moodku benar benar buruk sekarang, Jordi tidak henti hentinya menerorku dengan berbagai cara agar cintanya diterima, padahal sudah kukelabui dengan jadian sama Reza, tapi dia tidak percaya. Lalu Aqila ... yang selalu saja sok suci dan tidak bisa di ganggu idealismenya terhadap agama, sekarang ditambah lagi malaikat penolongnya sekaligus neraka buatku, dosen matkul Islam yang baru saja masuk ke Universitas ini.

"Oya, Lin. Bisa gak pulang nanti lo ke kosan gue?" Salsa bicara sambil memainkan sedotan di gelasnya.

"Kenapa emang?"

"Ada sesuatu yang harus lihat."

Salsa terlihat serius.

"Penting banget?" tanyaku. "Soalnya gue kudu kelarin juga urusan gue sama Reza." Melihat pada arloji, tidak lama lagi waktu yang ku janjikan pada playboy itu.

"Penting, penting, penting banget." Salsa menekan.

"Oke, deh. Lo tunggu aja, sepulang dari kafe gue langsung ke sana." Sebagai orang yang paling didengarkan di gang ini, aku harus menunjukan sikap mengahargai sesama teman. Ah gue gitu loh, udah royal juga paling pengertian. Selama ini aku nyaman ada ditengah mereka, itu karna kami saling support.

Sepanjang perjalanan ke kostan Salsa, hati ini rasanya puas. Bisa ngerjain dosen tak tak tahu diri itu dengan membuat istrinya cemburu. Besok besok lagi, akan ada rencana lain untuk membuatnya takluk dan tak berkutik seperti dosen lain. Hemh. Angeline di lawan.

Sampai di kost kostan, segera memarkir mobil di halaman. Saat mengetuk pintu kamar Salsa, tak ada jawaban.

"Ke mana dia?"

Ingin tahu keberadaan gadis itu kuraih ponsel di dalam tas.

Belum sempat memanggilnya, sebuah pesan Salsa muncul di layar depan.

[Lin, sorry gue agak telat nih. Masih antri di kasir minimarket. Lo masuk aja ya. Pintu gue kagak gue kunci. Tapi kalo dah masuk lo kunci, ya. Takut ada pria******yang iseng]

Sudah jelas apa katanya, kudorong pintu dan menguncinya. Aku pun segera menoleh, mataku melebar seketika.

"Jordi?!"

Pria itu tersenyum masam.

"Hai, sayang. Akhirnya ...."

"Ap apa yang lo lakuin?!"

"Jangan takut, kita aman. Tidak seorang pun di kostan jam segini. Temanmu itu sangat baik, bisa menghilangkan perhatian semua orang." Jordi membuatku takut. 

"Kamu tahu ... Penampilanmu yang seperti ini membuatku selalu terbayang dan terobsesi ingin tahu bagaimana rasanya?"

Ya Tuhan, aku takut, inikah sebabnya aku harus menutup pakaianku,  agar tak dimangsa singa lapar sepertinya? 

Bersambung

Komentar

Login untuk melihat komentar!