Menantu Ngeyelan
BIAR LEBIH SEMANGAT NULIS, SEBELUM BACA TOLONG KASIH UANG PARKIR DENGAN CARA KLIK TOMBOL SUBSCRIBE YA MAK😍

KEBELET NIKAH DI USIA DINI, TIDAK BISA APA-APA DALAM RUMAH TANGGA
________
PART 3

"Mas, ayo kita jalan-jalan sekalian bulan madu, pusing aku di rumah terus mana ibu cerewet lagi," aku mendengar percakapan Ina dan Hendra di kamarnya saat aku lewat depan jendela kamarnya karena akan menjemur pakaian.

"Kamu itu harus belajar masak supaya ibu tidak mengomel, lagian kalau sekarang aku sibuk kerja soalnya bantu bapak panen," kata Hendra.

Kalau menurutku Hendra menanggapi istrinya sudah dengan sangat dewasa, memang dasarnya saja Ina yang terlalu bersikap kekanak-kanakan.

"Ibuku dan ibumu sama-sama cerewet, kirain kalau menikah punya mertua tidak seperti ibuku, ternyata sama aja," gumamnya.

"Mangkanya kalau disuruh ibu itu harus manut, dulu sih kamu sering membantah ibumu makanya ibu kamu cerewet," kata Hendra.

"Kita ngekos saja yuk," ajaknya lagi.

Ternyata Hendra sudah tahu bagaimana sikap istrinya dulu, bahkan Hendra memeluk sendiri kalau istrinya dulu juga sering membantah ucapan ibunya.

'Sama ibunya saja seperti itu pantas saja begini denganku,' gumamku dalam hati.

"Ngekos? Aku gajian baru cukup untuk kebutuhan sehari-hari kita sama untuk pegangan, kalau ditambah untuk bayar kosan sepertinya aku belum sanggup," kata Hendra.

"Apa kita tinggal dirumah ibuku saja ya?" Kata Ina.

"Aku enggak enak, soalnya kamu kan punya dua adik," ujar Hendra.

"Halah kamu ini! Bingung banget aku ngomong sama kamu!" Terdengar Ina sudah mulai marah.

'Masak saja tidak bisa tapi banyak maunya,' gumamku dalam hati.

"Ina! Jemur pakaian!" Teriakku.

Mungkin kalau jemur pakaian tidak akan ada kesalahan fatal, tapi aku akan mengajarkan nya terlebih dahulu.

"Iya Bu," ucapnya.

"Bisa jemur pakaian?" Tanyaku.

"Bisa dong," katanya.

Ina langsung menjemur pakaian asal-asalan, bajunya tidak terlebih dahulu dikebas.

"Kebas dulu biar tidak linting!" Kataku.

"Sama saja Bu, malah ngabisin waktu saja," katanya.

"Di kebas! Aturan di rumah ibu sama aturan di rumah kamu berbeda! Jemur semuanya dan dikebas dulu!" Kataku marah.

Ina langsung manyun sambil menuruti apa yang aku suruh, tetap saja beberapa kali aku perhatikan ada kain yang tidak di kebas dulu.

'Dasar keras kepala,' gumamku dalam hati.

Aku duduk di tas depan sambil menunggu tukang sayur datang, tiba-tiba Ina datang menghampiri.

"Sudah Bu," katanya.

"Kamu tidak pernah bantu ibu kamu ya?" Tanyaku.

"Tidak," jawabnya santai.

"Aneh saja masa iya masak nasi pakai air kopi," kataku.

"Kirain peraturan di sini berbeda, mana tahu keluarga ibu suka masak nasi pakai air kopi, kan aku tidak tahu! lagian ibu sendiri kan yang bilang pakai air kopi," si Ina ini memang selalu berani menjawab ucapanku.

"Di fikir dong, perasaan se goblok gobloknya orang tidak ada yang pernah masak nasi pakai air kopi," kataku yang mulai kesal.

Lagi-lagi Ina tidak terima saat aku berbicara seperti itu, salah siapa dia lebih dulu menyalahkan aku atas kejadian itu.

***

"Ibu dengar kamu dulu pernah digerebek ya, gara-gara mojok sama Ina sampai tengah malam di gang?" Tanyaku pada Hendra.

"Itu salah paham Bu, cuman gosip aja," kata Hendra.

Lagipula mana mau dia mengaku hanya saja aku penasaran ingin menanyakan yang langsung tapi ternyata dia tidak jujur.

"Ibu sudah dengar kok kabar kabar itu, kamu ini kenapa sih bikin malu saja," kataku.

"Di bilang salah paham Bu, waktu itu aku mengembalikan hp Ina tapi kemaleman," katanya.

"Kenapa harus ketemu di gang? Apa siang juga tidak bisa?" Tanyaku kesal.

"Waktu itu posisinya Ina sudah sampai sana jadi mau tidak mau aku harus nemuin dong."

"Memangnya dia boleh keluar malam sama orang tuanya?" Tanyaku lagi.

"Dia nginap di tempat temannya," jawabnya.

Ya beginilah kalau anak perempuan sering keluar apalagi mencari alasan untuk menginap di rumah temannya.

"Tuh sekarang di luar sana banyak yang membicarakan kalian! Ibu sampai pada habis pikir," kataku kesal.

Bug... aku masuk ke dalam kamar lalu menutup pintu dengan kencang, rasanya malu juga jika orang-orang tahu soal itu.

Padahal sudah semaksimal mungkin aku menjaga anak laki-lakiku, apalagi dulu saat sekolah dia juga sangat berprestasi.

Mungkin jika tidak dipertemukan dengan wanita seperti itu hal ini tidak akan terjadi, jika tidak memikirkan soal jodoh mungkin aku sudah bisa mengelak nya.

"Bu, sudahlah jangan bahas masa lalu terus ya," kata Hendra di depan pintu kamarku.

Aku tidak meresponnya dan saat itu Hendra langsung pergi, tak lama Mas Guntoro datang.

"Kenapa Bu?" Tanyanya.

"Ibu pusing tuh sama Menantu bapak," kataku.

"Masih belum bisa masak?" Tanya suamiku.

"Bukan cuman tidak bisa masak tapi juga tidak bisa menjaga nama baik," kataku.

"Sekarang waktunya ibu mendidik agar saya menjadi menantu yang baik, jangan gampang kesal begitu dong," katanya.

"Perasaan dulu ibu masih jaman SD saja sudah bantu orang tua di dapur, SMP sudah bisa membedakan mana jahe mana laos," kataku.

"Tidak semua wanita sepintar ibu, apalagi Ina memang masih kecil baru mau 16 tahun," ucapnya.

"Iya masih kecil tapi pikirannya sudah seperti orang dewasa, dulu umur 16 tahun mana ada kepikiran nikah," kataku lagi.

Suamiku awalnya juga tidak merestui pernikahan itu karena mengira kalau usia keduanya belum sangat matang, Mas Guntoro juga ingin Hendra lebih menggali lagi kemampuan dan pengalamannya.

Tapi mau bagaimana lagi ketika keluarga perempuan datang ke rumah untuk meminta agar menikahkan keduanya, dan Hendra pun tidak berani menolak karena katanya takuti bilang tidak gentlemen.

JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN ❤️


Komentar

Login untuk melihat komentar!