Prolog


"Kemana aku melangkah? Masih pantaskah aku merasakan kebahagiaan? Sedang diriku terlalu hina dipandang. Tuhan! Dosa apa yang aku lakukan hingga Kau hukum aku seperti ini," teriak Amei di tepi Siloso.

"Sadarlah kamu! Pasti ada bahagia dibalik derita. Bolehkah aku bersamamu menjadikan impian hidupmu?"

Amei memandang pemuda tak dikenal disampingnya. Tatapan yang begitu teduh dan nyaman menenangkan kegelisahan jiwanya. Pemuda tampan dengan sedikit jenggot didagunya. Badannya yang atletis dengan gaya yang begitu berwibawa.

Sejenak menenggelamkan kegundahan di hati Amei.

Kisah hidup yang sama sekali tak terlintas dalam benaknya membuat ia begitu terpukul. Keterpurukan yang sangat mendalam. Ia yang dulu serba kecukupan kini harus menjual diri demi sesuap nasi.

Di tempat yang tak ia kenal, berjuang sendiri untuk bisa kembali ke pelukan orangtuanya.

"Siapa kamu? Jangan kau coba-coba merendahkanku walau diri ini penuh noda," sergap Amei dengan tajam.

Pemuda itu tersenyum dengan teduh. "Kenapa harus merendahkan, sedang Tuhan saja maha pengampun dan penyayang."

Amei mengerutkan dahinya dan melirik tajam.