5

"Siapa kamu?" Namun, suara itu hanya tersangkut di tenggorokannya yang tercekat. Jantung Nurmala mengentak kuat saat sebuah tanduk membayang samar di hadapannya. Membayang lagi sebuah tangan berbulu lebat, melingkar di tangannya yang panas dingin.

"Tolong!" Lagi-lagi, suara itu hanya mendekam di tenggorokan. Nurmala menelan ludah dengan susah payah. Tangannya yang gemetar mencoba memberontak melepaskan diri. Namun, usahanya nihil. Tubuhnya yang telah basah kuyup oleh keringat dingin bagai tak bertulang. Begitu lemah. Tak bertenaga. Jangankan melarikan diri untuk mencari pertolongan, sekadar bernapas pun rasanya sulit.

Alih-alih kabur, akhirnya Nurmala memilih alternatif lain. Ia mencoba memejamkan mata. Namun, keanehan lagi-lagi terjadi. Ia tak bisa mengatupkan matanya yang terasa begitu berat dan kaku.

Tubuh Nurmala menggigil hebat saat di hadapannya kini membayang sebentuk wajah. Tubuh. Lantas seluit yang mencetak sepasang kaki. Hawa dingin terasa menusuk-nusuk tubuh Nurmala yang mengenakan jaket tebal. Tirai jendela terus bergerak pelan ke sana kemari padahal jendela dalam keadaan terkunci rapat.

Dengan tenggorokan tercekat, pandangan Nurmala lurus menembus bayang-bayang di hadapannya, jatuh pada tumbuhan pala yang berjajar di pekarangan rumah. Sinar rembulan yang temaram, sedikit memudahkan wanita itu melihat daun-daun pala yang meliuk-liuk tak tentu arah. Tampak sesuatu yang besar bergerak di sana. Bulat, besar, berpendar merah terang. Silau. Benda itu terus berpendar-pendar, bergerak pelan ke arah udara udara.

Takjub. Takut. Itulah yang dirasakan Nurmala saat benda itu tiba-tiba terbelah menjadi kepingan-kepingan kecil yang berkerumun di udara yang remang oleh cahaya rembulan. Bukan seperti kepingan benda, tapi seperti hewan-hewan kecil. Terus bergerak di udara dan berpendar-pendar. Tak lagi berwarna merah terang, kini agak keperakan seperti kunang-kunang.

Ya, tak salah lagi. Nurmala ingat betul, benda-benda itu yang selalu tampak di organ intim suami-suaminya sesaat sebelum meregang nyawa dan mati dengan cara mengenaskan.

Rasa menusuk di tangan, membuat Nurmala langsung menatap ke arah tangannya. Kuku-kuku hitam dan tajam itu sedikit menggores lengannya, membuat Nurmala sedikit meringis merasakan nyeri. Jantungnya berdegup kencang saat tatapannya beradu dengan makhluk di hadapannya.

"Si-siii ... siapa kamu?" Suara itu akhirnya keluar juga dari mulut Nurmala. Bayangan wajah yang tadi samar kini tampak jelas. Berbulu panjang dengan tanduk panjang seperti banteng, bola mata merah terang.

Hanya kesenyapan yang menjawab. Nurmala merasakan tangan yang membelit lengannya semakin dingin. Membuat tangannya kebas bagai diflizer.

Allah huakbar allaaah huakbar

Kukuruyuuuuuk

Kukuruyuuuuuk

Sayup terdengar kumandang azan subuh. Suara merdu itu terdengar susul menyusul dengan kokokan ayam di belakang rumah. Makhluk di hadapan Nurmala perlahan-lahan sirna, menyisakan harum bunga kenanga. Nurmala sendiri langsung jatuh tertidur.


Komentar

Login untuk melihat komentar!