Begitulah nama kelompok yang dibuat oleh teman-temannya yang sama-sama naik KRL. Diambil dari kata Geng Depok Anak Kereta.
Genk De Angker itu sendiri sebenarnya bukanlah genk yang eksklusif. Itu hanyalah sebuah kelompok kecil teman-teman Dunn yang sama-sama berangkat dari Stasiun Depok. Turunnya pun beragam. Ada yang turun di Stasiun kota Kota. Maka Namanya menjadi Genk De Angker Kot. Ada yang turun di Cikini maka namanya jadi De Angker Cik. Jika turun di stasiun Gambir, maka namanya menjadi mirip nama minuman.
Anggota Genk De Angker Cik juga bukan member yang eksklusif. Anggotanya berganti-ganti. Ada yang dikenal oleh Dunn, namun lebih banyak yang tidak dikenalnya. Namun hal itu tidak menjadi masalah bagi anggota lain. Awal mula pembentukan kelompok ini pun hanya karena ada rasa senasib sepenanggungan. Sama-sama mengisi kejenuhan saat menunggu kereta datang. Seringkali saat kereta datang pun, tidak mampu mengangkut semua penumpang di peron. Sehingga, terpaksalah mereka menunggu kereta berikutnya. Sambil menunggu itulah Genk De Angker mengisinya dengan berbagai kegiatan. Ada yang sekedar ngobrol, ada yang main kartu, ada yang bernyanyi dengan alat music seadanya. Bahkan terkadang bernyanyi meminjam gitar dari pengamen.
Sedangkan Dunn sendiri lebih suka memanfaatkan waktu selama menunggu kereta sambil membaca. Terkadang ia ikut bernyanyi Bersama mereka. Namun jika sudah Lelah, Dunn memilih membaca buku. Anggota Genk tidak ada yang keberatan dengan kelakuan para anggotanya. Selama hal itu dianggap masih sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
Keuntungan lain dari bergabung Bersama Genk De Angker, adalah rasa persaudaraan yang tinggi. Meskipun mereka tidak saling kenal dan hanya dipertemukan oleh kesamaan nasib karena sama-sama menunggu kereta yang sama, waktu yang sama dan tempat yang sama secara berkesinambungan, membuat rasa persaudaraan menjadi tinggi. Minimal, membuat copet yang sering berkeliaran di peron dan dalam kereta, menjadi segan kepada Genk De Angker.
Tapi alasan yang sebenarnya, bukan karena Genk De Angker itu, melainkan karena Balqis termasuk dalam kumpulan itu. sehingga Dunn merasa perlu menemani Balqis meskipun Balqis tidak pernah memintanya.
Sebetulnya, tidak ada kewajiban bagi Dunn untuk menemani dan melindungi Balqis. Namun karena Dunn merasa bahwa Balqis adalah teman sejak ia kuliah sampai sekarang menjadi teman kantornya, juniornya, maka sudah menjadi kewajiban Dunn untuk menjaganya.
Bukan sebuah kebetulan jika Dunn dan Balqis bisa sekantor. Awalnya Dunn telah bekerja di kantor ini selama setahun. Ketika mengetahui ada lowongan kerja yang cocok dengan latar Pendidikan Balqis, segera ia memberitahu Balqis untuk melamar posisi tersebut. Setelah mengikuti serangkaian test, Balqis diterima bekerja Bersama Dunn. Lebih kebetulan lagi, bahwa dari ratusan perwakilan cabang di seluruh Indonesia, mereka ditempatkan di kantor yang sama.
Selain Dunn dan Balqis, dari kantornya ada juga yang tergabung dalam De Angker. Yaitu Pak Sonny, ibu Tia, Nada, Dhila dan Teh Ami. Biasanya, dari kantor berangkat masing-masing menuju ke stasiun Cikini. Atau dengan kelompok-kelompok kecil. Nanti bertemu di stasiun Cikini. Tujuan pulang rata-rata sama, yaitu di Stasiun Depok.
“Hayu kita pulang.” Balqis tiba-tiba berdiri di samping Dunn. Lelaki berwajah Indo yang pendiam itu melihat Balqis sekilas. Lalu tersenyum.
“Siaaappppp.” Dunn baru saja bersiap hendak pulang ketika sebuah suara tiba-tiba mengagetkannya.
“Pak Dunn, boleh saya minta tolong?” Pak Matlin tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Pak Matlin, atasan Dunn adalah seorang laki-laki yang sebetulnya tidak mampu menjadi pemimpin, namun ia berusaha menunjukkan kepada public bahwa ia adalah pemimpin yang handal. Kadang caranya membuat anak buahnya menderita karena harus dituruti semua kemauan Pak Matlin.
Balqis mendesah kesal. Ia melihat jam. Sudah jam 17.01. sudah waktunya pulang. kenapa Pak Matlin masih menahan-nahan Dunn? Hhh… Balqis kesal sendiri melihatnya.
“Sebentar ya, Qis.” Kata Dunn memberi kode kepada Balqis agar mau menunggunya sebentar. Dunn menghampiri Pak Matlin.
“Gimana, Pak? Apa yang bisa saya bantu?” tanya Dunn kepada pak Matlin dengan sedikit gusar karena telah membiarkan Balqis menunggunya.
“Besok jam 9 kita ada meeting. Saya minta tolong kamu cek laporan ini untuk materi rapat besok.” Kata Pak Matlin memberi perintah dengan gaya Bossy.
Dunn berfikir sejenak. Rapat jam Sembilan. Tidak mungkin jika ia mempersiapkannya besok pagi. Lagi pula, siapa yang tahu besok hari apakah Dunn masih ada atau tidak?
“Baik, Pak.” Kata Dunn akhirnya sambil menerima dokumen yang diserahkan oleh Pak Matlin. Dunn segera berbalik menuju ke tempat Balqis duduk menunggunya.
“Qis, maaf ya sepertinya aku tidak bisa pulang bareng kamu. Aku harus mempersiapkan materi ini untuk meeting besok pagi.” Dunn berbicara sambil menatap wajah Glaze Skin Balqis yang membuatnya selalu terlihat cantik, bahkan ketika ia sekarang sedang kecewa.
Balqis memandang Dunn dengan sedikit kecewa. Bukannya Balqis kecewa karena Dunn tidak jadi pulang bareng Balqis. Tapi Balqis kecewa karena Dunn lebih mengutamakan menjalankan perintah Pak Matlin daripada dirinya sendiri. Padahal Dunn bisa saja menolak karena jam kerja Dunn hari ini sudah selesai.
“Seharusnya kamu tolak saja tugas dari Pak Matlin. Lagi pula ini kan memang sudah jam pulang. jadi kamu berhak menolak perintahnya.” Kata Balqis dengan bibir maju sebagai tanda bahwa Balqis tidak setuju dengan pilihan Dunn.
“Apa bedanya dikerjakan sekarang atau besok? Toh tugas ini tetap harus aku kerjakan. Lagi pula siapa yang menjamin besok aku masih ada di dunia ini?” Dunn memberi penjelasan kepda Balqis. Gadis manis berkulit putih langsat itu hanya melengos sebagai bentuk kekecewaannya.
“Doakan saja pekerjaanku cepat selesai.” Kata Dunn sambil mengedipkan sebelah matanya kepada Balqis untuk meminta dukungan.
“Semoga lancar ya.” Hanya itu yang keluar dari mulut Balqis dengan senyum yang sedikit dipaksakan.
“Daaah…. Aku pulang duluan.” Tambah Balqis balik badan sambil melambaikan tangan.
Dunn memandangi kepergian Balqis dengan perasaan campur aduk. Dunn dapat melihat kekecewaan di mata Balqis. Namun sesungguhnya Dunn lebih kecewa lagi karena hari itu hilang kesempatannya untuk melakukan pendekatan ke Balqis.
Aah.. Balqis, Seandainya kamu tahu, bahwa rasa kecewaku lebih besar dari rasa kecewa yang kau rasakan….. demikian Dunn bergumam dalam hati.
Setelah Balqis menghilang dari pandangannya, Dunn segera berbalik ke tempat kerjanya sambil membawa setumpuk map yang harus ia tuntaskan.
***
Selasa, 12 Juni 2001
“Hahh!!! 6.30. Gawat…”.
Dunn langsung meloncat dari tempat tidurnya. Disambarnya handuk, lalu langsung menuju kamar mandi. Semua dilakukan dengan Gerakan cepat.
Jam 6.45 Dunn selesai sholat shubuh, langsung berangkat menuju stasiun Depok. Sampai di stasiun dilihatnya peron penuh sesak dengan orang-orang yang mau berangkat kerja. Rata-rata menunjukkan ekspresi wajah yang sama: wajah yang harap-harap cemas. Dunn sudah tahu, biasanya jika begini maka bisa dipastikan ada masalah dengan KRL atau jalurnya.