🥔 HAPPY READING 🥔
* Hangat pelukan menyentuh sukma
Terbangkan angan menembus bayangan
Bagai malapetaka datang menyapa
Lunglai tanpa napas dan cahaya
Semua semakin menyiksa mendera
Terpuruk dalam duka nestapa
Akankah datang sebuah asa dalam sengsara *
Sejenak pikiran mama Linda melayang teringat akan masa lalu. Dimana sebuah tragedi memisahkan dirinya dengan putra semata wayangnya. Hingga berakhirlah rumahtangga itu, perdebatan yang sering terjadi sejak putranya terlepas dari tangan ketika disebuah keramaian stasiun.
Flasback on
Plaakk!
"Dasar bodoh, nggak pecus, ngurus anak satu saja bisa hilang. Kerjaan kamu apa sih, Lin! Kamu hanya dirumah, nggak kerja, cuma jagain anak doang saja kau tak bisa! Plaakk!" teriak Sukoco suami mama Linda sambil menampar.
"Maafin aku, mas. Keramaian itu membuat gandengan kami terlepas. Aku sudah berusaha mencari kemana-mana tapi tak kutemukan Aditya." jawab Melinda dalam isak tangisnya.
"Aku tahu peristiwa menghebohkan di stasiun saat itu sangat menggemparkan tapi Lin! Kenapa kamu nggak mengandong atau memeluk Adit, dimana pikiranmu!" teriak Sukoco semakin menjadi.
"Sudah lah, mungkin ini ujian dari Yehuwa. Kalian harus sabar, nggak usah saling menyalahkan. Kita cari bersama-sama," ucap ibunya Melinda.
"Ibu diam! Ini tetap Melinda yang tak pecus menjaga anak!" Sukoco berlari keluar rumah dengan amarahnya.
Sejak peristiwa itu rumah itu sering berantem. Berbulan-bulan usaha untuk mencari Aditya tak berhasil ditemukan. Bocah yang baru berusia tiga tahun hilang entah kemana.
Semakin hari sikap Sukoco berubah, bahkan ia jarang pulang ke rumah. Hingga suatu waktu Ibu Melinda melihatnya bersama wanita lain. Hancur dan seakan musnah hati Melinda menyaksikan semua itu.
Hampir dua tahun Melinda mengurung dirinya dan mengutuki nasib yang tak berpihak. Hingga suatu waktu datanglah Lili kerumah Melinda dalam keadaan hamil besar.
Ibunya Melinda menerima Lili sahabat anaknya itu dengan tangan terbuka. Ia tak ingin Lili mengalami nasib sama seperti Melinda yang menjadi hancur karena sebuah kesalahan yang tanpa disengaja.
Lili hadir bagai Malaikat penyelamat buat Melinda. Saat Lili berkata ingin Melinda menjaga dan membesarkan anaknya jika lahir nanti.
Karena Lili tak ingin anaknya dibuang ke panti asuhan oleh papanya. Lili berpikir bersama Melinda anaknya akan dijaga dan dirawat dengan baik. Karena Lili paham betul bagaimana watak sahabatnya itu.
Sejak itulah keadaan Melinda berangsur membaik. Ia seperti memiliki nyawa lagi untuk melanjutkan kehidupan ini.
Walau Ia tak tahu dimanakah putranya berapa. Melinda hanya berharap dan berdoa, putra nya berada ditangan yang tepat.
Flash back off
"Maa ... maa!" teriak Yeyen membuyarkan lamunan Melinda.
"Yaaa, sayang," jawab Mama Linda gugup.
"Mama melamun apa sih? Dari tadi berdiri bengong disitu, katanya mau bikinin Yeyen makan," ucap Yeyen.
Melinda menghela napas panjang. "Nggak apa-apa kok sayang, lagi mikir saja mau masakin Yeyen apa gitu," kilah mama Linda.
Yeyen mengerutkan dahinya, ia merasa ada yang disembunyikan mama Linda dari dirinya. "Tumben mama bingung mau masakin apa," ucap Yeyen.
"Mama kan sudah berumur sayang. Wajar kan kalau mulai pikun, mama ke dapur dulu ya?"
Yeyen yang curiga akan sikap mama Linda semakin penasaran melihat sikap mama Linda. Dia tahu persis bagaimana mama Linda kalau lagi dilanda kegundahan.
***
Dalam kamar remang itu Yeyen memutar otak menyusun rencana untuk Amei. Otak bulusnya mulai memenuhi pikiran dan penuh kelicikan.
Dia teringat Alex musuhnya di Luar pulau. Ia raih ponsel dan mencoba menghubungi.
"Dimana?" tanya Yeyen dari ponselnya.
"Biasa, kenapa? Ada apa hubungi aku!" ketus Alex.
"Ada barang nih," tawar Yeyen.
"Baru apa second? Bentar-bentar, tumben kamu mau join sama aku!" jawab Alex sinis.
"Kepepet saja, second dari aku!" ucap Yeyen.
"Gila! Kenapa harus dari kamu dulu!"
"Sayang kan! Kalau nggak aku pakai dulu, mantap pula."
"Berapa?"
"Terserah kamu! Kalau bisa lebih dari biasanya. Sama-sama untung."
"Bushet kamu! Kasih tawaran sekali pakai harga mahal pula," teriak Alex.
"Masih ok ini! Dan bukan sembarangan," ketus Yeyen.
"Aku tunggu jangan lama-lama!"
"Secepatnya aku kabari," ucap Yeyen sambil mematikan ponsel.
"Yes! Jalan terbuka," batin Yeyen.
***
Aling dan Feby duduk termangu dimarkasnya. Kini mereka hanya berdua. Karena Amei sudah resmi berhenti dulu dari kuliahnya.
Sayang sih, tapi apa boleh buat keadaan yang memaksanya.
"Ling, perasaanku kok nggak enak ya?" ucap Feby memecah keheningan.
"Perasaan kamu saja kali, Feb," jawab Aling. "Tapi aku juga sih."
"Tu kan! Kenapa ya? Seakan sedih banget gitu," kesah Feby lesu.
Aling menatap kosong kearah gedung fakultas hukum. "Rasanya penghuninya sedang dirundung masalah."
"Aku teringat Amei, Ling."
Mereka pun saling menatap, kedua sahabat Amei seperti merasakan aura jelek yang akan dialami Amei. Tapi entah apa itu.
"Seakan jadi peramal saja kita ya, Feb?" saut Aling lesu.
"Yeyen!" teriak kedua sahabat itu bersamaan dan saling memandang.
Mereka pun langsung berdiri dan menuju fakultas hukum mencari Yeyen. Namun pencarian mereka sia-sia. Karena Yeyen sudah dari kemarin izin bolos kuliah.
Aling meraih ponselnya dan mencoba menghubungi ponsel Yeyen. Namun percuma, ponsel itupun juga mati.
"Tak ada jawaban, Feb," ucap Aling.
"Ada paketan nya nggak?" canda Feby.
"Ngacau kamu tanya paketan," ketus Aling.
"Kali saja kamu lupa isi."
Aling dan Feby berjalan lesu menyusuri koridor ruang kampus. Belum jauh mereka melangkah.
"Amei!" kembali teriak kedua sahabat itu bersamaan dan saling memandang.
Kini gantian Feby yang mencoba menelpon Amei. Tapi percuma juga ponsel Amei mati. Mencoba menelpon mama Sisi, namun tak ada jawaban.
Feby mengangkat bahu sambil menggelengkan kepalanya. "Haruskah kita kerumah Amei," ucap Feby lirih.
"Bagaimana lagi, daripada menggantung bertanya-tanya dan mengganjal dihati," jawab Aling.
Aling dan Feby terpaksa melajukan mobilnya menuju rumah Amei. Entah apa yang dirasakan oleh kedua sahabat itu. Pikiran dan hatinya seakan resah.
"Pelan-pelan, Feb," ucap Aling memperingatkan Feby. "Mampir beli minum dulu gimana? Haus juga dari tadi mondar-mandir."
"Ya nih, Mampus aku!" tiba-tiba Feby teriak mengangetkan Aling.
"Kenapa kamu!"
"Kita kabur begitu saja, bolos kuliah tahu!" jawab Feby menyadarkan Aling juga.
"Oh Bapa! Kenapa bisa ceroboh begini kita."
"Bagaimana nih! Masa mau putar balik."
"Sudah basah, Feb. Lanjut saja, sama-sama dapat teguran dari dosen juga," jawab Aling.
"Yakin kamu! Sebelum jauh nih."
"Berhenti-henti!" teriak Aling ganti mengangetkan Feby.
"Apaan sih! Kemana nih kita?"
"Balik kampus dulu saja, nggak baik juga kan bertindak dengan tergesa-gesa," usul Aling.
"Bener juga sih. Tapi Amei bagaimana?"
Aling menghela napas panjang seperti patah semangat. Maju salah, mundur pun salah. Seakan mereka mendapati jalan buntu.
Apakah yang akan terjadi Amei? Benarkah firasat kedua sahabat itu?
Dalam kebimbangan Aling dan Feby menghentikan mobilnya disebuah Indomaret sambil menikmati softdrink. Mungkin ini bisa membuat pikiran mereka sedikit tenang.
* Berpikir dan bertindak dalam ketenangan. Karena keputusan tanpa kejernihan akan membawa malapetaka*
Hai kak, terima kasih ya sudah mampir di cerita aku yang masih berantakan dan kacau 🙏.
Jangan lupa jejaknya 🙏😉