Your wound, your hurt is never your own fault. But healing from it, is entirely your own responsibility. (Zeenatsyal)
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
Jangan lupa klik follow dan subscribe ya...
Selamat membaca❤
Semoga tidak bingung ya... Karena cerita ini alurnya bolak-balik ☺
Hari sudah menunjukkan pukul 15.00. Bel tanda pelajaran telah usai pun berbunyi. Anjani mengakhiri kelasnya. Setelah berdoa bersama, Anjani segera keluar kelas, disusul murid-muridnya yang berhamburan, sudah tak sabar ingin segera pulang.
Anjani pulang ke rumah kostnya. Sebuah bangunan sederhana yang menempel dengan rumah ibu pemilik kost. Berisi sebuah kamar berukuran 4x3 meter, sebuah kamar mandi dan sebuah dapur kecil di depan kamar mandi.
Setelah menikah, disinilah ia tinggal bersama suaminya selama dua tahun. Anjani merasa tak nyaman tinggal bersama dengan suaminya di rumah orangtuanya. Ibunya sendiri pernah menyuruhnya untuk mengontrak rumah. Itulah sebabnya enam bulan setelah menikah ia segera pindah.
Kebetulan bisa mendapatkan rumah kost yang letaknya dekat dengan SMA tempat ia mengajar. Saat itu, suaminya masih bekerja di suatu proyek di luar kota. Pulangnya dua minggu sekali. Sehingga praktis ia lebih sering berada di kost sendirian.
Penghasilan suaminya ditambah dengan Anjani masih sangat kurang untuk bisa mencicil rumah. Mereka memilih untuk kost bulanan saja dulu, dan bukan mengontrak rumah.
Anjani belum punya bayangan entah kapan bisa punya rumah sendiri. Ia hanya tahu bahwa dari penghasilannya yang tak banyak sebagai guru di sekolah swasta, ia harus bisa menyisihkan sedikit uang untuk bisa ditabung.
Hari ini suaminya sedang berada di rumah. Anjani sampai di kost, mengetuk pintu dan langsung masuk, karena pintu tak dikunci. Dilihatnya suaminya sedang tidur. Anjani berganti pakaian dengan pakaian rumah.
Lelah sekali rasanya. Hari ini jadwal mengajarnya full, dari jam 7 pagi sampai jam 3 sore. Ia lapar sekali. Sewaktu jam istirahat siang tadi, ia tak sempat makan siang.
Setiap pagi sebelum berangkat mengajar, Anjani selalu menyempatkan untuk memasak. Itu adalah salah satu caranya untuk berhemat.
Saat akan mengambil makanan, tiba-tiba hujan turun. Anjani ingat tadi pagi ia menjemur cucian. Segera ia beranjak ke tempat jemuran di ruang terbuka sebelah dapur. Diangkatnya semua jemuran yang ada di situ.
Anjani masuk membawa semua jemuran, diletakkannya di lantai sudut kamar. Biasanya ia letakkan di tempat tidur, tapi di tempat tidur ada suaminya. Sudah bangun rupanya, sedang duduk.
Kamar itu hanya berisi satu tempat tidur dan satu lemari. Tak ada tempat untuk meletakkan baju-baju yang baru diangkat dari jemuran.
Biasanya Anjani akan segera melipat baju-bajunya, tapi untuk kali ini ia ingin makan dulu. Ditinggalkannya tumpukan baju itu, dan ia mengambil piringnya.
"Baju-bajunya jangan ditumpuk nglemburuk awut-awutan begitu! Kotor disitu! " Sebuah hardikan, bentakan keras menggelegar terdengar bagai guntur di telinganya.
Anjani terperanjat. Piring yang dipegangnya nyaris jatuh. Ia terperangah menatap suaminya. Ingin ia menjawab, "Nanti aku lipat," tapi mulutnya tak mampu bersuara.
Dengan lemas, ia beranjak ke sudut kamar, duduk bersimpuh disitu dengan jantung berdebar dan hati yang terluka. Tak pernah sebelumnya suaminya membentaknya sekeras dan sekasar itu. Apa yang terjadi?
Tangannya mengambil sebuah baju dari tumpukan itu dan mulai melipatinya satu per satu. Tiba-tiba saja rasa laparnya hilang.
Anjani sengaja berlama-lama melipat baju. Tak lama azan ashar terdengar, suaminya ke kamar mandi mengambil air wudhu, kemudian pergi keluar untuk sholat di masjid dekat rumah kost, tanpa berkata apa-apa.
Anjani masih duduk bersimpuh melipat baju. Tiba-tiba ia merasa kepergian suaminya sangat melegakan. Rasanya lega sekali berada sendirian di kamar ini. Aneh sekali. Ini pertama kalinya ia merasa gembira suaminya tak berada bersamanya.
Semua baju sudah dilipat, dimasukkan ke lemari. Besok hari minggu, saat libur baru dia bisa menyeterika. Hari kerjanya di sekolah penuh dari senin sampai sabtu, dari pagi sampai jam 3 sore. Hanya di hari libur dia bisa menyetrika.
Anjani merasa sangat capek. Dan ia masih merasa sangat kaget, jantungnya masih berdebar, dan juga sedih. Bagaimana bisa suaminya membentaknya sekeras itu, di saat dia capek, lapar, pulang dari kerja...
Anjani sholat ashar sambil menangis. Ia tak habis pikir. Apakah meletakkan sementara baju-baju di lantai itu sebuah kesalahan? Bukankah suaminya bisa menegurnya dengan cara yang baik? Tak perlu menghardik dengan kasar dan suara mengguntur? Bukankah dia bisa bicara dengan volume suara yang normal?
Selesai sholat, Anjani masih menangis, dan ia berdoa sambil menangis. Ia merasa nelangsa sekali. Ya Allah, seperti inikah sifat asli suamiku? Apakah aku harus menunggu dua tahun untuk menerima perlakuan seperti ini?
Suaminya pulang dari sholat jama'ah. Anjani segera menyelesaikan doanya, menghapus air matanya dengan mukena. Ia harus menyembunyikan bekas tangisnya. Anjani melipat mukena dan sajadahnya.
Suaminya sudah kembali ke tempat tidur. Suasananya terasa aneh sekali. Anjani tak bisa bicara, dan tak tahu harus bicara apa. Suaminya juga diam saja. Anjani memutuskan untuk mandi.
Selesai mandi, dilihatnya suaminya duduk sambil melihat ponsel. Wajahnya terlihat biasa, tanpa rasa bersalah, sama sekali tak menyadari bahwa dia baru saja membuat hati istrinya pecah berkeping-keping.
Anjani memutuskan untuk tak akan bicara sampai suaminya bicara duluan dengannya. Diam sampai besok pun tak apa. Ini pertama kalinya ia mendiamkan suaminya.
"Ini bukan salahku. Jika ini adalah dosa, seharusnya dia yang mendapatkannya. Dengan kelipatan yang banyak. Bukan aku. " Bisik hatinya.
Terimakasih sudah membaca.. Jangan lupa follow dan subscribe ya... Terimakasih.. 🙏🙏❤