Kesabaran Bapak Mertua
BIAR LEBIH SEMANGAT NULIS, SEBELUM BACA TOLONG KASIH UANG PARKIR DENGAN CARA KLIK TOMBOL SUBSCRIBE YA MAK😍

KEBELET NIKAH DI USIA DINI, TIDAK BISA APA-APA DALAM RUMAH TANGGA
________
PART 7

Tidak seperti biasa pagi-pagi sekali aku memang bangun kesiangan karena capek sekali rasanya.

Aku melihat di meja makan sudah ada nasi kuning juga temannya telor dadar dan sambal teri.

"Siapa yang buat?" Aku bertanya-tanya.

"Bu, Ina baru selesai buat nasi kuning," katanya.

"Kamu bisa buatnya? Kenapa kemarin bingung masak nasi," kataku.

Spontan aku mengambil sendok lalu mencicipi nya, lagi-lagi rasanya mengecewakan karena hambar.

"Bagaimana Bu?" Tanyanya.

"Kamu dapat resep ini dari mana?" Tanyaku lagi.

"Iseng aja Bu, tadinya mau searching di google tapi tidak sempat. Kemarin ibu menyuruhku masak nasi kopi jadi warna hitam jadi aku masa sih pakai air kunyit biar kuning, jadilah nasi kuning Bu," jelasnya polos.

"Ina, nasi kuning kepakai bumbu pakai santan juga, bukan sekedar kuning begini," kataku.

"Ini salah ya Bu," katanya.

"Sangat salah, kalau tidak tahu lebih baik bertanya, nanti kita belajar buat nasi kuning," kataku.

"Enggak dulu deh, Ina capek," katanya.

Ina langsung masuk ke dalam kamar dengan raut wajah menggambarkan orang yang capek.

Tapi tidak masalah bagiku meskipun dia menyebalkan hari ini tapi semua pekerjaan rumah sudah diselesaikan, hanya saja masakan ini yang gagal.

"Assalamualaikum, Ita! Katanya kamu sakit?" Tanya Mbak Narsih.

"Pusing dikit Mbak," jawabku.

"Healah, Mbak sudah buru-buru kesini tadi Hendra ngasih kabar," katanya.

"Mumet aku Mbak," ujarku.

"Sini Mbak kerokin," katanya.

Tiba-tiba Ina lewat dan Mbak Narsih langsung menimpali nya.

"Na, sudah bisa masak apa?" Tanya Mbak Narsih.

"Apa ya?" Katanya.

"Kalau mau belajar masak makanan datang saja ke rumah bude, bude ajarkan sampai bisa," kata Mbak Narsih.

Ina hanya meninggalkan senyuman lalu pergi, dengan begitu kami berdua bisa membicarakan dirinya.

Aku menceritakan kalau tadi pagi dia membuat nasi kuning, lebih tepatnya nasi berwarna kuning.

Mbak Narsih tertawa terbahak-bahak lalu dia bilang kalau sekarang sudah tahu apa penyebabnya aku pusing.

***

"Bu, bapak lihat ibu sepertinya kurang suka pada Ina? Bapak faham sibuk tapi jangan berlarut-larut, mau bagaimanapun dia sudah menjadi anggota keluarga kita," ucap bapak.

"Iya Pak," jawabku singkat.

Aku tidak mau membantah ucapan suamiku jadi jawaban terbaik saat dia menasehati adalah IYA.

"Besok bapak mau di masakin buat opor ayam, tapi yang masak harus Ina dan rasanya harus enak, kalau tidak enak ibu yang bertanggung jawab," ucap bapak.

Pak Gunawan adalah suami yang sangat penyabar menurutku, saat awal menikah dialah yang menjadi tameng saat aku membuat kesalahan di rumah mertua.

Dia selalu membelaku apapun yang terjadi, terkadang meskipun aku salah aku tidak pernah dimarahi tapi selalu di nasehati dengan baik.

"Pak, pisang gorengnya sudah matang," ucap Ina.

"Iya Na," kata bapak.

"Tadi bapak menyuruh dia bikinin pisang goreng," sahut bapak.

Bapak langsung pergi menemuinya dan aku mengikuti dari belakang, ternyata Hendra sudah lebih dulu mencicipi.

"Sudah bisa buatnya?" Tanya bapak.

"Bisa pak, cuman adonan pertama tadi dibuang," jawabnya polos.

"Lah kenapa?" Tanya bapak.

"Salah tadi, aturan pakai tepung terigu kan Pak, eh Ina malah pakai tepung kanji," jelasnya.

"Kamu sih tidak teliti," sahutku.

"Salah tepung nya kenapa mereka harus mirip, mana berdekatan lagi," katanya dengan nada tidak bersalah.

"Enak ini cocok," kata bapak antusias.

"Masa sih pak?" Tanya Ina kagum.

"Iya, besok buatkan lagi ya," kata bapak.

"Oke deh, tapi bapak cari pisangnya kan sudah habis ini," ujarnya.

"Tuh kamu harus belajar lagi masak baru deh memikirkan punya anak," kataku.

"Lah apa rencananya mau ditunda? Kalau sudah siap ngapain di tunda-tunda," sahut bapak.

"Siap apanya? Kayak bapak tidak tahu saja," gumamku.

"Hanya mereka yang tahu Bu, Ina dan Hendra kalian sekarang sudah dewasa jadi tahu di mana masanya siap dan belum siap, kalau kalian berdua sudah sama-sama siap tunggu apa lagi," kata bapak.

"Pak!" Kataku sambil memukul lengannya.

"Itu urusan mereka Bu, kalau masalah seperti itu jangan ikut campur, lagian kalau mereka punya anak kita juga yang senang ada cucu," kata bapak.

"Nah kan Mas, ayo buat," ucap Ina dengan polos sambil menarik tangan Hendra.

"Heh! Iya tidak sekarang lanjutkan dulu pekerjaan kamu," kata bapak.

Nah mulai lagi Ina bertingkah seperti anak kecil di depan kami semua, tapi kenapa dua laki-laki ini begitu sabar menghadapi sikapnya.

Mereka malah tertawa seperti melihat sesuatu yang lucu, padahal menurutku sama sekali tidak lucu.

JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN ❤️



Komentar

Login untuk melihat komentar!