Baca al-qur'an lebih diutamakan. 👍
***
Aku kembali menyimpan ponsel, lalu melangkah ke pintu kafe.
Meski gerakanku terlihat santai, jantung ini berdetak lebih cepat, disertai rasa nyeri yang menusuk tajam. Panas di mata pun masih belum pudar setelah adegan tak terduga tadi.
Sebelum masuk, aku mengisi paru-paru dengan oksigen sebanyak mungkin untuk menenangkan diri.
Baiklah, lebih baik aku pura-pura tak tahu dulu meski ingin sekali melabrak suamiku sekarang juga.
Aku melepas masker. Tangan ini kemudian mendorong pintu kaca di depan, diiringi langkah yang menjulur ke dalam.
Kulihat Mas Galuh masih asyik mengobrol dengannya.
Harusnya, sih, dia sadar aku datang … apalagi dari tempatnya duduk sekarang, pasti dengan jelas dia bisa melihat siapa yang datang.
Namun, sepertinya lelaki itu terlalu fokus dengan selingkuhannya, hingga tak menyadari aku sudah berdiri di sini.
Seorang pelayan mendekati meja mereka, meletakkan dua cangkir kopi dan camilan.
Setelah pria itu pergi, giliran aku yang mendekat.
Kakiku gemetar namun kupaksa kuat untuk menampung tubuh sendiri.
"Mas Galuh," sapaku dengan nada yang dibuat senyaman mungkin.
Mas Galuh yang sedang menyeruput minumannya tersedak, mendongak ke arahku. "Ci-Citra? Kamu kok di sini?"
Matanya melebar sejenak tapi kemudian dia bisa menguasai diri dengan menyuguhkan senyum manis.
"Tadi habis ketemuan sama temen. Katanya mau franchise usaha rotiku,” jelasku. “Mas sendiri ngapain di sini? Katanya mau lembur?” lanjutku sembari duduk di kursi kosong.
Dia meletakkan cangkir, menyesap sisa kopi di bibirnya. "Aku memang lagi lembur, Dek. Meeting sama Beliau," tunjuk suamiku ke arah wanita di hadapannya.
Sopan sekali dia sama pelakor itu …
Aku menghadap ke wanita itu yang kini sedang tersenyum simpul.
Dia cantik. Bibirnya mungil, dan semakin seksi karena lipstik merah yang terpoles di sana. Tak sia-sia parasnya yang menawan itu mampu membuat goyah iman suamiku.
“Iya, Mbak. Kami lagi meeting. Bahas kerja sama perusahaan. Kalau nggak percaya bisa periksa dokumen ini." Si wanita yang belum kuketahui namanya itu mengulurkan sebuah map warna biru yang baru saja dikeluarkannya dari tas.
Kuambil map itu dan membukanya. Ternyata dia utusan dari PT. Persada, perusahaan komestik terkenal yang ada di negara ini.
Pantas saja wajahnya tidak kalah glowing dengan artis cantik di salah satu stasiun tivi yang lagi viral sinetronnya.
Aku melirik kedua orang di depanku. Keduanya tampak santai, seakan sudah merencanakan adegan ini jika aku memergoki mereka sedang jalan berdua.
Kembali kuperhatikan dokumen yang kupegang. Ada yang aneh. Kenapa tanggal yang tercetak di atas tanda tangan suamiku bukan tanggal hari ini, melainkan tanggal dua minggu lalu?
Aku mendecak kecil. Permaianan mereka kurang rapi.
"Jadi, perusahaan Mas mau kerja sama dengan perusahaan, Mbak ... Siapa namanya?" Aku menutup kembali dokumen itu dan mengembalikan ke pemiliknya.
Akan kuikuti permaianan mereka sampai aku mendapat banyak bukti.
"Calista," sahutnya sambil tersenyum kecil.
Oh, namanya Calista. “Nama yang bagus,” pujiku palsu. “Tapi kenapa meetingnya harus di kafe, nggak di kantor aja?” tanyaku ringan.
“Tadinya mau di kantor, Dek. Tapi nggak enak karena orang-orang udah pada pulang. Ntar dikirain kita lagi ngapa-ngapain pula.”
Alasan yang cukup masuk akal. Oke, kita lihat seberapa bagus acting kalian.
“Iya, juga, ya, Mas. Tapi kenapa cuma berdua?” lanjutku lagi.
“Eh, itu … karena memang kami yang seharusnya mengurus kerja sama ini. Iya, kan Mbak Calis?”
Calista mengangguk anggun. “Benar, kami orang-orang kepercayaan dari perusahaan masing-masing.”
Owek, kepercayaan apa? Pengen sekali kubuka video yang tadi kurekam sekarang juga namun hati kecilku mengatakan jangan …
“Kamu nggak pulang sekarang, Dek?” tanya Mas Galuh tiba-tiba.
“Mas ngusir aku?” Aku sedikit melotot.
“Enggak, sih ... Kali aja kamu udah lelah …”
Aku tersenyum simpul. “Nggak kok, Mas. Aku pengen di sini, nemenin kamu meeting. Boleh, kan?”
Aku mendekat ke arahnya dan menggandeng lengan suamiku dengan mesra.
Mas galuh bersitatap dengan Calista sejenak. “Sebenarnya, meetingnya udah selesai, kok!”
“Oh, udah selesai?” Aku pura-pura bodoh biar mereka tak curiga. “Ya, udah. Kalau gitu kita pulang aja, Mas. Yuk!”
“Iya, Pak. Mending Bapak pulang sekarang. Besok saya hubungi bagaimana kelanjutan kerjasamanya setelah dokumen ini diperiksa lagi oleh direktur kami.”
Kerjasama atau hubungan gelapnya yang dilanjutin? Batinku kesal.
Mas Galuh tampak berpikir sejenak. “Baiklah. Saya pulang sekarang, aja. Yuk, Dek!”
“Oke, mari Mbak Calista. Kapan-kapan maen ke rumah, ya!” Itu hanya basa-basi saja, karena aku tak sudi dia menginjakkan kaki di rumahku.
Kami pun berpamitan.
Calista terlihat kecewa saat Mas Galuh meninggalkannya. Namun, aku sempat menangkap kerlingan di mata suamiku untuk wanita itu sehingga menerbitkan senyum di wajahnya.
Dasar, pengen dijitak tuh keningnya!
“Mobilmu di mana, Dek?” tanya suamiku ketika kami sudah di luar.
“Eh, tadi aku naik taksi. Kita pulang bareng aja, ya?”
Mas Galuh mengangguk. “Tentu.”
Kami pun menuju parkiran dan segera pulang.
Di dalam mobil, aku buru-buru mengetik pesan untuk sekretarisku. Kusuruh Sely mengambil mobil yang kutinggalkan di depan swalayan. Dia sudah punya kunci cadangan, jadi dengan mudah bisa mengambilnya.
***
Aku masih bersikap biasa ketika kami tiba di rumah.
Senyumku terkembang saat melihat mobilku sudah terparkir di garasi. Kinerja Seli memang tak diragukan lagi, gesit dan rapi.
Mas Galuh langsung pamit ingin beristirahat sedangkan aku masuk ke kamar tamu. Rasanya sudah tak tahan ingin menumpahkan sesak di dada.
Di dalam kamar itu aku menangis sepuasnya.
Setelah perasaanku cukup membaik, aku kembali ke kamar.
Terdengar guyuran air dari arah kamar mandi yang jadi satu di dalam kamar kami. Pertanda Mas Galuh sedang membersihkan diri.
Aku melangkah ke almari, hendak mengambil pakaian ganti.
Saat tangan ini terjulur untuk mengambil salah satu piyama, tiba-tiba ponsel suamiku yang tergeletak di atas nakas bergetar dan nama ‘Client PT Persada’ tertera di layarnya.
Aku iseng mengambil hp itu dan mengangkatnya.
“Halo, Say. Udah tidur?” Walau baru pertama kali bertemu, aku sangat hafal dengan suara wanita itu.
Aku tidak langsung menjawabnya. Biar kutebak, Mas Galuh sengaja menamai Calista di ponselnya dengan nama ‘Client PT Persada’ pasti supaya aku nggak curiga ...
Iya, pasti itulah alasannya.
Sayangnya, hal inilah yang membuat penghianatannya terbongkar. Ketika dia ingin menelepon Calista tadi, secara tak sengaja dia malah menekan nama ‘Citra Istriku Tercinta’ di ponselnya, bukan ‘Client PT Persada’
Hahaha, bodoh!
Harusnya inisial huruf depannya ganti aja dengan huruf lain. Kalau berani, simpan dengan nama asli pelakor itu, geram deh!
“Kok diem, Mas?” tanya wanita itu saat tidak mendapat jawaban. “Oh, aku tahu. Ada istrimu ya?” Calista terkikik.
Oh, ini kode rahasia mereka, ya?
Baiklah, jika nanti ada telepon masuk dan Mas Galuh hanya diam saja saat menerimanya, itu berarti si Calista yang sedang menghubungi.
“Besok kita ketemuan lagi, ya, Say! Aku masih belum puas berduaan sama kamu. Habisnya kecoak itu datang mengganggu, sih …” lanjutnya dengan nada manja.
Tunggu, dulu! Siapa yang dimaksudnya dengan kecoak tadi? Akukah?
Aku menggeram. Enak aja, yang kecoak itu kamu!
Eh, tidak … panggilan kecoak terlalu bagus untuknya, mending kupanggil cacing pita aja, si parasit yang sangat berbahaya!
Tanganku mengepal kuat. Ingin sekali ponsel ini kulempar agar suara wanita itu menghilang.
Tiba-tiba, terdengar suara pintu terbuka. Aku langsung menoleh ke belakang. Kukira Mas Galuh yang keluar dari kamar mandi tapi ternyata bukan.
“Eh, Mas. Udah dulu, ya … Suamiku pulang, besok sambung lagi di tempat meeting cadangan. Met istirahat,” bisik cacing pita itu mesra.
Aku menurunkan ponsel, menatap layarnya dengan mulut ternganga. Jadi, suamiku berselingkuh dengan wanita yang sudah bersuami?
Ini benar-benar di luar dugaan!
***
Follow penulis dan subscribe ceritanya di KBM App. 😊
Login untuk melihat komentar!