🍒 HAPPY READING 🍒
🍓 Merah merona cantik jelita
Menggoda mata jalang menerpa
Indah dimata bukan jaminan
Karena hati sembunyi di rongga dada🍓
Peraduan istirahat malam menenggelamkan jiwa dalam alam bawah sadar. Yeyen memutar otaknya menyusun rencana. Kening mengerut terlihat begitu serius memeras kepalanya.
Kriingg!
Getar ponselnya membuyarkan konsentrasi.
"Siapa sih malam-malam telepon, ganggu orang saja," batinku.
Ia raih ponsel dan menggeser layarnya.
"Aling, ada apa tumben banget."
"Besok ada waktu nggak?"
"Kenapa emangnya?"
"Kamu nggak kwatir apa mikir Amei gitu apa."
"Gimana lagi, telepon dimatiin. Telepon rumah juga mamanya bilang Amei nggak ada dirumah. Masa aku mau bantah orangtua."
"Ya juga sih. Oh ya besok aku tunggu di markas."
"What markas! Bawah pohon di bilang markas, gila kamu!"
"Ini misi, Yen. Makanya aku ganti markas."
"Hedeh! Sekata-kata kamu saja lah. Ya besok aku kesana."
"Ok, aku tunggu partner."
"Apalagi ini, kalian lagi pada kumat ya?" jawab Yeyen sambil geleng-geleng mendengar kata-kata Aling yang aneh.
"Jangan protes, komandan lagi ada tugas. Laporan selesai, bye."
Aling pun mengakhiri teleponnya.
Yeyen semakin bingung menyusun rencana setelah ngobrol dengan Aling. Rasa penasaran membuatnya ingin memutar jam agar waktu cepat berlalu. Ia pun merebahkan badan dan menenggelamkan muka diatas bantal empuknya.
***
Seperti yang dijanjikan akan menemui Aling. Setelah jam kuliah selesai Yeyen menuju bawah pohon tempat mereka mengobrol.
Ia tebarkan ke segala penjuru karena yang ngajak bertemu belum juga kelihatan batang hidungnya.
"Ini ngerjain orang atau gimana sih, nggak ada seorangpun disini," gerutu Yeyen. "Aku tunggu sebentar kalau nggak datang cabut deh."
"Yen ... Yen ...." teriak Aling dan Feby bersama dengan napas tersenggal-senggal.
"Maaf ya kami telat," lanjut Feby.
"Aduh capek juga lari," saut Aling masih dengan napas tersenggal-senggal.
"Kalian dari mana sih? Pakai telat segala," protes Yeyen.
Aling dan Feby pun saling menatap terus tersenyum nyengir. "Maaf, kami di kantin dulu makan," jawab Aling.
Yeyen melotot mendengar jawaban dua orang konyol di depannya. "Oh Bapa, kenapa kau ciptakan orang seperti mereka," keluh Yeyen.
"Lapar yaa," saut Feby.
"Sudah langsung poinnya saja, ada apa!"
"Jangan galak-galak dong," rengek Aling.
"Hmm, ya! Maaf," jawab Yeyen.
Feby mengalih pembicaraan dan bercerita a-z apa yang dialami Amei serta maksud kenapa meminta Yeyen menemui mereka.
Yeyen yang mendengar tersenyum puas namun untuk mengakali dua sahabat cinta palsunya itu, ia pun menundukkan wajah menyembunyikan senyum serta berpura-pura prihatin.
"Kasian banget cintaku, bagaimana aku bisa menolongnya?" ucap Yeyen berlagak lesu.
"Ya seperti yang aku jelaskan tadi," saut Feby.
"Tapi aku cuma kerjaan disini saja, kalau diluar Jawa atau di luar negri belum ada canel," papar Yeyen.
"Pelan-pelan dulu mikir nya, mungkin saja mama kamu punya kenalan," usul Aling.
Sekilas tersirat rencana diotak Yeyen, namun belum jelas. "Ok, kasih aku waktu," jawab Yeyen berpura-pura mencari jalan keluar sedang rencananya pasti akan membuat Amei makin jatuh.
"Ok! Deal. Kita simpan dulu rencana ini dulu sebelum Yeyen bener-bener dapat solusi. Dan tugas kita menghibur Amei," saut Aling.
"Tumben otakmu encer, Ling," serobot Feby.
Aling menoleh ke Feby dengan tatapan tajam dan beralih ke Yeyen. "Ok, misi kali ini selesai. Kita bubar dan tinggalkan markas."
"Hah." Feby dan Yeyen yang melihat gaya Aling sok seperti kapten melotot dan menganga.
"Beber-bener akhlak dia lagi ketinggian," jawab Yeyen sambil geleng-geleng meninggalkan tempat itu.
Sedang Feby memukul pelan kepala Aling, "Bangun woy! Bangun! Gaya kamu bikin aku kebelet pup saja hahahh." Feby berlari meninggalkan Aling.
"Feb, tunggu," teriak Aling berlari mengejar Feby.
***
Wajah Yeyen begitu ceria sepulang dari kampus. Namun ia tak berani cerita apa sebab kegembiraan itu kepada kedua mamanya.
Ia cepat-cepat berlari ke kamar untuk merayakan kemenangan, bukan! Bukan kemenangan tapi hanya beberapa langkah keberhasilan karena dirinya masih ingin menjalankan sebuah misi untuk Amei.
What misi! Kenapa aku ikut-ikutan konyol kebawa Aling. Hahahaa!
Didepan cermin lemari bajunya Yeyen berdiri tegap layaknya seorang pahlawan yang hendak bertempur. Senyum cakepnya menyeringai dengan tatapan tajam yang penuh gejolak.
Satu langkah lagi aku harus menyelesaikan semuanya.
Setelah tersenyum puas melihat penderitaan musuh, Yeyen rebahkan tubuhnya dengan penuh santuy.
Kali ini bidikanku tepat dan akan menjadi sebuah kemenangan terbesarku.
Yeyen menatap jauh menembus langit-langit kamar dan mengambil ponselnya. Ia buka galeri yang disitu tersimpan foto-foto Amei.
Wajah cantik ini sebentar lagi akan berubah menjadi suram. Maafkan aku sayang, walau dihati ini mulai tumbuh sedikit rasa itu tapi disaat ku melihat mama Lili semuanya sirna.
Tok tok tok!
"Yen ... Yeyen," panggilan mama Linda membuyarkan senyum kepuasaan Yeyen.
Yeyen menghela napas dan melempar bantal yang ada di dekatnya karena merasa terganggu senyum itu. "Ya, ma," jawab Yeyen berjalan membuka pintu.
"Sudah sore lho, kamu tadi makan belum?"
"Yiah, mama ... aku kira apaan," gerutu Yeyen kembali masuk kedalam kamar.
"Kamu kenapa sih sayang? Nggak biasanya lesu gitu," tanya mama Linda.
"Yeyen nggak apa-apa kok, ma. Cuma pingin rebahan saja," jawab Yeyen.
"Ayoo makan dulu kasian mama Lili belum kamu jenguk dari pagi," bujuk mama Linda.
Yeyen pun membalikkan badan menghadap mama Linda sambil menepuk jidatnya, "Oh i ya, Yeyen lupa. Maaf ya, ma." Yeyen sambil memeluk mama Linda dengan manja.
Mama Linda membelai rambut Yeyen. "Gitu dong anak mama senyum, bukan manyun seperti tadi," canda mama Linda sambil mengandeng Yeyen menuju kamar rawat mama Lili.
Dengan penuh kasih Yeyen mengecup kening mama Lili. " Gimana keadaan Mama hari ini," tanya Yeyen.
Senyum kecil dari bibir pucat itu begitu sejuk namun dingin. Batin ia merasakan kejanggalan terhadap putra semata wayangnya. Namun bibirnya tak mampu berkata-kata banyak, karena lemah dan lemas yang dirasakan pemilik badan tak berdaya itu.
Mama Lili hanya mengangguk pelan menjawab pertanyaan Yeyen.
"Mama sudah makan belum? Yeyen suapin ya?"
Bukan makan nasi ataupun buah yang di bisa di asumsi mama Lili. Tapi bubur campur yang harus diblender dulu dan dimakan dengan menggunakan selang lewat suntik khusus.
Dengan telaten dan sabar Yeyen menyuapi mama Lili. Mama Linda yang melihat meneteskan airmata. Betapa bahagia yang ia rasa melihat seorang Ibu di urus sama putranya dengan penuh kasih.
Puji Bapa, kau hadirkan putra seperti dia dalam hidup kami.
"Yen, mama nyiapin makanan kamu dulu ya?" ucap mama Linda meninggalkan ibu dan anak itu sambil menghapus air matanya.
Andai aku memiliki putra seperti itu yang lahir dari rahimku sendiri. Tapi dimanakah putraku?
* Bunga indah pasti akan layu, dukapun akan berlalu bergantikan bahagia dalam hidupmu*
By: Melinda.
Terima kasih buat kakak-kakak yang sudah rela membaca dan meninggalkan jejaknya.
Love keluarga kecilku ❤❤❤