MENJADI NYONYA UNTUK PRIA YANG MELUDAHIKU
BAGIAN 3
Pukul satu siang, Avanti turun dengan suaminya, ia sudah berganti pakaian dan kini memakai dres berwarna hijau toska, lengkap dengan topi pantai berwarna putih, perhiasan semakin mempercantik Avanti, anting, kalung, dan gelang semua berlian.
Ia berjalan menggandeng Gema, Jaka sudah menunggu di luar, sebagai kepala pabrik, ia yang akan menuntun langkah Avanti dan Gema memutari pabrik.
"Gimana kondisi pabrik saat ini?" tanya Gema ketika mereka masuk ke dalam mobil.
"Aman dan terkendali, Pak!"
"Nanti saya mau mengecek beberapa dokumen tolong disiapkan!"
"Baik, Pak!" jawab Jaka. Terlihat sesekali ia melihat ke arah Avanti lewat kaca yang ada di depan supir, jujur saja ia sangat terpukau dengan perubahan Avanti, ia melihat sebuah kecantikan yang berbeda.
"Kenapa kamu melihat terus istri saya?"
Sebuah pertanyaan yang membuat Jaka beringsut, seketika ia tergagu dan diam, sementara Avanti memandang dengan sinis ke arah Jaka.
"Tidak, Pak! Maaf saya tidak sengaja," ujar Jaka.
"Jangan sesekali kurang ajar kamu!" jawab Gema.
"Iya, Pak!" Wajah Jaka memerah. Avanti tersenyum penuh kemenangan. Tak berapa lama setelahnya, mereka tiba di pabrik teh, mereka bertiga turun dan masuk ke dalam, para karyawan cukup terkejut karena tiba-tiba saja pemilik perusahaan ini datang. Yang membuat semakin terkejut adalah ketika melihat visual Avanti yang terlihat jauh berbeda.
Beberapa orang terlihat saling menyiku, seolah tak percaya dengan apa yang sedang mereka lihat. Avanti si gadis burik kini berubah menjadi sangat cantik, meski sama sekali tidak mengubah struktur wajahnya, hanya saja tompel hitam besar itu kini telah hilang dari wajahnya.
Yang membuat mereka semakin menciut adalah ketika Gema menggandeng tangan istrinya. Avanti sampai saat ini tidak mengerti, Gema adalah manusia paling menyakitkan ketika mereka sedang berdua, tapi mengangkat derajatnya ketika di hadapan orang banyak seperti ini.
"Ternyata benar, yang menikah si Avanti!" bisik seorang perempuan berusia tiga puluh tahunan.
"Kayaknya pakai dukun, ya!"
Avanti yang mendengar itu langsung menghentikan langkahnya dan melihat ke sumber suara. "Kerja yang baik kalau tidak mau anak kalian kelaparan di rumah!"
Dua perempuan itu langsung diam dan menundukkan wajah. Setelah Avanti dan suaminya berlalu, mereka kembali bergunjing, terlihat di wajahnya tidak terima kini gadis burik itu sekarang menjadi nyonya. Sementara Jaka terus menjelaskan semua yang ada di perusahaan ini. Ini memang kali pertama Gema turun langsung dalam bisnis ayahnya, itu mengapa ia masih banyak belajar.
Setelah mengelilingi pabrik, mereka pun pergi langsung ke lapangan, sepanjang mata memandang kebun teh terlihat menghampar. Para karyawan yang sebelumnya mengenal Avanti pun tak kalah terkejutnya, mereka bahkan tidak mengedipkan mata, beberapa orang terlihat sinis dan juga ada yang bergunjing.
Lelah mengitari kebun teh, mereka pun pulang. Sesampainya di rumah, Gema segera berlalu meninggalkan Avanti begitu saja, sementara dirinya pergi ke kamar untuk beristirahat karena lelah.
Lambat laun matahari mulai turun di kaki barat, Avanti mengerjakan mata melihat ke arah jendela, suasana kamarnya sudah mulai gelap, ia pun beranjak untuk menyalakan lampu dan tidak melihat Gema ada di sini.
Dengan langkah gontai, Avanti membawa langkahnya keluar dari kamar ini. Di samping kamarnya terdengar suara sedikit gaduh, padahal di sana adalah ruangan kosong.
Dengan perasaan takut dan tak karuan, ia membuka kamar itu dengan perlahan, matanya membulat tajam dan mulutnya menganga ketika melihat Gema sedang berpagut mesra dengan sang adik, Dianti. Tangan adiknya melingkar di leher Gema, sementara tangan Gema memeluk mesra pinggang Dianti.
Hancur berantakan, ini adalah pertama kali ia melihat pemandangan seperti ini. Enam bulan lalu Dianti mengamuk karena Gema tidak memilihnya sebagai istri.
Sesaat Avanti tak mampu berkata-kata, sementara Dianti menyadari ada kakaknya berdiri di ujung sana, tapi bukan berhenti ia justru semakin membuat kemesraan dengan suami kakaknya itu, membuat Dianti memanas.