Bab 3
Pagi ini aku melangkah ragu untuk memasuki ruang kerjaku. Sudah seminggu berlalu sejak perlakuan tak sopan yang kulakukan kepada Pak Rhaka membuat nyaliku ciut tiap bertemu muka dengannya.
Setiap kali ke kantor aku selalu berdoa, semoga ia tidak memecatku dari kantor ini. Jika aku dipecat apa yang akan kukatakan pada bapak nantinya.
Aku melangkah gontai masuk keruang kerjaku. Menaruh tas dan menyalakan laptop diatas meja kerjaku. Aku melirik ke arah ruangan Pak Rhaka. Tirai itu masih tertutup, menghalangi pandangan ku untuk melihat kedalam sana.
"Syukurlah mungkin dia tak datang," batinku sedikit bersorak.
Baru saja aku sedikit merasa senang, telingaku menangkap suara langkah kaki mendekat kemari.
Aku melirik ke pintu masuk ruang kerjaku menunggu sekiranya siapa yang datang, apakah mungkin Pria dingin itu?
Jika memang dia, dimana harus kusembunyikan wajahku, aku yakin ia datang kesini bermaksud untuk memecatku karena sikap kurang ajarku kemarin padanya.
Haduhhh ... bagaimana ini?
Bagaimana jika aku benar benar dipecat, apa yang akan kukatakan pada bapak, aku yakin bapak akan mengira aku membuat masalah lagi seperti kejadian dikantor lamaku dulu.
Aku menarik nafas dalam dalam sekedar menata kekalutan perasaan saat ini. Oh tuhan, semoga apa yang kupikirkan tidak terjadi.
Kriieet ....
Pintu itu terbuka, dan benar saja pria dingin itu terlihat mulai memasuki ruangan ini.
Aku berdiri menyambutnya. Aku yakin kedatangannya kesini, pastilah membahas tentang niat gilanya itu.
Hupptt ... aku menekan salivaku, kuharap itu hanyalah prasangka burukku saja.
"Nara!" panggilnya.
Tuh kan ... aduh perasaan ku sudah mulai tak karuan, jantungku berdetak kencang, dag dig dug, semoga saja ia kesini bukan untuk memecatku.
"Jika kau ada waktu,sepulang kerja nanti bisakah kau menemaniku."
Aku melongo mendengarnya. Jadi ia tak marah atau ingin memecatku, karena sikap kurang ajarku kemarin padanya.
Cukup lama aku terdiam sambil menatapnya tak percaya Syukurlah, setidaknya aku tak dipecat, aku memalingkan muka sebentar darinya, lalu tersenyum.
"Kinara!" ia mengulangi panggilannya padaku.
"Ah, I-iya pak. Te- tentu saja bisa," jawabku sedikit tergagap
"Nanti sepulang kerja, aku tunggu di lobby," ucapnya datar, si beruang kutub itu masih saja bersikap dingin, rasanya aku hampir tidak percaya jika kemarin ia memohon memintaku untuk menikahinya.
Ahh, benar benar pria yang aneh.
****
Sepanjang hari Pak Rhaka tak sekalipun memanggilku ke ruangannya. Aku cukup bingung dengan sikapnya hari ini, biasanya beberapa akan memanggilku, meski itu hanya sekadar mencarikan penjepit kertas dimejanya. Lalu apa yang sedang terjadi sekarang ... apa ia sedang menghindariku?
Baguslah, setidaknya hari ini tak perlu melihat wajahnya yang kaku seperti kanebo kering itu.
Berulangkali kulihat dirinya keluar masuk ruangan, Lalu memarahi tiap staf yang masuk keruangannya, entah apa maksud ia bersikap menyebalkan seperti itu hari ini.
Aishhh ... tiap hari ia juga bersikap menyebalkan.
Aku melirik arlojiku, sudah hampir pukul lima sore, sebentar lagi akan pulang, tapi apa benar si beruang kutub itu akan menungguku di lobby?
Menunggu ... sepertinya itu bukan sifat dirinya. Ah, sudahlah apa peduliku.
Aku merapikan meja kerjaku, memeriksa kembali isi tasku, untuk segera bersiap pulang. Sesekali aku melirik ke ruang kerja Pak Rhaka. Pintu itu masih tertutup. Kelihatannya ia belum keluar dari sana.
Apa sebaiknya aku saja yang menunggunya?
Ah, tidak ... tidak. Gengsi dong. Dia sendiri yang bilang akan menungguku di lobby. Sebaiknya aku tunggu saja disini sampai dia keluar duluan dari ruangannya.
Tik ... tik ... tik ....
Terdengar suara jarum jam diatas mejaku, menunggu memang pekerjaan yang membosankan. Berkali kali aku mengintipnya dari jendela ruanganku, berharap ia segera keluar dari sana, hingga lima belas menit kemudian, akhirnya mataku berbinar tak kala kulihat dirinya keluar dari sana.
Aku tersenyum, mengambil tas dan tak ketinggalan ponselku yang tergeletak manja di atas meja, lalu bergegas keluar.
Begitu tiba di lobby, mataku menyapu ruangan ini, menoleh kekanan dan kiri mencari keberadaan si beruang kutub itu. Kemana dia? bukankah tadi ia yang memintaku untuk menunggunya dilobby ini.
Sudahlah, mungkin sebaiknya kutunggu saja disini, aku berdiri didekat resepsionis, tak lama terdengar suara seorang menyapaku.
"Maaf, ibu Kinara ya?"
Refleks aku menoleh kearahnya, seorang Office boy kini berada disisi kiriku.
"Iya, ada apa ya mas?" sahutku.
"Ditunggu Pak Rhaka diparkiran depan, bu," balasnya sopan.
"Parkiran depan!" ucapku sambil mengerutkan keningku.
"Oh, baiklah. Terima kasih!"
Office boy itu pamit pergi meninggalkan diriku, untuk beberapa saat aku masih diam mematung.
"Sekarang apa lagi yang diinginkan nya? apa dia ingin membalas perbuatanku kemarin? bukankah tadi pagi ia sendiri yang bilang agar menunggunya di lobby. Lalu sekarang apa ini? aku disuruh berjalan lagi ke parkiran," sungut ku kesal.
Sebuah botol Air Mineral menjadi sasaran kekesalanku. Botol itu kutendang keras hingga menggelinding, ku lakukan hal itu berulang kali, hingga tak sadar akhirnya botol itu berhenti tepat mengenai kaki seseorang.
"Apa kau juga terbiasa menendang botol air ini juga Nara, selain kotak sampah?"
Suara itu,
Aku menyapu perlahan pandanganku dari bawah ke atas.
Aduh sial, aku mengigit bibirku, tuh kan benar, untuk kedua kalinya sesuatu yang kutendang tak sengaja mengenai beruang kutub ini.
"Maaf pak, tak sengaja" seulas senyuman penuh keterpaksaan kuulas diwajahku.
Ia menggelengkan kepalanya, lalu meraih kunci mobilnya. Aku tak tahu jika disebelah kananku sudah terparkir mobil saaport mewah yang biasa dikendarainya.
"Ayo Masuk!" Ajaknya padaku.
"Hah. Iya" Jawabku terbata, karena tak percaya akan naik Mobil semewah ini bersamanya. Kucubit pelan tanganku, memastikan ini bukan mimpi.
"Awww ... sakit."
Mendengar ucapanku ia langsung menoleh, " apa ada masalah Kinara?"
Uhm ... hehe, tak ada pak, tadi ada semut yang mengigit" elakku sambil tersenyum dipaksakan.
"Ayo masuk!" tanpa membuang waktu segera saja aku masuk kedalam tunggangan mewah miliknya, karena kebetulan juga aku tak membawa motorku.
Tak berapa lama, mobil sport ini bergerak perlahan meninggalkan pelataran parkiran kantor.
Tapi, kemana Pak Rhaka akan mengajakku, Ia tak berkata apapun soal arah tujuan kami, aku meliriknya yang diam dan fokus menyetir. Apa sebaiknya kutanyakan saja? semoga saja ia tak mengajakku ketempat yang macam macam. Jika ya, bukan tempat sampah atau botol mineral yang akan kutendang, tapi sekalian saja wajahnya.
" Maaf pak, jika boleh tahu kemana tujuan kita?" Aku memberanikan diri bertanya.
Bersambung.