PART 3 // Kejutan

      ♨️   HAPPY  READING   ♨️

🌟 Indah berseri wajah ayu
     Menawan mempesona bak putri
     Gaun cantik melekat sendu   Membawa kenangan dalam mimpi🌟

Sejenak hayalan Amei melayang dalam mimpinya. Seorang pangeran yang akan memberikan surprise di hari ulangtahunnya. Seperti sepasang kekasih yang ada dalam telenovela. Buat Amei tak susah kalau ingin dapatkan cowok namun yang terasa pas dihati itulah yang belum Amei temukan.

Langkah Yeyen yang begitu halus dalam menyusun siasat sedikitpun tak tercium oleh keluarga Zen. Yeyen mengutus anak buahnya menemui Papa Zen untuk meminta izin dia yang akan merayakan ulangtahun Amei. Dan tanpa sepengetahuan Amei.

Papa Zen yang merasa Amei menemukan sosok pria pengertian membuatnya nyaman.

"Ok. Saya izinkan bos kamu merayakan ulangtahun putriku. Tapi saya minta pertemukan saya dengan bos mu." ucap Papa Zen.

"Maaf,Pak! Anda belum saatnya bertemu dengan bos saya. Dia pemegang ahli waris perusahaan Adikarsa saat ini. Dan tak sembarangan orang bisa menemuinya."

Mendengar kata Adikarsa hati papa Zen sedikit gelisah. "Sepertinya aku pernah mendengar perusahaan itu, tapi dimana dan kapan?" guman Papa Zen.

"Dan ingat setuju atau tidak ini berpengaruh dengan perusahaan bapak!" ucap pesuruh Yeyen sinis.

"Apa maksud kamu!" Jawab Papa Zen tegang.

"Bapak ingat perusahaan Trisada, perusahaan yang memegang saham besar di perusahaan bapak."

Papa Zen mengerutkan dahinya sambil manggut- manggut.

"Dan perlu bapak tahu! Perusahaan Trisada dibawah kekuasaan perusahaan Adikarsa. Oh ya dan satu lagi besuk undangan ulangtahun itu akan tiba dirumah bapak. Kasih kan saja ke putri bapak." Pesuruh itu pergi tanpa pamit meninggalkan kantor Papa Zen.

Gusar, gelisah hati papa Zen. Tak pernah dia bayangkan akan mendapatkan musuh yang menyelinap begitu halus dalam perusahaan.

"Apakah semua ini tanda akan hancurnya perusahaanku. Dan bagaimana aku menyelamatkan Amei. Dan pekerja-pekerjaku." Ratap Papa Zen dalam kegundahan.

            ~~~~

Kediaman Papa Zen

Langkah sedikit gontai, wajah terlihat murung. Papa Zen memasuki istana rumahnya.

"Pa, Pa." Panggil Mama Sisi tanpa dihiraukan

"Paa! Mama panggil ngak denger ya?" Mama Sisi mengencangkan suaranya.

Papa Zen menoleh dan kembali melanjutkan langkah menuju kamar tidurnya. Mama Sisi mengikuti terlihat cemas.

"Paa! Ada apa sih. Papa sakit ya?"

Papa Zen menggelengkan kepalanya.

"Trus ada apa? Bilang Pa. Ngak biasanya papa seperti ini."

Sedikit ragu dan takut Papa Zen. "Maafin papa,ma."

"Maksud papa!"

"Kelihatannya papa gagal menjaga amanah papa Hong."

Chen hong adalah papa Sisi pemilik perusahaan Pramban.

"Kenapa papa bilang begitu!" Mama Sisi menjadi tegang.

Papa Zen menceritakan apa yang ia alami siang tadi dikantor dengan detail.

"Pa, inikan cuma berhubungan dengan ulangtahun Amei. Baguskan, Pa! Ada yang sayang sama Amei. Ingin memberikan surprise buat Amei. Itu tandanya laki-laki pengertian, Pa."

"Inilah bedanya pikiran laki-laki sama perempuan. Dengan dia masuk ke perusahaan yang tiba-tiba menjadi pemegang saham paling besar itu bahaya, ma." Jelas papa Zen.

"Papa, ini kan cuma pengaruh dengan ulangtahun Amei. Buat mama wajar lah seseorang laki-laki mengandalkan nama besarnya untuk mendapatkan yang dia mau."

"Sudahlah! Kita jalani saja baiknya. Semoga ngak terjadi apa-apa dan tak berpengaruh dengan perusahaan." Papa Zen menghela napas sambil merebahkan badannya di sofa kamar.

🍁🍁🍁

Amei begitu gembira melihat bentuk undangan yang begitu indah dan menarik.

"Hai, Feb. Lihat ini undangan sudah jadi." Amei dengan senyum cantiknya.

"Wow! Cantik banget undangannya, Mei."

"Tahu ngak? Papa pesan villa di Tawangmangu buat party nanti."

"Beneran nih, Mei!" Feby seakan tak percaya.

Amei menganggukkan kepala semangat.

"Hai, Ling." teriak Feby saat melihat Aling melintas.

Aling tengak-tengok mencari sumber suara. Dan menghampiri sahabatnya.

"Kalian masih pagi sudah ngrumpi macam mak-mak rempong saja." celoteh Aling.

"Kebiasaan tuh anak, protes dulu tanpa tanya ada apa, apa kabar?" Jawab Feby sambil memainkan bibirnya.

"Kenapa emang!" Aling sambil manyun.

"Bisa ngak sih kalian ngak berdebat." Saut Amei cemberut.

Aling dan Feby sambil membalas dengan gerakan bibir.

"Apa sih, Mei." tanya Aling.

Amei menyodorkan  undangan ke Aling tanpa bicara.

Aling melotot dan melongo. "Cantik banget, Mei, undangannya. Bushet!"

"Tu kan! Ikutan rempong jawab." Saut Feby.

Dengan gerak cepat Aling memukul kepala Feby dengan sepucuk undangan yang dia pegang.

"Sakit, Aling."

"Belum pakai batu sudah sakit."

"Sudah, dong!" Amei duduk dengan lesu.

"Jangan ngambek dong yang mau ulangtahun." Bujuk Aling.

"Kalian berdebat melulu."

Kembali Aling dan Feby main adu mata.

Mereka berpisah karena beda fakultas.

Dengan gembira Amei membagikan undangan ke teman-teman. Saat memberikan undangan ke Yeyen mata Amei tak berani memandang tatapan penuh makna itu.

Dengan senyumnya Yeyen menerima undangan itu. "Terima kasih cantik." Yeyen berbisik didekat telinga Amei. Bisikan itu menggetarkan jantung Amei.

💫💫💫

Malam indah yang dinanti kini hadir. Gaun cantik, dandanan yang sederhana membuat Amei begitu anggun.

"Paa  maa, makasih ya memenuhi permintaan Amei."

"Sayang. Bukan Mama papa yang mengadakan ini semua."

Amei kaget dan melotot. "Trus siapa yang mengadakan acara ini, Pa!"

Papa Zen menghela napas. "Papa juga belum bertemu orangnya."

"Pacar kamu mungkin, Mei. Ingin ngasih kejutan." Saut Mama Sisi.

"Amei ngak ada pacar, Ma! Papa bener ngak tahu rencana siapa semua ini. Kenapa Papa baru bilang sekarang!" Teriak Amei bingung.

Perdebatan mereka terhenti tak kala ada bunyi klakson didepan rumah.
Seketika juga Amei berlari keluar, "Mungkin dia yang merencanakan semua ini. Aku harus lihat." Guman Amei sambil berlari kecil.

"Non sudah siap?" Tanya sopir mobil itu.

"Bapak siapa! Dan siapa yang menyuruh bapak menjemput saya!"

"Bapak disuruh, Den, Non."

"Dimana bos kamu! Dan siapa dia!" Amei masih dalam kebingungan.

"Nanti non juga tahu. Ayo masuk."

"Bapak ngak mempermainkan aku kan?"

Kring kring ponsel bapak sopir berbunyi.
"Ya, Den."

"Tolong kasih ke Amei, Pak." Suara dalam ponsel itu.

"Siapa kamu? Apa maksud kamu melakukan semua ini!" Amei sedikit emosi.

"Ikuti perintah pak sopir, aku tunggu kau disini cantik."

"Tidak! Katakan dulu siapa kamu!" Teriak Amei.

"Ikuti pak sopir atau perusahaan papa mu akan hancur!"

Amei terbelalak kaget tak menjawab.
Langkahnya lemas memasuki mobil.
Pasrah entah mau dibawa kemana. Marahnya tak menghapus wajah cantiknya.

Perlahan pak sopir menjalankan mobilnya.

"Pak, kok kearah tempat party ku?" Tanya Amei penasaran.

"Ya, Non. Disana Den menunggu non."

Pikiran Amei tak tenang ditambah rasa penasarannya.

Tak lama tibalah Amei ditempat party.

Teman-teman telah menunggu kedatangan Amei.

Berdiri sosok laki-laki didekat mobil terparkir. Dengan senyumnya yang cakep laki-laki itu membuka mobil dan mengulurkan tangannya ke Amei. "Selamat datang cantik."

Amei kaget bukan kepalang. Sosok tampan berdiri menyambutnya yang tak lain adalah Yeyen.

Penasaran itu terkuak. Senyum Amei merekah seketika antara percaya tak percaya.

"Apakah semua ini rencana kamu?"

Yeyen mengangguk dan mengandeng tangan Amei berjalan masuk ke villa.

"Horee ... selamat ulang tahun Amei." Sambutan teman-teman membuat Amei merasakan bagai seorang putri dimalam itu.

Amei mengandeng erat tangan Yeyen dengan senyum cerianya. "Makasih ya, Yen."

Yeyen menaruh telunjuknya di bibir Amei sambil menggelengkan kepala. "Panggil sayang."

Amei tersipu malu. Ditambah sorakan teman-teman semakin membuatnya salah tingkah.

Senyum cakep berselimut dendam dalam wajah Yeyen tertawa puas mangsanya kini dalam genggaman.

Hai kak, makasih ya sudah mampir di cerita aku.

Apakah rencana Yeyen selanjutnya?
Terciumkah rencana itu oleh papa Zen?
Tunggu cerita selanjutnya ya?

Oopps jangan lupa tinggalkan jejak kalian 🥰