"Jangan kurang ajar kamu, Nai," ucap Mama mertua seraya mencengkram erat tanganku.
"Oh, jangan-jangan dia bersikap begini karena dia selingkuh sama lelaki ini?" cerocos Rima.
Aku melonjak kaget, tuduhan itu tidak benar. Aku tidak pernah menyelingkuhi Mas Amir. Aku bersikap begini karena mereka tidak menghargaiku.
"Jaga mulutmu," Farhan maju mendekati Rima. Aku sedikit menarik tangannya agar dia tidak menyakitinya meskipun aku tahu Farhan tidak mungkin menyakiti perempuan.
"Terserah kalian mau bilang apa, yang penting pergilah dari rumahku."
"Kemasi barang-barang kalian sekarang," bentak Farhan.
Mas Amir masih mematung tanpa suara. Dia terlihat terkejut dengan perubahan sikapku yang tiba-tiba. "Nai, ingat dosa."
Aku tak menghiraukannya sedikitpun, dari kemarin semua tentang dosa-dosa dan dosa. Dia tidak ingatkah kalau dia juga berdosa mendzolimiku.
"Ayo kemasi saja Ma, kita beri pelajaran dia besok," ucap Rima yang langsung masuk kedalam rumah.
Mereka bertiga langsung masuk kedalam, koper besar Rima dan Mama dibawanya, tapi Mas amir tidak membawa apa-apa. Biarlah mungkin dia menitip baju pada mereka.
"Awas saja kalau kalian kembali kesini sebelum uang itu ada," ucap Farhan penuh penekanan.
"Siapa kamu ngelarang aku? Lagian rumah ini harganya 10 kali lipat dibandingkan hutang anakku padamu."
"Jadi laki-laki jangan bodoh, yang salah itu temanmu. Kenapa dia tidak memberi kakakku uang, nasehati dia. Ingat dosa."
Tangan Farhan mengepal seketika, terlihat dia sudah sangat emosi mendengar penuturan keluarga mereka. Lagi-lagi aku yang harus menenangkannya.
"Nai, mas pamit."
Aku diam saja melihatnya berjalan menjauh, ada rasa sedikit nyeri melihatnya pergi. Entahlah, mungkin masih ada rasa sedikit cinta di hatiku tapi tidak, aku tidak akan mau menerimanya kembali.
"Farhan terimakasih, kamu selalu membantuku," ucapku pada Farhan.
"Sama-sama Nai." Farhan kemudian berpamitan dan berlalu pergi.
***
Kubongkar isi lemari tas koleksiku karena aku ingin merapikannya. Kuhitung satu-persatu berulang kali tapi ternyata ada dua tasku yang hilang. Aku tahu pasti ini ulah Rima, dari dulu dia seenaknya mengambil tasku tapi aku selalu memaafkannya. Kali ini anak itu harus diberi pelajaran.
Aku mencoba mencari bukti pembayaran barang untuk Mama mertuaku. Bukankah aku bisa mengambilnya kembali karena itu memang aku yang beli.
Terlihat banyak sekali bukti pembayaran barang seperti sofa, kulkas, guci, kasur dan barang yang lainnya. Mungkin hari ini sedikit saja yang aku bawa untuk memberi mereka pelajaran. 'Lihatlah.'
Aku menelfon Farhan untuk membantuku melaksanakan misiku.
[Boleh minta tolong orang suruhanmu untuk ke rumahku?] chatku pada Farhan.
[Kenapa? Mereka datang lagi?] balas Farhan cepat.
[Tidak, Far. Aku hanya ingin sedikit bermain-main dengan mereka]
[Baiklah, mereka akan datang secepatnya]
[Terimakasih]
[Tak masalah Nai]
Aku bersiap-siap untuk datang ke rumah Mama mertua. Memakai baju rapi dan parfum agar mereka terkesan dengan kedatanganku. Ah rasanya senang sekali bisa membawa kembali barang yang aku beli dari tangan mereka. Aku tau ini berlebihan tapi aku menyukainya.
Tok! Tok! Tok! Terdengar pintu diketuk kencang, aku langsung membukanya. Ternyata anak buah Farhan sudah sampai disini. Cepat sekali mereka.
"Sudah bawa yang aku minta kan?" tanyaku.
Mereka berdua menggangguk bebarengan. "Bagus, ayo kita berangkat."
Aku pisah mobil dengan mereka, mereka menggunakan mobil yang sudah aku minta. Baru kali ini aku datang ke rumah mertua dengan orang lain.
***
Kuketuk pintu dengan sopan, terdengar suara Mama mertua yang menyuruhku menunggu sebentar.
Mama mertua membukanya dengan riang, namun wajahnya berubah ketika melihat kedatanganku.
"Halo, Ma," sapaku riang.
"Kenapa kamu kesini? Kemarin kami diusir sekarang datang kemari." ucapnya ketus.
"Siapa Ma?" tanya Rima yang berjalan kearah kami.
"Siapa lagi..."
"Oh, orang tidak tahu diri kesini," ketus Rima.
"Aku hanya sebentar Ma, mau mengambil tasku dari pencuri," ucapku lantang ditelinga Rima.
"Kurang ajar kamu Mbak, aku ini adik iparmu bagaimana bisa kamu bilang aku pencuri."
"Buktinya, kamu mengambil tanpa persetujuanku. Apa itu kalau tidak dinamakan pencuri."
Rima terlihat mati kutu mendengar ucapanku. Aku langsung mengajak dua orang kepercayaan Farhan masuk kedalam.
"Tolong ambil ini, ini dan itu." Aku menujuk sofa, kulkas dan guci. Lumayan juga harganya bisa buat makan satu bulan.
"Astaga, kamu apa-apaan ini Nai," ucap Ibu mertua histeris.
"Aku yang membelinya, kenapa aku tidak boleh mengambilnya?" ucapku seraya melangkah ke kamar Rima.
"Tidak sopan masuk kamar orang sembarangan."
"Aku tidak akan mencuri apapun dikamarmu, aku hanya ingin mengambil tasku. Mahal loh tas itu," ucapku singkat. Setelah semua beres, aku melenggang pergi.
"Kembalikan tasku, kembalikan," ucap Rima dibarengi dengan teriakan Mama Mertua.
"Kamu akan kena karma Nai," teriakan Mam Mertua.
"Semoga keluarga Mama juga."
***
Aku pulang agak telat malam ini karena harus mengurus beberapa masalah di percetakan. Rasanya sangat lelah karena seharian ini harus mengurua banyak hal.
Aku membuka pintu cepat. Deg! Kenapa pintu tidak terkunci? Apa ada maling. Aku buru-buru masuk ke dalam. Ternyata 4 orang sedang bersenda gurau di dalam rumahku.
"Kalian?" tanyaku sedikit terkejut.
"Ya sayang siapa lagi?"
"Kenapa kemari? Bukankah aku sudah mengusirmu. Masih tidak punya malu. Bawa-bawa orang lain lagi," cerocosku saat aku melihat mereka mengajak seorang wanita muda yang duduk di samping Mas Amir.
"Dia keluarga jauh Mama, kenapa tidak boleh? Ini rumah Amir seharusnya kamu yang pergi dari sini."
"Ma," sergah Mas Amir. "Biarkan Naisa tinggal disini, dia mau tinggal dimana lagi kalau tidak disini?" uvapan Mas Amir membuat mereka berempat terkekeh.
Tring! Ponselku berbunyi. Ada pesan dari Farin. Aku terkejut saat membukanya, foto-foto Mas Amir dan perempuan itu sedang suap-menyuap di Cafe dikirimkan padaku. Apakah Mas Amir selingkuh?
Aku teringat sesuatu, aku langsung masuk ke kamar tanpa menghiraukan ucapan mereka. Kucari satu-persatu surat penting itu dan ya, aku menukannya.******dengan seksama dan ini adalah pointnya. "Bisalah aku sabar sebentar untuk mendapatkan kembali hakku. Tunggu rencanaku, akan aku selidiki demi semua kembali," ucapku girang.
***
Sebenarnya surat apa yang dimaksud Naisa dan apakah rencana Naisa berhasil membuat Amir menjadi seperti semula? tunggu Bab selanjutnya!