Bab 4
Bab 4
"Maaf pak, jika boleh tahu kemana tujuan kita?" aku memberanikan diri bertanya.
"Ke sebuah acara di pertunangan, aku ada undangan untuk menghadirinya. Kuharap kau tak keberatan menemaniku sebentar kesana, setelah itu akan kutraktir kau makan malam." jawabnya tanpa menoleh padaku.
Aku mengedipkan mataku berkali kali, tak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. Ke acara pertunangan? dengan wajah lelah dan kusut seperti ini, kenapa tak memberitahuku dulu, paling tidak aku punya waktu untuk sedikit berdandan.
"Kenapa aku tidak diberitahu pak, lagipula, kurasa bapak tak ada jadwal menghadiri acara seperti itu hari ini," protesku.
" Iya, memang tak ada Nara, karena undangan ini baru kuterima kemarin sore," jawabnya enteng tanpa menoleh.
"Kemarin sore, rasanya aku tak menerima undangan apapun," ucapku pelan sambil mengingat.
"Apakah undangan itu berasal dari salah satu kolega bisnis kita pak, kok aku bisa tidak tahu jika bapak menerima undangan?"
"Bukan," sahutnya cepat.
"Undangan ini dari teman semasa kuliahku dulu, ia mengundangku keacara pertunangan adiknya malam ini, kita hanya mampir sebentar saja kesana, aku merasa tak enak jika tak hadir ke acara itu," Jelasnya datar sambil tetap fokus dengan kemudi mobilnya.
"Setidaknya, jika bapak memberitahuku tadi siang, aku punya waktu untuk mencari kado," keluhku.
"Tak perlu, lihatlah di kursi belakangmu," mendengarnya, refleks aku menoleh kebelakang, ada sebuah kotak merah berbalut pita berwarna pink disana, aku hanya bisa menatapnya heran saat melihat kotak itu.
"Kenapa kau melihatku seperti itu?" katanya seperti mengerti apa yang sedang kupikirkan.
"Tak ada pak, apa bapak mencari hadiah itu sendiri?" jujur saja aku penasaran melihat wajahnya saat mencari hadiah itu dan lagi pita berwarna pink itu, tanpa sadar aku tersenyum.
"A-aku memesannya lewat temanku," ucapnya yang membuatku semakin melebarkan senyum.
"Kenapa, apa ada yang salah?" ketusnya sambil membuang pandangan ke arah luar jendela mobil.
"Tidak pak," ucapku menahan senyum.
Jalanan Jakarta sore ini cukup padat, tak heran karena ini adalah waktunya para karyawan pulang dari kantor, mobil mobil melintas pelan, karena tak bisa berjalan cepat, beberapa kali kami juga terjebak kemacetan.
Seorang pengamen kecil mendekati jendela mobil, ia menyanyikan salah satu hits lagu dangdut milik Bang Haji, tak kusangka ia mengeluarkan sebuah lembaran hijau dari saku celananya, lalu memberikan pada pengamen kecil itu.
Hmm, sepertinya ada juga sisi baiknya, kupikir ia cuma bisa mengomel dan menyebalkan saja.
Mobil yang dikemudikan Pak Rhaka akhirnya menepi juga disebuah komplek perumahan mewah. Sebuah rumah dengan desain Mediterania, terlihat sangat manis dengan cat berwarna biru itu.
Ia keluar dari dalam mobil, Aku terkesan dengan sikapnya ketika ia membukakan pintu mobil untukku. Aku tak menyangka ia akan memperlakukanku seperti ini, hanya saja aku masih curiga dengan semua sikap anehnya hari ini.
Tidak Nara, jangan terhanyut dulu dengan perhatian kecil ini, bisa saja ini adalah salah satu triknya untuk membuatmu setuju atas niat tak warasnya kemarin tentang pernikahan kemarin.
"Terima kasih," ucapku saat ia mengulurkan tangan dan membantuku keluar dari dalam mobil.
"Tunggulah sebentar disini, Nara. Aku ambil hadiahnya dulu," ucapnya, lalu membuka pintu belakang, mengambil kotak hadiah yang ada dikursi belakang.
Sebuah kotak berbalut pita berwarna pink diambil dari atas kursi belakang, aku melonggo melihatnya membawa kotak itu.
"Hei, kok bengong Nara, ayo masuk kedalam," ajaknya
"Iya pak," aku berjalan sambil tersenyum dipaksakan.
Kami berdua melangkah masuk kedalam. Kesan mewah sangat kentara ketika masuk kedalam rumah ini, beberapa furniture mahal dan berkelas menghiasi beberapa sudut ruangan, aku mengamati sekeliling, kelihatannya acara ini sengaja dibuat privat, karena kulihat tak begitu banyak tamu undangan yang hadir.
"Kita kesana Nara, itu temanku Sandy, dan itu yang akan bertunangan malam ini, adiknya Sabrina, akan kuperkenalkan kau dengan mereka," ucap Pak Rhaka seperti setengah berbisik ditelingaku.
Aku mengangguk pelan, menjawab ajakannya. Tanpa kusangka ia meraih jemari tanganku.
Eh, apa apaan ini, kecurigaanku makin menjadi, aku menyipitkan mataku saat menoleh menatapnya, namun, entah mengapa, ada rasa desiran hangat dihatiku saat ia mengengamnya. Kami berjalan kesisi kiri dari tempat kami berdiri tadi.
Seorang pria seumuran Pak Rhaka menyapa ramah kami. Mereka terlibat pembicaraan basa basi. Aku menoleh kearah seorang wanita yang berada tak jauh dariku. Gadis bernama Sabrina itu terlihat sangat cantik dalam balutan kebaya berwarna maroon dengan desain yang indah dan modern.
"Apa dia calon istrimu, Rhaka?" pertanyaan dari Sandy, mengusik indra pendengaranku. Baru saja aku hendak menyanggahnya, si beruang kutub ini malah mengiyakannya.
"Benar, kenalkan ini Kinara, Calon istriku," ucapnya sambil menoleh padaku.
Haishhh ... apa apaan ini!
Benarkan kecurigaanku.
Bersambung
Kasih komentarnya ya biar otor tahu ada yang nungguin lanjutannya 😁🙏